jpnn.com, JAKARTA - Dalam pelaksanaan pembangunan peternakan dan kesehatan hewan, perlu adanya kontribusi dari semua pihak untuk mendukung pertumbuhan industri peternakan.
Tidak hanya dari pemerintah, tetapi juga dari pihak swasta, dan masyarakat (peternak) pada umumnya.
BACA JUGA: PBB Apresiasi Generasi Muda Pertanian Masih Jaga Tradisi
Untuk mewujudkan swasembada protein hewani di Indonesia, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita mengatakan, sinergitas dalam upaya mempercepat peningkatan populasi sapi di Indonesia sangat diperlukan untuk mengakselerasi pertumbuhan industri peternakan Indonesia.
Hal tersebut dua sampaikan saat menjadi Keynote Speaker Workshop Sinergitas Peningkatan Populasi sapi di Indonesia yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA) di Puri Denpasar Hotel Jakarta, Jumat (13/4).
BACA JUGA: Kawasan Pantai Selatan Kebumen Siap Amankan Pasokan Cabai
Pada kesempatan tersebut I Ketut Diarmita menyebutkan, secara umum Indonesia masih mengandalkan pasokan impor untuk menutupi kebutuhan daging sapi di kota-kota besar terutama untuk wilayah Jabodetabek.
Hal ini karena produksi daging sapi lokal masih belum mencukupi kebutuhan nasional, sehingga untuk memenuhi kekurangannya dilakukan impor, baik dalam bentuk sapi bakalan maupun daging.
BACA JUGA: Jateng Siap Pasok Bawang Merah dan Cabai ke Jakarta
“Dengan adanya impor tersebut diharapkan dapat untuk memenuhi kebutuhan, sementara sapi-sapi milik peternak dapat berkembangbiak dengan baik, terutama untuk menghindari pengurasan sapi lokal karena meningkatnya permintaan, sehingga menyebabkan adanya pemotongan sapi betina produktif,” ungkap I Ketut Diarmita.
Sedangkan untuk pemasukan daging kerbau ke Indonesia, I Ketut Diarmita menegaskan, importasi dilakukan melalui penugasan dari Pemerintah kepada BULOG yang bertujuan bukan untuk mengguncang harga daging sapi, tetapi untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat yang belum bisa menjangkau harga daging sapi agar ada alternatif bagi mereka untuk menjangkaunya.
Dia juga menyebutkan, distribusi daging kerbau ex-impor juga diprioritaskan hanya untuk daerah-daerah sentra konsumen dan dapat diedarkan ke daerah lain sepanjang tidak ada penolakan dari Pemerintah Daerah setempat, yang diharapkan tidak menganggu daging sapi lokal.
Saat ini industri sapi dan daging sapi masih lebih berkembang ke arah hilir, terutama ke bisnis penggemukan dan impor daging. Pemerintah berkeinginan untuk mendorong industri peternakan sapi dan kerbau lebih ke arah hulu, yaitu ke arah perbibitan dan pengembangbiakan.
Di hadapan para peserta yang sebagian besar adalah peternak dan assosiasi peternak, I Ketut mengatakan bahwa untuk mempercepat peningkatan populasi sapi dan kerbau, ada 2 program prioritas Kementerian Pertanian, yaitu melalui Program Upsus Siwab (Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting) dan penambahan indukan impor.
Lebih lanjut I Ketut menyampaikan, Upsus Siwab merupakan salah satu program pemerintah untuk optimalisasi reproduksi. Bentuk fasilitasi program ini adalah pemberian pelayanan gratis bagi peternak sapi berupa semen, pelayanan IB (Inseminasi Buatan), pemeriksaan kebuntingan dan pelayanan teknis lainnya.
"Melalui kegiatan Inseminasi Buatan (IB) penyebaran bibit unggul ternak sapi dapat dilakukan dengan murah, mudah dan cepat, serta diharapkan dapat meningkatkan pendapatan para peternak,” ujar Diarmita.
Selain itu, untuk mendukung Upsus Siwab juga ada kegiatan pendukung lainnya, yaitu:
1). memperkuat aspek perbenihan dan perbibitan untuk menghasilkan benih dan bibit unggul berkualitas dan tersertifikasi dengan penguatan tujuh (7) Unit PelaksanaTeknis (UPT) Perbibitan;
2). Pengembangan HPT (Hijauan Pakan Ternak);
3). Penanganan gangguan reproduksi;
4).Pengendalian pemotongan betina produktif, bekerjasama dengan Baharkam Mabes Polri;
5). Pemerintah juga memberikan fasilitasi Asuransi Usaha Ternak Sapi (AUTS).
Menurut I Ketut Diarmita, pada tahun pertama pelaksanaan program, capaian kinerja program UPSUS SIWAB sangat fantastis, hal ini terlihat dari: (i) Pelayanan Inseminasi Buatan/IB dari bulan Januari 2017 sampai dengan 11 April 2018 telah terealisasi sebanyak 5.222.542 ekor; (ii) Kebuntingan 2.322.367 ekor. “Dengan kelahiran sebanyak 1.130.369 ekor, hal ini berarti setara Rp. 7,9 triliun dengan asumsi harga 1 pedet lepas sapih Rp. 7 juta/ekor. Nilai yang sangat fantastis mengingat investasi program UPSUS Siwab pada tahun 2017 sebesar Rp 1,1 triliun,” tandasnya.
I Ketut juga menyebutkan, capaian tersebut merupakan capaian kinerja rill di lapangan yang dilaporkan melalui sistem Pelaporan ISIKHNAS (Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terintegrasi) yang jelas ketelusuran dan dapat dipertanggung jawabkan hasilnya.
“Pengembangan sistem pelaporan melalui ISIKHNAS merupakan kebanggaan tersendiri, karena dengan sistem ini kinerja pengembangan populasi sapi dan kerbau di seluruh wilayah Indonesia dapat terdeteksi secara cepat, tepat dan akurat,” ungkap I Ketut Diarmita.
‘Penghargaan yang setinggi-tingginya saya ucapkan kepada para peternak Indonesia yang telah bersedia sapinya di IB (kawin suntik), terlebih kepada para petugas (Inseminator, PKB dan ATR) di lapangan yang sungguh luar biasa tanpa kenal lelah,” sambungnya.
Pemerintah juga akan melakukan penambahan indukan impor untuk meningkatkan populasi di dalam negeri.
“Untuk pengadaan indukan impor tahun ini telah dialokasikan sebesar 15.000 ekor yang akan didistribusikan pada daerah-daerah yang mempunyai komitken kuat dalam hal keberlanjutan pengembangan ternak,” ungkap I Ketut Diarmita.
Selain itu juga dilakukan pengembangan sapi ras baru, yakni Belgian Blue di Indonesia yang menjadi alternatif penambahan sumber bibit sapi potong di masa mendatang.
“Kami harapkan pada tahun 2019 akan ada kelahiran 1000 ekor Belgian Blue,” ujar I Ketut Diarmita.
Dalam pelaksaannya, Ditjen PKH Kementan bekerjasama dengan IPB dan UGM untuk percepatan pengembangan program.
Pemerintah optimistis, dengan kegiatan tersebut akan mampu melakukan ekspor ternak sapi ke berbagai negara lain karena pada tahun tersebut diharapkan Indonesia sudah dapat menyatakan swasembada daging sapi.
“Kita juga sedang berupaya membangun branding produk peternakan lokal menjadi produk premium, dan melakukan perluasan pasar ke arah ekspor, sehingga kita berupaya untuk meningkatkan daya saing produk peternakan dalam negeri di pasar global,” kata I Ketut Diarmita. “Indonesia juga sudah ekspor daging Wagyu ke Myanmar dan produk unggas ke beberapa negara seperti Jepang, PNG, Myanmar dan pada pertengahan April ini akan launcing ekspor ke Timor Leste,” ungkapnya.
I Ketut Diarmita berharap, semua pihak dapat memiliki presepsi dan pandangan yang sama terkait kebijakan pemerintah, dengan tetap mengedepankan kepentingan nasional.
“Marilah kita bangun peternakan di Indonesia sebagai sumber penghidupan kita di masa mendatang. Kita bangkitkan terus kelompok-kelompok peternakan di desa-desa untuk meningkatkan NTP (Nilai Tukar Petani), terutama untuk mencegah urbanisasi ke kota,” ajak I Ketut.
“Keberhasilan pembangunan peternakan adalah untuk kesejahteraan masyarakat peternak dan merupakan tanggung jawab kita bersama,” pungkasnya. (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pupuk Biosilika dari Sekam Padi Dukung Bawang Merah
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh