jpnn.com, JAKARTA - Pelaksana tugas Direktur Pengendalian Aplikasi Kementerian Komunikasi dan Informatika Riki Arif Gunawan mengatakan, pihaknya mendukung pengesahan Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber.
Terutama untuk critical infrastructure dan melengkapi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Namun, menurut dia, diperlukan juga penjelasan kepada publik apa beda UU ITE dengan RUU KKS.
BACA JUGA: Ronald Tumpal: RUU Keamanan dan Ketahanan Siber Penting Disahkan DPR Tahun Ini
“Memang ada istilah yang membingungkan yaitu di UU ITE ada informasi elektronik lalu sekarang kita mengenal siber. Nah ini harus dijelaskan kepada publik mapping-nya seperti apa,” ujarnya dalam diskusi publik Meneropong Arah Kebijakan Keamanan Siber Indonesia, di Gedung Perpustakaan Nasional, Jl. Medan Merdeka Selatan No. 11, Jakarta, Rabu (7/8).
Dia menambahkan, meski telah ada UU ITE, Kominfo berpendapat ada hal yang yang belum bisa dijalankan dengan sangat baik, yakni pengamanan critical infrastructure.
BACA JUGA: DPR Mulai Pesimistis UU Perlindungan Data Pribadi Bakal Terealisasi
“Ini pengamanannya harus jauh lebih baik daripada sekadar pengamanan biasa dibandingkan penyelenggara sistem elektronik. Jadi perlu sebuah kriteria yang lebih baik lagi, lebih aman lagi dari sekadar membuat pengamanan yang utuh dan sudah ada di UU ITE,” ujarnya.
Dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang Undang nomor 11 tahun 2008 (UU ITE), diatur mengenai transaksi elektronik, yang mencakup perniagaan elektronik.
BACA JUGA: Ketua DPR Minta Kemenkominfo Serahkan Draf RUU Perlindungan Data Pribadi
Pengaturan tersebut meliputi pembuktian keabsahan dari bukti transaksi elektronik, hak dan kewajiban dari para pihak dalam transaksi elektronik, pengawasan, sanksi, dan hal-hal lainnya.
Sedangkan dalam RUU KKS, yang terdiri dari 77 pasal dan 13 bab, ruang lingkup pengaturan lebih kepada bagaimana negara berupaya untuk mampu melaksanakan keamanan dan ketahanan, dan perlindungan siber di Indonesia, seperti melakukan deteksi, identifikasi, proteksi, penanggulangan, pemulihan, pemantauan, serta pengendalian pada objek-objek keamanan siber.
“Jadi intinya kami di Kominfo sangat mendukung UU (Keamanan dan Ketahanan) Siber ini. Yang perlu diperhatikan 'overlap' karena sayang kalau UU overlap malah jadi kebingungan pada akhirnya,” ujarnya. (*/adk/jpnn)
BACA JUGA: Ronald Tumpal: RUU Keamanan dan Ketahanan Siber Penting Disahkan DPR Tahun Ini
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemenkominfo Diminta Serahkan Draf RUU Perlindungan Data Pribadi
Redaktur : Tim Redaksi