jpnn.com, JAKARTA - Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menyatakan, langkah pemerintah yang membatasi pertumbuhan impor lewat kenaikan pajak sudah benar.
Sebab, cara itu lebih mudah diterapkan ketimbang menaikkan bea masuk.
BACA JUGA: Daya Beli Masyarakat Masih Bagus, Ini Buktinya
Selain itu, menaikkan bea masuk rawan mengakibatkan perselisihan (dispute) dengan negara yang bersangkutan.
Meski demikian, kenaikan pajak dapat menekan pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
BACA JUGA: Konsumsi Rumah Tangga Terus Menurun, BI Yakin Bisa 5 Persen
’’Kecuali jika industri dalam negeri bisa mensubstitusi impor yang berkurang, barulah pertumbuhan konsumsi dapat tetap di angka lima persen sesuai dengan target pemerintah,’’ kata David, Minggu (9/9).
Sebelumnya, pemerintah menyesuaikan tarif PPh impor terhadap 1.147 barang. Beberapa barang yang mengalami kenaikan impor adalah bahan bangunan seperti keramik, baju selam, produk tekstil, ban, motor, dan kosmetik.
BACA JUGA: Berharap Keputusan Anies Menaikkan Pajak Tak Bebani Rakyat
Tarif pajak penghasilan dinaikkan untuk menekan defisit transaksi berjalan yang pada kuartal kedua sudah mencapai tiga persen terhadap PDB.
Selain tarif PPh impor dan B20 yang kebijakannya sudah dirilis, lanjut David, publik kini menunggu kebijakan kewajiban kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang menjual minyak ke Pertamina. Aturan B-to-B itu sedang digodok Kementerian ESDM.
’’Kalau sudah dirilis ESDM, itu bakal menghemat devisa dan mengurangi defisit transaksi berjalan. Namun, dari semua kebijakan itu, yang dampaknya paling cepat mungkin kenaikan PPh impor,’’ ujar David. (rin/c14/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Catat! Tarif 5 Pajak Ini Bakal Naik Tahun Depan
Redaktur : Tim Redaksi