Kenikmatan Para TKI Bekerja di Masjidilharam

Gaji Dikirim Semua, Hidup dengan Ceperan

Sabtu, 02 April 2011 – 08:08 WIB

Sekitar dua ratus pekerja asal Indonesia bekerja di Masjidilharam, MakkahGajinya memang terbatas

BACA JUGA: Nasib Dua Anak Yatim-Piatu setelah Orang Tua Mereka Tewas Diberondong 27 Peluru

Tapi, banyak alasan yang membuat mereka betah mencari nafkah di sana
Apa saja? Berikut laporan wartawan Jawa Pos RIO F

BACA JUGA: Kisah Para Pegawai di Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin yang Terancam Gulung Tikar

RACHMAN yang baru berkunjung ke sana.

================
 
DENGAN tangkas Anjang mengelap salah satu rak Alquran di lantai dua Masjidilharam
Siang awal pekan lalu itu, dia tak sendiri

BACA JUGA: Selly Yustiawati; Penipu Cantik di Mata Orang-Orang yang Mengenalnya

Beberapa temannya yang lain yang sama-sama berseragam hijau melakukan kegiatan serupaAda yang mengelap lantai, tiang, serta tembok.

Sesekali Anjang menghentikan aktivitas saat ada jamaah yang bertanya kepada dirinyaBiasanya tentang letak toilet atau tangga terdekat.

Anjang merupakan salah seorang di antara sekitar dua ratus pekerja asal Indonesia yang bekerja di masjid tersebutMereka berasal dari berbagai daerah di IndonesiaSebagian kecil di antaranya perempuan

TKI perempuan yang wajib mengenakan baju bercadar itu biasanya bertugas mengatur saf khusus jamaah perempuan saat datang waktu salatAtau, mengurusi air Zamzam yang ditempatkan di gentong-gentong

Para TKI di Masjidilharam itu berpartner dengan pekerja dari negara lain seperti Bangladesh, Pakistan, India, dan Arab SaudiMereka tersebar di beberapa bagian atau satuan tugas tertentu di salah satu masjid yang paling diimpikan untuk didatangi muslim di seluruh dunia tersebut.

Tiap bagian memiliki pekerja dengan seragam berbeda-bedaBagian kebersihan seperti Anjang berseragam hijauBagian kelistrikan khusus pengontrol elevator mengenakan pakaian biru tua kehitamanBagian kelistrikan khusus kipas angin dan lampu berseragam biru muda

Khusus petugas bagian kebersihan di halaman luar masjid memakai seragam biru lautBusana cokelat dikenakan mereka yang bertugas mengurus air ZamzamAda pun petugas yang mengantar air di gentong ke titik-titik tertentu dengan sebuah kereta bermesin alias mobil bak terbuka berukuran kecil berseragam cokelat tua.

"Ya dibetah-betahinNamanya kerja merantau, ya harus menikmati pekerjaan," ujar Anjang ketika ditanya perasaannya mengabdi di negeri monarki tersebut

Yang terutama membuat Anjang merasa nikmat adalah kesempatan bekerja di area masjid yang dijadikan salah satu simbol Islam tersebutSelain itu, tiap hari dia bersua dengan Kakbah, kiblat salat orang sedunia.
 
Alasan lain, pekerjaan yang diemban tidak terlampau beratDalam sehari lelaki lajang berusia 20 tahunan itu bekerja persis delapan jamPara pekerja di sana dibagi menjadi tiga sifAda yang kebagian bekerja pukul 06.00-14.00, 14.00-22.00, dan 22.00-06.00Dalam seminggu, mereka mendapat libur sehariHari libur ditentukan koordinator pekerja
 
Waktu luang mereka gunakan untuk beribadah atau berjalan-jalanKadang juga bermain bola bersama teman-teman di sekitar kediaman merekaAnjang tidak mengambil kerja sambilan di luar

TKI Masjidilharam tinggal di sebuah permukiman di Distrik AskanDalam terjemahan bebas bahasa Indonesia, Askan berarti asramaDistrik tersebut bisa ditempuh sekitar 20 menit dengan mobil dari Kakbah.

Mereka diantar jemput oleh angkutan khususTamu yang ingin berkunjung ke Distrik Askan dengan taksi biasanya dikenai biaya 15-20 riyalBila menggunakan angkutan serupa lin atau angkot di Indonesia, cukup mengeluarkan 2 riyal.
 
Distrik Askan memang dikenal sebagai permukiman bagi para pekerja dari luar Arab SaudiBeberapa tempat tinggal di sana berupa perumahanAda juga yang serupa asrama atau tempat kosSaat ini di beberapa titik sedang dibangun kompleks perumahan

Satu kamar asrama khusus TKI Masjidilharam biasanya berisi empat sampai sepuluh orangSebuah pendingin ruangan keluaran lama melengkapi ruangan tersebutTKI Masjidilharam tidak dikenai biaya bermukim, termasuk biaya listrik dan air di sana

Hanya makan dan kebutuhan harian pribadi yang harus dipenuhi sendiriUntuk hiburan, para pekerja bisa berurunan membeli televisi serta parabola satelit untuk menangkap saluran televisi Indonesia

Perkara gaji, memang tidak terlalu besarAnjang mengaku menerima 520 riyal atau sekitar Rp 1,3 juta per bulan (kurs 1 riyal = Rp 2.500)Dia mengirimkan sebagian gajinya ke kampung halaman"Kalau saya pegang semua, pasti habis-habis terusNamanya juga orang bujangSaya kirim ke kampung buat ditabung orang rumah," ujarnya.

Mekanisme keuangan ala Anjang itu rata-rata juga dilakukan rekan-rekannya sesama TKI di MasjidilharamDiman, pekerja asal Jawa Barat, bahkan mengaku mengirimkan semua gajinya kepada keluarga di tempat asal

Tapi, Anjang, Diman, maupun para TKI lain yang bekerja di Masjidilharam toh mengaku tak pernah mengalami masalah keuanganKok bisa" Ternyata rahasianya ada pada "ceperan".

Ceperan (tip) yang dimaksud itu adalah uang yang diberikan jamaah secara sukarelaBiasanya jamaah menyelipkan sejumlah uang ke saku baju pekerjaAtau, mereka mengajak bersalaman seraya menyelipkan uang ke tangan pekerjaJumlahnya bervariasi

Anjang mengakui adanya hal tersebutNamun, kata dia, ceperan semacam itu benar-benar tidak boleh terlalu diharap-harap"Kalau memang dapat, ya namanya rezeki," katanya.

Tak jarang ceperan tersebut lebih banyak daripada uang gaji"Ada orang sekali ngasih 100 atau 500 riyal," ungkap lelaki yang pernah bekerja serabutan di kawasan Pandegiling, Surabaya, tersebut.

Diman malah yakin tiap hari bakal ada sedekah ceperan itu"Ya rata-rata sehari ada saja 50 riyal," kata pria yang baru bekerja delapan bulan di masjid yang tak pernah sepi pengunjung tersebut.

Begitu juga Hidayat Nur, TKI asal Bandung"Ah, kamu tahu aja," ungkapnya ketika ditebak bahwa dirinya hidup di Makkah dengan murni uang ceperanSementara itu, semua uang gajinya dikirim ke kampungnya.

Pria dengan logat Sunda sangat kental itu mengungkapkan, Masjidilharam memang menjadi salah satu tempat favorit TKI yang bekerja di Arab SaudiNamun, nasib jualah yang kemudian mengantarkan para TKI tersebut bekerja di kawasan Kakbah atau tidak

Selain banyak sedekah di luar gaji dan beban pekerjaan ringan, para TKI di Masjidilharam tak perlu menghadapi majikan yang doyan memukulSemua tahu, banyak TKI "terutama perempuan" yang bekerja di wilayah domestik (rumah tangga) di Saudi yang menjadi korban penganiayaan.
 
Durasi bekerja juga jelas, hanya delapan jam per hariKecuali bila musim haji tiba atau bulan Ramadan datang, mereka bisa bekerja sampai dua belas jamItu pun pasti ada uang lembur yang juga jelas hitungannya, tidak diakal-akali.

"Pekerja suka di sini tentu karena barokahnyaTiap hari bisa salat langsung menghadap KakbahTenangNyaman rasanya," ujar ayah dua anak tersebut.

TKI juga bebas bertawaf setiap waktu, asalkan di luar jam kerja dan tidak mengenakan seragamDitanya sudah berapa kali mencium Hajar Aswad yang dalam terjemahan bahasa Indonesia berarti Batu Hitam, Hidayat menyatakan lupa"Kalau seperti saya ini sih, mau berapa kali juga bisa," tegas lelaki 40 tahun tersebut.

"Sudah berkali-kali sih nyiumTapi, kalau sedang ramai kayak gini, emang agak sulit," ujar Anjang

Dia menyatakan, saat Syawal dan setelah musim haji, keadaan Kakbah tidak seramai hari-hari iniPada hari-hari itu, hanya warga Saudi, terutama yang tinggal di sekitar Masjidilharam, yang berkunjung ke KakbahSaat itu, ingin mencium Hajar Aswad sehari lima kali pun bisa.

Pada masa-masa sekarang, Kakbah dikerumuni umat muslim sedunia yang menjalani umrahHampir sepanjang hari separo hingga tiga perempat pelataran lantai dasar di sekeliling Kakbah penuh oleh orang bertawafLantai dua kadang juga dipakai.

Seluruh umat Islam menganggap mencium Hajar Aswad adalah ibadah sunah atau dianjurkan Nabi Muhammad SAWTak heran, suasana di titik Hajar Aswad di sudut terdekat dari pintu Kakbah tersebut selalu ramaiOrang-orang tak segan saling dorong atau saling gencet untuk bisa menciumnya.
 Meski, sebenarnya Nabi juga menyunahkan dua cara lain untuk bersilaturahmi dengan batu yang dikeramatkan tersebutYakni, dengan melambaikan tangan serupa orang kiss bye dan melambaikan tongkat ke arah benda yang disebut Umar bin Khatthab sebagai batu biasa seandainya Nabi tidak memerintahkan untuk mengistimewakannya itu.
 
Namun, mereka yang bisa mencium Hajar Aswad pada musim seperti sekarang ini, tampaknya, bukanlah orang yang kuat dorong-mendorong sajaAda "intervensi dari langit" juga
 
Para pekerja Indonesia mengisahkan, suatu ketika terlihat seorang pemuda yang mengenakan kemeja lengan panjang bermotif garis-garis berupaya mendatangi Hajar AswadTubuhnya yang gempal berhasil menyusup dan "menyingkirkan" beberapa orang yang sama-sama bertubuh kukuhDia tampak akan bertahan dan terus menggapai tujuan mengecup si batu hitam
 
Namun, tiba-tiba napasnya tersengalPakaiannya basah karena peluhnya dan peluh orang-orang yang mengapitnya"Dia menyerahMundur perlahan mencari tempat jauh dari kerumunan," ungkap Hidayat(*/c5/ttg)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Obituari Ratna Indraswari; Penulis Handal yang Tak Menyerah dengan Keterbatasannya


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler