Kepala Intel Inilah yang Antar Tan Malaka Jemput Naskah Madilog

Sabtu, 17 September 2016 – 16:37 WIB
Tomegoro Yoshizumi, intelijen Jepang yang dekat dengan Tan Malaka. Foto: Wenri Wanhar/JPNN.com

jpnn.com - SETELAH berhasil menggelar rapat raksasa di Lapangan Ikada, 19 September 1945, Tan Malaka pergi menjemput naskah Madilog ke Banten. Ia didampingi pimpinan intelijen Jepang.

Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network 

BACA JUGA: Kawanan Tan Malaka dan Aksi Penggelapan 19 September

Di halaman 171 dan 171 buku Dari Penjara ke Penjara Jilid 3 yang ditulisnya, Tan Malaka bercerita dia berangkat dari Jakarta ke Banten tanggal 1 Oktober 1945. 

Sayang, ceritanya tak detail. Maklum, di zaman pergolakan tak semua hal bisa dicatat.  

BACA JUGA: Pariaman dan Skandal Kemaritiman Paling Heboh Abad 16

Belakangan hari, sejarawan Belanda dari KITLV Harry A Poeze yang menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk meneliti Tan Malaka, mengungkap bahwa Tan ke Banten didampingi Tomegoro Yoshizumi dan Entol Chaerudin. 

"Selain mengorganisir rakyat di luar Jakarta, tujuan Tan Malaka ke Banten untuk menjemput naskah Madilog yang ditinggalkannya di Bayah," tulis Poeze dalam Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia: Agustus 1945-Maret 1946.

BACA JUGA: Krong-krong…Crong-crong, Lahirlah Musik Keroncong

Tomegoro Yoshizumi adalah Kepala Intelijen di kantornya Laksamana Maeda; Kaigun Bukanfu. Sedangkan Entol Chaerudin orang Banten yang bekerja sebagai tangan kanan Yoshizumi sejak zaman pendudukan Jepang. 

"Yoshizumi seorang marxist. Sebagai seorang marxist, dia bersolidaritas pada kaum tertindas. Dia orang Jepang yang membelot ke Indonesia--negeri yang sedang memperjuangkan kemerdekaannya. Tan Malaka memberinya nama Arif," tulis buku Jejak Intel Jepang

Dari Jakarta, Tan Malaka, Yoshizumi dan Entol berencana ke Banten lewat Bogor. 

Shigetada Nishijima, tangan kanan Laksamana Maeda menyediakan mobil. Juga perkakas perang, fasilitas radio dan makanan untuk bekal di perjalanan. 

“Inilah terakhir kali saya bermuka-muka dengan Tan Malaka,” kenang Nishijima, konco dekat Yoshizumi dalam Shogen Indonesia Dokuritsu Kakumei.

Mereka menginap semalam di Bogor. “Di Bogor saya bertemu dengan Sukarni dan Adam Malik,” kenang Tan Malaka yang mengaku itulah pertemuan pertamanya dengan Adam Malik.

Keesokan harinya, mereka melanjutkan perjalanan ke Bayah, Banten untuk menjemput naskah Madilog

Misi Penting

Ini sebenarnya misi penting, mengingat "Madilog adalah buah asketisme intelektual Tan Malaka. Manifesto pikiran untuk jalan politik yang ditempuhnya," kata Donny Gahral Adian, filsuf Universitas Indonesia.

Menurut dia, pemikir pejuang pasti memiliki traktat yang merangkum pikirannya yang terus bergerak. 

Marx menulis Manifesto Komunis, Lenin menulis The State and Revolution, Trotsky menulis Marxism and Terrorism, Gramschi menulis Prison Notebooks, Ferdinand Lassale menulis Zur Arbeiterfrage (On Labor Issue) dan Althusser menulis Essays on Ideology

Semua pemikir pejuang, sambungnya, pasti berpikir dan berbuat. Bukan sekadar berbuat apa yang dipikirkan orang lain. Mereka memiliki sebuah cetak biru intelektual tentang keadaban baru pasca penindasan dan keterbelakangan. 

"Nah, dalam hal ini, Tan Malaka memiliki Madilog,” papar Donny.

Naskah Materialisme Dialektika Logika (Madilog) disusun Tan Malaka di Desa Rawajati Kalibata Jakarta Selatan, dari 15 Juli 1942 hingga 30 Maret 1943. 

Dia menyewa gubuk bambu ukuran 15 meter persegi. Dari gubuk itu, Tan Malaka mondar-mandir ke museum Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschapen (sekarang Museum Nasional), untuk riset literatur. 

Di gubuk itu, dia bekerja dari pukul enam pagi sampai dua belas siang, untuk menuangkan gagasannya.

Di Bayah

Setiba di Bayah, mereka dijemput Nafsirin Hadi.

Nafsirin Hadi orang Banten yang pernah ditahan Kempeitai karena terlibat gerakan Djojobojo. Berkat pertolongan Kaigun Bukanfu dan jaminan pribadi Laksamana Maeda, dia dibebaskan pada Juni 1945. 

Sesudah proklamasi, dia berkedudukan di Labuan sebagai pejabat Komite Nasional Indonesia (KNI) pertama wilayah tersebut.

Menurut Poeze, Nafsirin menerima perintah menjemput rombongan Tan Malaka dari seorang utusan Pemuda Menteng 31. Bersama itu, dia juga menerima dua foto Tan Malaka.

Beres dengan urusannya, Tan cs ke Serang, Banten untuk menemui Tjeq Mamad. Untuk urusan ini, Nafsirin menyiapkan kendaraan pick up dan mobil pribadi. Dan ikut serta mengantar.

Tjeq Mamad bersahabat dengan KH Achmad Chatib, ulama terkemuka yang juga otak gerakan perlawanan rakyat Banten pada 1926. 

Kedua tokoh yang pernah dibuang ke Digul paska pemberontakan PKI 1926, merupakan tokoh penggerak utama revolusi sosial di Banten pada 1945. (wow/jpnn)

Baca juga: Tomegoro Yoshizumi Mengorganisir Jagoan Jakarta Mengamankan Proklamasi 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Yus Datuak Parpatiah Masih Ada dan Masih Berkarya


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler