Empat tahun silam, Mahmud menggegerkan Jakarta karena menjadi kepala sekolah yang merangkap pemulungKini setelah pensiun dia laris diundang ke seminar kepribadian dan tetap berburu sampah
BACA JUGA: Ketua Baru KPK Abraham Samad di Mata Keluarga
Moh
EMPAT tahun berlalu sejak film dokumenter bertajuk Kepala Sekolahku Pemulung memenangi Eagle Award yang dihelat Metro TV
BACA JUGA: Marina Segedi, Mantan Juara Silat ASEAN yang Puluhan Tahun Terlupakan
Tapi, Mahmud, tokoh yang diceritakan dalam film garapan Victor Benedict Doloksaribu dan Jastis Arimba tersebut, tetap tak kehilangan popularitas.Seorang tukang ojek yang mangkal di mulut Jalan Bambu Larangan, Kelurahan Cengkareng Barat, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, dengan detail menunjukkan arah rumah pria 51 tahun itu kepada Jawa Pos yang bingung
"Rumah Pak Mahmud masih jauh
BACA JUGA: Kisah Suami-Istri dengan Tiga Anak, Korban Tewas Tragedi Kartanegara
Lurus saja, rumahnya ada di samping penampungan sampah dan perajin kayu (kusen, Red)," tutur si tukang ojek yang mangkal di mulut Jalan Bambu Larangan.Padahal, rumah itu mungil saja dan berdiri di atas kolam ikan hiasBukan tipe kediaman yang gampang dikenali dan diingat seorang tukang ojek Jakarta yang tiap hari harus berurusan dengan rimba raya gang "kelinci" dan jalan "tikus".
Apalagi, Mahmud kini telah pensiun dari jabatannya sebagai kepala Madrasah Tsanawiyah Safinatul Husnah dan lebih berfokus pada pekerjaan yang empat tahun silam menggegerkan ibu kota: pemulung
Ya, lewat film Kepala Sekolahku Pemulung, semua mata terbelalak ketika itu menyaksikan Mahmud yang tiap seusai asar, selepas tugas di sekolah tentu, berburu barang bekas di penampungan sampah yang tepat di belakang rumahnyaSelanjutnya, sampah-sampah plastik, kertas, dan besi yang terkumpul dijual ke pengepul yang tidak jauh dari rumahnya.
Mahmud harus menyambi pekerjaan yang sangat tidak lazim dilakukan seorang pengajar, terlebih kepala sekolah, itu karena penghasilan dari sekolah sangat tidak mencukupiTotal gaji pria yang menamatkan pendidikan sarjana di STKIP (Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan) Jakarta pada 2005 tersebut selama lima tahun terakhir hanya Rp 500 ribu per bulanItu pun sering dirapel dua hingga tiga bulan sekali
Sementara itu, dari berburu sampah, Mahmud yang diangkat menjadi kepala MTs Safinatul Husnah pada 1990 tersebut bisa mengantongi sampai Rp 1,5 juta"Semua itu saya lakukan untuk menjaga dapur tetap ngebul," ujar suami Jumiati tersebut ketika ditemui belum lama ini"Uang dari hasil memulung kami gunakan untuk sedikit simpanan dan menyekolahkan anak."
Kini setelah pensiun dini tahun lalu karena merasa stres dengan kondisi pendidikan di sekitarnya, Mahmud bisa mencurahkan tenaga untuk memulungDia juga tak perlu lagi pusing dengan kontroversi yang sempat merebak ketika film dokumenter tentang dirinya ditayangkanYakni, berupa kecaman dari pejabat Dinas Pendidikan DKI Jakarta serta beberapa tetangga yang menganggap tak sepantasnya seorang kepala sekolah berburu sampah
Namun, sekarang, seiring dengan umur yang mulai menua, Mahmud harus mengakui bahwa dirinya kalah cekatan mengais sampah dibanding pemulung mudaUntuk menghibur diri dan sedikit menambah kocek, dia menanami secuil lahan pengembang perumahan yang tak jauh dari kediamannya dengan aneka sayuranMisalnya, lombok, terong, sawi, hingga kangkung.
Beruntung, sisa-sisa popularitas lewat film Kepala Sekolahku Pemulung mendatangkan rezeki lain kepada ayah Aidatul Aulia, 26; Ridwan Abimanyu, 23; dan Ade Irma Yunita, 20, tersebutYakni, menjadi motivator mahasiswa
Beberapa kali Mahmud diundang mengisi simposium atau seminar kepribadian di beberapa universitas di kawasan Jakarta BaratHasilnya, diakui Mahmud, tak jauh berbeda seperti ketika dirinya menjadi guru atau kepala sekolah dulu.
Selain itu, ini yang membuat dia masih heran sampai kini, sejumlah mahasiswa datang ke rumahnya untuk mengikuti bimbingan motivasi belajar singkat"Saya tidak tahu mereka dapat ide dari manaNgakunya sih dapat informasi dari internet," ujarnya
Dasar berjiwa pengajar, Mahmud pun senang saja berbagi ilmuApalagi, dia bisa melakukan itu tanpa perlu meninggalkan rumahBelakangan, kesehatannya memang kerap menurunItu pula yang membuat dirinya menolak sejumlah tawaran mengajar setelah pensiun
Setiap menjadi motivator, dia selalu menegaskan agar hidup dijalani dengan penuh semangatTermasuk, ketika berada dalam kondisi pas-pasanPria kelahiran 17 Agustus 1960 tersebut selalu mengingatkan audiensinya agar menghindari cara-cara kotor untuk memperbaiki hidupMisalnya, menyuap untuk menempati jabatan tertentu atau korupsi untuk menambah pundi-pundi penghasilan.
Rata-rata mahasiswa yang mengikuti ceramahnya, ujar Mahmud, mengaku terinspirasi untuk berjuang agar tetap hidup bersihNamun, dia tahu, betapa tak mudah menjaga komitmen itu di tengah kian merajalelanya korupsi"Semua kembali kepada niat dan kesiapan berjuang untuk hidup bersih," ujarnya
Mahmud sudah menunjukkan kegigihannya pada komitmen itu sepanjang hidup dan karir mengajarnya yang dimulai dengan menjadi guru madrasah ibtidaiyah pada 1976Di tengah berbagai keterbatasan, dia justru makin kreatifTak hanya dalam urusan menambah penghasilan, tapi juga dalam mendidik murid
Untuk mengajar matematika, misalnya, dia dulu pernah menempuh sejumlah terobosanSuatu hari, dia pernah mentraktir siswa sekelas minum esNah, saat membayar uang es, Mahmud menyelipkan materi pelajaran matematika
Kali lain, pria yang bercita-cita bisa naik haji itu juga pernah mengajak siswa keluar kelas menuju lapangan bola voliMetode tersebut dia lakukan untuk mengajari para siswa cara menghitung luas bangunan tertentu.
Dia juga membuang jauh kesan sangar seorang pendidikMungkin karena itulah mereka yang ingin belajar kepada Mahmud tak pernah surut, bahkan sampai kiniPada usia senjanya sebagai pensiunan, dia justru menghadapi murid-murid yang strata pendidikannya lebih tinggi daripada para siswanya dulu: mahasiswa(*/c5/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Melintasi Jembatan Golden Gate di San Francisco, AS
Redaktur : Tim Redaksi