jpnn.com - BANDUNG - Lembaga Kesekjenan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat ini telah menjadi lembaga ecek-ecek yang sibuk dengan berbagai kegiatan proyek pemerintah yang serba fisik.
"Karena kesibukan kesekjenan DPR yang ecek-ecek itu dalam mengurus berbagai proyek tersebut, akibatnya institusi DPR sendiri saat ini tengah mengalami delegitimasi," kata Peniliti Senior LIPI Siti Zuhro, dalam acara Sosialisasi Kegiatan DPD RI dengan media massa, dibuka oleh Wakil Ketua DPD RI Irman Gusman, di Bandung, Sabtu (8/11).
Kondisi yang tidak sehat itu, lanjutnya, harus segera dibenahi dengan cara mereformasi lembaga kesekjenan di parlemen, baik itu kesekjenan DPR, MPR dan DPD.
Terutama menyangkut sistem rekrutmen staf atau karyawan parlemen yang semestinya tidak harus sama dengan sistem rekrumen di departemen atau lembaga tinggi negara lainnya, kata Siti Zuhro.
Di tempat yang sama, anggota DPD RI, Wahidin Ismail, menyarankan langkah awal untuk mereformasi kesekjenan di parlemen hendaknya dimulai dari memperbaiki UU Kepegawaian.
"DPD setuju agar ada sekjen parlemen setingkat menteri membawahi sekjen MPR, DPR dan DPD," kata Wahidin Ismail, yang juga Ketua Bamus DPD itu.
Syarat utama bagi pejabat yang akan menempati posisi sekjen yang membawahi tiga kesekretariatan itu harus mempunyai kemampuan komunikasi dengan pusat dan daerah sesuai fungsi MPR, DPR, dan DPD, usul Wahidin.
Selain mengkritisi kesekjenan DPR sudah menjadi lembaga ecek-ecek, Peneliti Senior LIPI Siti Zuhro juga kecewa dengan sikap pemerintah Indonesia yang hingga kini tidak memberi tempat yang layak dan pantas bagi hasil-hasil kerja ilmiah LIPI.
"Semua departemen dan lembaga tinggi negara lebih konfiden menggunakan hasil-hasil penelitian lembaga riset internalnyaDengan kebijakan yang demikian, akhirnya banyak diantara program-program lembaga tinggi negara dan departemen yang sarat dengan kepentingan ego-sektoral," tegas Siti Zuhro.
Dijelaskan Siti, sebuah rencana penelitian di departemen dengan menggunakan lembaga penelitian internalnya didukung dengan dana minimal Rp1 miliar
BACA JUGA: KPU Jatim Siapkan Pengamanan Ekstra
Jika LIPI yang akan melakukan hal serupa maksimal hanya didukung dengan anggaran tidak lebih dari Rp185 juta.
Yang lebih mengecewakan kami, lanjutnya, sudahlah dibiayai dengan dana yang sangat minim, hasil dari kerja keras penelitian LIPI itupun tidak pernah dimanfaatkan oleh pemerintah sebagai bahan rujukan dan rekomendasi.
"Sikap lembaga tinggi negara dan departemen yang tidak mau menjadikan LIPI sebagai institusi riset yang profesional sekaligus mencerminkan belum transparannya pemerintah dalam menyusun berbagai kebijakan terkait dengan kepentingan publik," kata Siti Zuhro
BACA JUGA: UU Pilpres Ingkari Fakta Politik
BACA JUGA: Capres Independen Masih Punya Peluang
BACA ARTIKEL LAINNYA... Besar, Peluang MK Kabulkan Uji Materi UU Pilpres
Redaktur : Tim Redaksi