jpnn.com - JAKARTA – Bisa dipastikan, pemilu 2019 mendatang merupakan hal baru bagi rakyat Indonesia. Pasalnya, pemilu bukan hanya memilih calon anggota legislatif tapi juga calon presiden-wakil presiden.
Dengan demikian, pada pemilu 2019 rakyat pemilih akan menyoblos lima surat suara untuk calon anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan calon presiden-wakil presiden.
BACA JUGA: 13 Isu Krusial RUU Penyelenggaraan Pemilu
“Memang agak sulit bagi rakyat karena harus menghadapi lima surat suara, tapi ini akan lebih efektif dari segi waktu dan anggaran. Ada pakar yang menghitung, penghematan 50 persen hingga 60 persen,” kata Tim Pakar perumusan RUU Penyelenggaraan Pemilu DR.Dani Syarifudin Nawawi dalam diskusi media bertema “Membaca Secara Kritis Isu-Isu Krusial Dalam RUU Penyelenggaraan Pemilu”, yang digelar Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (21/8).
Dua pembicara lain adalah Direktur Eksekutif SPD August Mellaz, dan Peneliti Senior SPD yang juga ahli matematika (spesialisasi operation research) Didi Achdijat.
BACA JUGA: Survei: Inkonsistensi Ahok Bikin Elektabilitasnya Anjlok
Dani mengatakan, masyarakat harus terus diberi pemahaman mengenai perubahan sistem pemilu yang dulunya terpisah antara pileg dan pilpres, menjadi terintegrasi atau bersamaan pada pemilu 2019.
“Juga perlu kesiapan KPU, Bawaslu, dan DKPP sebagai penyelenggara pemilu dalam mengantisipasi perubahan sistem kepemiluan ini,” ujar Dani.
BACA JUGA: Jumlah Pemilih di Kabupaten Serang Dipastikan Bertambah
Dengan perubahan ini, lanjutnya, KPU dituntut kemampuannya menyusun, merancang, dan melaksanakan tahapan pemilu. Hal ini ditekankan, karena menurutnya, selama ini muncul “masalah” antara Kesekretariatan KPU dengan Komisioner KPU. Diharapkan, untuk pemilu mengurusi penyelenggaraan pemilu 2019, “konflik” itu tidak terjadi lagi karena bisa menganggu perumusan kebijakan.
“Sering ada perselisihan paham antara urusan teknis dengan kebijakan politis. Maka dalam pembentukan KPU, Bawaslu, dan DKPP, perlu pembagian tugas yang jelas antara Komisioner sebagai pengambil kebijakan, dengan Kesekretariatan yang mengurus teknis administratif,” beber Dani.
Untuk Bawaslu, lanjut Dani, nantinya kewenangannya akan diperkuat. Selama ini, lanjutnya, Bawaslu tidak punya gigi taring sehingga tidak bisa mengeksekusi pelanggaran-pelanggaran yang ditemukan di lapangan.
“Di dalam draf ini (Draf RUU Penyelenggaraan Pemilu, red), Bawaslu dalam tataran tertentu menjadi eksekutor,” imbuhnya.
Sedang DKPP, yang nantinya akan berubah nama menjadi Dewan Kehormatan Pemilu, tugasnya bukan hanya mengadili caleg dan penyelenggara pemilu, tapi juga capres dan cawapres. “Capres-cawapres yang melanggar aturan bisa didiskualifikasi,” terang Dani. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Peluang Calon Independen Pilkada Banten Semakin Menipis
Redaktur : Tim Redaksi