Ketika Musuh Jadi Teman demi Menjegal Kurdistan

Minggu, 01 Oktober 2017 – 06:23 WIB
Warga Kurdi Irak prokemerdekaan. Foto: kurdistan24.net

jpnn.com - Tepat saat kelompok militan Islam alias ISIS tak lagi bertaring di Irak, kaum Kurdi kembali berani bersuara. Warga wilayah otonomi khusus Kurdi melangsungkan referendum yang berujung dengan suara nyaris absolut untuk opsi merdeka.

Hasilnya, Turki, Irak, AS, dan PBB meradang. Mereka tak membolehkan Kurdi punya negara sendiri.

BACA JUGA: Dikeroyok Irak Cs, Kurdi Bertahan demi Kemerdekaan

’’Kami, Kurdi, adalah suku bangsa terbesar di dunia yang tidak punya negara sendiri,’’ tulis Amjed Rasheed, periset Institute for Middle Eastern and Islamic Studies pada Durham University, di The Guardian kemarin, Sabtu (30/9).

Karena itu, meskipun Irak dan AS serta Turki terus-terusan mendesak Kurdistan Regional Government (KRG) untuk mencabut hasil referendum, dia yakin kaumnya tidak akan membiarkan hal tersebut terjadi.

BACA JUGA: Ingin Merdeka, Kurdi Langsung Dikeroyok Enam Negara

Mendiami Greater Kurdistan yang tersebar di Irak, Iran, Turki, dan Syria sejak berakhirnya Kekaisaran Ottoman, masyarakat Kurdi terpaksa menggunakan identitas semu mereka sebagai penduduk Irak, Iran, Turki, atau Syria.

Namun, diperlakukan tidak sama dengan warga negara yang lain membuat kaum Kurdi memimpikan punya negara sendiri. Presiden KRG Masoud Barzani pun berusaha merealisasikannya Senin lalu.

BACA JUGA: Kurdi Irak Gelar Referendum, Iran dan AS Khawatir

Sesuai harapan Barzani, lebih dari 92 persen suara yang masuk dalam referendum kemerdekaan memilih ’’ya’’. Artinya, penduduk Kurdi yang bermukim di kawasan utara Irak itu menginginkan merdeka.

Angka kehadiran pemilih dalam referendum yang juga diikuti penduduk non-Kurdi tersebut berkisar 72 persen. Tidak ada alasan bagi Barzani untuk tidak membahas perceraian Kurdi dari Irak pascareferendum.

Namun, Perdana Menteri (PM) Irak Haider Al Abadi yang sejak awal punya firasat buruk terhadap referendum KRG menutup semua pintu dialog tentang kemerdekaan.

Dengan segala cara, dia berusaha mempertahankan Kurdistan Region sebagai bagian dari Irak. Maka, sejak Jumat (29/9), Irak mengisolasi Kurdistan Region dari udara. Pasukan Irak juga mengambil alih paksa kendali KRG di perbatasan.

Selain Irak, lima negara lain menghentikan seluruh penerbangan langsung mereka ke Bandara Internasional Irbil dan Bandara Internasional Sulaymaniyah.

Lima negara itu adalah Turki, Lebanon, Jordania, Uni Emirat Arab (UEA), dan Mesir. Isolasi tersebut langsung berakhir jika KRG bersedia mencabut hasil referendum yang disebut Irak dan AS ilegal itu. Tapi, Barzani bergeming.

Harapan Barzani untuk berbincang dengan Baghdad berbekal hasil referendum kandas saat Abadi menutup rapat pintu dialog pasca referendum. Baghdad hanya mau bertemu KRG untuk membicarakan masalah internal mereka sebagai bangsa.

Di antaranya, membahas pembangunan, percaturan politik, dan ekonomi. Di luar hal-hal yang bersifat internal, Abadi tak mau membahas Kurdi.

Tapi, secercah harapan muncul dari Prancis kemarin. Presiden Emmanuel Macron mengundang Abadi ke Elysee Palace untuk membahas referendum Kurdi.

Rencananya, pertemuan berlangsung pada 5 Oktober. ’’Presiden Macron akan berdialog dengan PM Abadi. Tapi, beliau mengimbau dua pihak (Irak dan Kurdi, Red) untuk tetap bersatu dan memprioritaskan pemberantasan ISIS,’’ terang jubir kepresidenan Prancis.

Reaksi dunia terhadap referendum Kurdi juga memunculkan fenomena baru. ’’Untuk kali pertama sepanjang sejarah, negara-negara yang biasanya tidak pernah kompak kini sepakat menentang referendum Kurdi,’’ kritik Rasheed.

Negara yang dia maksud adalah Syria, Irak, Iran, Turki, AS, dan Inggris. Padahal, selama ini Kurdi membantu pihak-pihak tersebut memerangi ISIS.

Sekarang ISIS berada di kubu yang sama dengan mereka dan menentang keras referendum kemerdekaan Kurdi itu.

Kepada masyarakat internasional, AS dan sekutunya menegaskan bahwa hasil referendum kemerdekaan Kurdi tersebut hanya akan mengacaukan perang antiteror.

Padahal, saat ini ISIS tersudut dan kemenangan sudah di depan mata. ’’Itu argumen yang sangat lemah. Peshmerga (pasukan paramiliter Kurdi, Red) jelas akan membela wilayah Kurdi dari kekuatan apa pun, termasuk ISIS,’’ tegas Rasheed.

Merdeka atau tidak, menurut Rasheed, Peshmerga tetap bertugas mengamankan wilayah Kurdi. ’’Semua ancaman keamanan terhadap Kurdi tetap dienyahkan. Itu sudah menjadi tugas utama Peshmerga,’’ terangnya.

Maka, alasan AS dan Inggris tentang hasil referendum Kurdi yang bisa melemahkan koalisi antiteror di Timur Tengah tidak berdasar. (AP/Reuters/CNN/BBC/hep/c22/any)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ingat Mas Nusron, BNP2TKI Tak Berwenang soal Moratorium TKI


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler