Ketika Para Dubes dan Ekspatriat Belajar Bahasa Indonesia di Jogja (1)

Berangkat Kursus Pakai Bodyguard dan Mobil Antipeluru

Jumat, 06 Maret 2009 – 11:14 WIB

Para ekspatriat dan beberapa duta besar negara sahabat kini bersemangat belajar bahasa IndonesiaSalah satu tempat kursus yang mereka tuju adalah Wisma Bahasa di Jogja

BACA JUGA: Ketika Para Dubes dan Ekspatriat Belajar Bahasa Indonesia di Jogja (1)

Karena umumnya peserta kursus orang penting, ada yang menerapkan standar pengamanan istimewa.

AGUNG PUTU ISKANDAR, Jogja


SEBUAH papan diletakkan di antara dua patung penari setinggi pinggang orang dewasa di front office Wisma Bahasa, Demangan Baru, Jogja, Rabu (4/3) lalu
Papan tersebut bertulisan: Selamat Datang, Ms Anita Ziller, Ms Nishioka, Ms Cathryn Carlson (UNDP), Ms Victoria (AUSAID).

''Itu nama-nama murid baru kami

BACA JUGA: Abdul Hadi Djamal, Legislator Penggiat Infrastruktur yang Terjerat Korupsi

Papan tersebut selalu kami pasang kalau ada murid baru
Biar murid-murid lain tahu,'' kata Customer Relation Officer Wisma Bahasa Itha Prabandhani kepada Jawa Pos saat ditemui di front office lembaga tersebut.

Ruang tamu tersebut tak terlalu besar

BACA JUGA: Kobe Shimbun. Koran yang Sudah 120 Tahun Tak Pernah Libur

Ukurannya hanya sekitar 20 meter persegiPerabotnya pun sederhanaHanya satu set meja-kursi yang terbuat dari kayuDi salah satu kursi, seorang bule berusia 30-an tahun dan berjenggot lebat duduk serius menghadap laptopNamanya Antoine Balancier, warga Belgia yang bekerja di Indonesia.

''Saya hampir setahun (kursus) di siniTapi, level saya masih pra advance, ha ha ha,'' kata Balancier dalam bahasa Indonesia yang hampir lancarWaktu setahun memang cukup lama bagi seorang bule yang belajar di Wisma Bahasa''Mestinya, tiga bulan saja sudah cukupTapi, saya sepertinya terlalu lama,'' imbuhnya seraya tersenyum lebar.

Pekerja di salah satu LSM (lembaga swadaya masyarakat) di Jogja itu mengatakan, mestinya dia bisa selesai lebih cepatNamun, karena intensitas belajarnya kurang, waktu yang dibutuhkan pun menjadi lebih lama''Apalagi, saya tidak suka belajarWaktu belajar saya bagi dengan bekerja,'' katanya.

Setahun belajar, Balancier kini sudah bisa berbicara dalam bahasa Indonesia relatif lancarBahkan, dia kini sudah bisa mengikuti perkembangan berita di koran.

Namun, tak semua koran bisa dia bacaDia lantas menyebut salah satu koran nasionalKalimat dalam koran tersebut menurut dia susah dipahamiKosa kata dan struktur kalimatnya pun membingungkanApalagi, kalimatnya panjang-panjang''Kalau koran Jawa Pos dan majalah Tempo, saya mudah memahaminya,'' ujarnya.

Wisma Bahasa adalah salah satu lembaga kursus bahasa Indonesia di JogjaLetak lembaga yang didirikan pada 1982 itu agak nyelempit di tengah kotaTempat itu berdiri di Gang Nuri, Jalan Rajawali, Demangan Baru''Kami sengaja memilih tempat belajar yang tidak langsung berhadapan dengan jalan rayaBiar suasananya tenang,'' kata Itha.

Wisma Bahasa memang tak semata-mata mengajarkan bahasaLembaga yang didirikan sejumlah mahasiswa Universitas Sanata Dharma dan Universitas Gajah Mada (UGM) 27 tahun lalu itu juga mengajarkan budaya dan metode pembelajaran yang berorientasi pada siswa.

Soal setting tempat, misalnyaDi ruang belajar dan front office, pernak-pernik khas Indonesia diletakkan di dindingMulai kerajinan tangan berupa wayang hingga foto-foto bertema masyarakat IndonesiaPatung-patung kecil terbuat dari kayu pun menghiasi dinding-dinding ruang belajar.

Itha mengatakan, belajar bahasa Indonesia di Wisma Bahasa tak cukup hanya belajar bahasaGadis imut berkacamata itu mengatakan, belajar bahasa adalah juga belajar budaya''Karena bahasa juga budaya,'' imbuh lulusan Komunikasi UGM angkatan 1998 itu.

Karena itu, Wisma Bahasa juga membudayakan bahasa IndonesiaSetiap kali berpapasan dengan para tamu, seluruh karyawan, satpam, bahkan petugas cleaning service harus menyapa dengan sapaan selamatBisa selamat pagi, selamat siang, hingga hati-hati di jalan.

Selain itu, para murid diajari menari, bahkan memasak masakan khas IndonesiaLikhu Puspa Hapsari, salah satu guru di Wisma Bahasa, pernah memberikan materi memasak soto ayam lamongan''Saya kan asli LamonganJadi, memopulerkan local wisdom-lah,'' kata wanita berambut panjang itu lantas terkekeh.

Saat itu, imbuh Likhu, dia mengenalkan bumbu-bumbu yang digunakan untuk memasak sotoKetika dia menunjukkan kunir yang masih berupa akar, semua murid kagetMereka heran dan memandangi kunir itu lekat-lekat''Kata mereka, I've never seen this in my life,'' kata nona 24 tahun itu.

Itha mengatakan, Wisma Bahasa memiliki cara tersendiri dalam mengajarkan bahasa IndonesiaMereka mengandalkan metode direct methodYakni, pembelajaran yang langsung mengajarkan bahasa Indonesia dalam konteks budaya dan bahasa IndonesiaTidak melakukan terjemahan dengan bahasa pengantarnya.

Itha mencontohkan saat mengajarkan kosa kata mejaDia tidak serta merta mengatakan bahwa meja adalah table dalam bahasa Inggris''Saya katakan sambil menunjuk meja, ini adalah meja, berulang-ulang,'' terang wanita langsing itu.

Selain memiliki metode khas, Wisma Bahasa memperlakukan para murid sebagai seorang temanHubungan keduanya lebih pada kekeluargaan daripada hubungan hirarkisKarena itu, jangan heran kalau melihat guru Wisma Bahasa menemani muridnya berburu batik di Pasar Bringharjo, Jogja.

Metode tersebut cocok dengan keinginan muridMereka benar-benar menikmati belajar bahasa IndonesiaSejumlah duta besar (Dubes) pun kepincut untuk belajar bahasa Indonesia di Wisma BahasaSampai saat ini, ada empat Dubes yang merasakan belajar bahasa Indonesia di Wisma BahasaMereka adalah Dubes Prancis Herve Ladsous, Dubes Inggris Martin Hatful, Dubes Norwegia Eivin SHomme, dan Dubes Uni Eropa Julian Wilson.

Para staf pun diikutkanMulai staf yang baru ditugaskan dari negara asal hingga para pimpinan proyek yang bekerja di IndonesiaTargetnya, mereka harus bisa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.

Soal Dubes yang kursus di Wisma Bahasa, Itha punya cerita menarikKetika itu, Dubes Inggris Martin Hatful menjadi murid merekaIni jelas bukan murid sembaranganSetiap hari Hatful menjalani tiga sesi kursusMulai pagi hingga siang dengan masing-masing sesi memakan waktu satu jam 45 menitDia pun tinggal di Hotel Hyatt Jogja selama tiga bulan penuh.

Tiap kali kursus, Hatful datang dengan maximum securityDia naik Honda CRV yang sudah dimodifikasiSeluruh bodi dan kaca mobil dibuat antipeluruDua pengawal siaga di dalam mobilNamun, karena gang yang dilalui sempit, mobil tak bisa masuk''Mobil antipeluru jadinya diparkir di depan gangPak Martin ke sini jalan,'' katanya.

Dua bodyguard berbadan tegap mengenakan setelah safari pun mendampingi sang DubesSatu pengawal bertugas menjaga halaman depan kantor Wisma Bahasa, sementara satunya berjaga di depan pintu kelas''Pokoknya, tak boleh lebih dari dua meter dari Pak Martin,'' tutur Itha.

Tentu saja pemandangan itu membuat suasana lembaga kursus dengan 30 tenaga pengajar tersebut mendadak tegangSuasana kelas yang biasanya santai dan ceria menjadi kakuApalagi, Hatful mengajak istrinya, Phyllis Hatful, belajar bahasa Indonesia di situNamun, karena Hatful sudah berada di level post intermediate, Nyonya Hatful belajar dengan Itha''Saya tegang banget jadinya,'' tutur Itha.

Itha menuturkan, mengajar Nyonya Hatful sangat berbeda dengan murid-murid lainNyonya Hatful, kata dia, begitu sopan dan sangat menjaga tata kramaDia pun lebih banyak mendengar dan menurut pada apa yang dikatakan Itha.

''Padahal, kita kalau dengan murid lain, itu biasanya nggosip duluEh, ada gosip terbaru apa nihEh, iya, si ini sekarang suka begini lhoNah, karena dengan Ibu Dubes, saya nggak bisa guyonan, semua harus seriusBahkan, contoh kalimat pun tidak bisa sembarangan,'' tuturnya.

Sejak saat itu, kata Itha, Wisma Bahasa sudah punya persiapan mental mengajar murid-murid spesial dengan penjagaan superketat''Kami tak boleh kaget lagi,'' katanya.

Lantas, suatu ketika mereka mendapat murid yang Dubes lagiYakni, Dubes Norwegia Eivin SHommeTim pengajar sudah membayangkan akan seperti apa suasana mengajar Dubes iniTernyata, perkiraan mereka salahDubes yang satu ini malah home stay di Mrican (salah satu kampung di dekat Demangan Baru, Red) dan ke Wisma Bahasa hanya berjalan kakiDia juga tanpa pengawal satu pun''Padahal, jaraknya lumayan jauh juga sih,'' kata Itha lantas terkekeh(bersambung/kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Theresia Mastai, Kapolsek yang Menyamar di Klinik Aborsi Ibu Kota


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler