Ketua DPD Gerindra Sumut Dipanggil Polisi Terkait Kasus Dugaan Makar

Rabu, 29 Mei 2019 – 15:13 WIB
Gus Irawan Pasaribu. Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, MEDAN - Penyidik Polda Sumatera Utara memanggil Ketua Partai Gerindra Sumut yang juga anggota DPR RI, Gus Irawan Pasaribu dalam kasus dugaan makar.

Sesuai jadwal pemanggilan, Gus Irawan akan diperiksa penyidik sebagai saksi pada hari ini, Rabu (29/5).

BACA JUGA: Wiranto Ungkap Motif Pembunuh Bayaran Incar Pejabat Negara

Sebelumnya Polda Sumut telah memanggil Kordinator Juru Bicara (jubir) Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak terkait kasus yang sama, Selasa (28/5) pagi. Namun, Dahnil tidak memenuhi panggilan tersebut.

Baca: Dahnil Simanjuntak Dipanggil Polisi Terkait Kasus Makar, Kapolda Sumut Bilang Begini

BACA JUGA: Mangkir Panggilan Polisi, Dahnil Jubir Prabowo: Tiket Pesawat Mahal

Kasubbid Penmas Polda Sumut AKBP MP Nainggolan menyampaikan, sejauh ini penyidik Ditreskrimum Polda Sumut telah menetapkan dua orang tersangka terkait kasus dugaan makar.

Keduanya masing-masing Wakil Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Rafdinal dan juga Sekretaris GNPF, Zulkarnain.

BACA JUGA: Dahnil Simanjuntak Dipanggil Polisi Terkait Kasus Makar, Kapolda Sumut Bilang Begini

“Benar, keduanya saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka,” ungkapnya.

MP Nainggolan menjelaskan penangkapan terhadap Rafdinal dilakukan pada, Senin (27/5) siang, setelah pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Medan tersebut tidak menghadiri 2 kali panggilan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumut.

Sedangkan penangkapan terhadap Zulkarnain, lanjut dia, dilakukan pada petang hari, tak lama usai penangkapan terhadap Rafdinal dilangsungkan. “Jadi keduanya saat ini sudah ditahan,” jelasnya.

MP Nainggolan menyebut, kasus makar ini terjadi dalam rangka kegiatan punggahan dan pawai obor yang dilakukan di Jalan Brigjen Katamso-MT Haryono-Jalan Sisingamangaraja, Medan beberapa waktu lalu. Keduanya diduga kuat mengeluarkan pernyataan terkait dengan perbuatan makar.

“Pernyataan-pernyatan bermuatan makar itu mereka sampaikan dalam rangkaian kegiatan tersebut,” pungkasnya.

Menyikapi pemanggilan sejumlah tokoh di Sumatera Utara terkait dugaan upaya makar oleh Polda Sumut, Gubernur Sumatra Utara, Edy Rahmayadi mengaku tidak terlalu mempersoalkannya.

Baca: Kubu Prabowo Disarankan Perbaiki Bukti untuk Menggugat Hasil Pilpres 2019

“Kan masih diduga. Masih diduga boleh-boleh saja, tapi diterjemahkan apa itu makar, ya,” ujarnya kepada wartawan di Kantor Gubernur Sumut, Selasa (28/5).

Edy berharap, dengan pemeriksaan itu ditemukan kebenaran. “Biar diperiksa dulu. Artinya, mana yang benar, itu ‘kan yang dicari,” sebutnya.

Edy juga setuju bahwa persoalan tuduhan dugaan makar diselesaikan polisi. “Wewenangnya polisi itu menduga seperti itu, yang penting jangan dipaksakan,” sebut Edy.

Lalu, apakah prihatin dengan pemanggilan banyak tokoh itu? Edy mengatakan tidak ada masalah. “Nggak apa apa, dipanggil kan nggak apa-apa. Biar tau mana yang benar mana yang salah,” pungkasnya.

Pertemukan Pelapor dan Terlapor

Pengamat sosial Shohibul Anshor Siregar menyarankan agar Polda Sumut mempertemukan antara pihak pelapor dan terlapor atas status tersangka makar, yang dikenakan kepada penggerak aksi massa, Rafdinal dan Zulkarnain dari Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat (GNKR) Sumut.

“Kita patut mempertanyakan, siapa sebenarnya yang melaporkan itu? Menurut saya, perlu kiranya Polda memfasilitasi si pelapor dengan terlapor. Biar mereka bisa bertemu dan saling tatap. Mana tau pula mereka saling kenal,” kata Shohibul kepada Sumut Pos, Selasa (28/5).

Menurut dia, normal ketika terlapor dikenalkan dengan pelapor dalam kaitan ini. Sebab supaya dapat bicara dari hati ke hati dan pelapor dapat menanyakan latar belakang dirinya kenapa dilaporkan.

Baca: Tanggapi Curhatan SBY, Fadli Zon: Tidak Usah Baper, Saya Setiap Hari Di-bully

“Ini mungkin bukan urusan Poldasu saja, tetapi hukum di Indonesia saat ini. Prinsip ini ada di mana-mana dan sudah menjadi kewajiban sebuah negara demokrasi, untuk memfasilitasi rakyatnya menyuarakan sesuatu terhadap pemerintahnya. Jika tidak itu sama artinya dengan kriminalisasi dan pembungkaman,” katanya.

Hemat dia, semua kejadian ini hanyalah akibat dari pelaksanaan pemilu yang mendapat protes luas dari masyarakat. Dimana ada tuduhan pelanggaran bersifat terstruktur, sistematis dan massif (TSM).

“Saya kira inikan lagi berproses di Mahkamah Konstitusi ya. Siapapun nanti yang menang, rakyat harus menerima kenyataan. Namun karena massifnya dugaan kecurangan, pemerintah melalui lembaga resmi terkait juga perlu kiranya memberi akses pembuktian terhadap hal tersebut,” kata akademisi UMSU tersebut. (dvs/prn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Diduga Terlibat Makar, Seorang Dosen Perguruan Tinggi Swasta Ditangkap Polisi


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler