Ketua KPK Prihatin Masih Ada Penilap APBN Lewat Suap

Kamis, 15 Desember 2016 – 15:58 WIB
Ketua KPK Agus Rahardjo (duduk paling kanan) dan La Ode M Syarif (duduk) sebelah kiri dalam jumpa pers di KPK, Kamis (15/12) saat menunjukkan barang bukti hasil operasi tangkap tangan (OTT) terhadap pejabat Bakamla, Rabu (14/12). Foto: Ricardo/JPNN.Com

jpnn.com - JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengaku sangat prihatin karena masih ada praktik suap terkait proyek yang dibiayai anggaran pendapatan belanja negara (APBN).

Agus mengatakan hal itu saat mengumumkan penetapan empat tersangka suap proyek pengadaan satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang dibiayai APBN Perubahan 2016 sebesar Rp 200 miliar.

BACA JUGA: MPR Merangkum Masukan Media Terkait Sosialisasi 4 Pilar

"Saya ingin menyampaikan juga kami lagi-lagi prihatin dengan kejadian seperti ini, apalagi kalau kita melihat kronologisnya nanti ini ternyata adalah APBNP 2016," kata Agus di kantornya, Kamis (15/12).

Agus menambahkan, pemerintah setiap tahun berupaya merevisi APBN demi penghematan. Namun, dalam kenyataannya masih ada oknum-oknum yang mencuri uang APBN melalui proyek negara.

BACA JUGA: Interupsi Pimpinan, Oneng Minta RUU ASN Segera Diputuskan

"Ini malah kemudian APBN ada korupsi di dalamnya. Kita harus prihatin betul dengan kejadian seperti ini," kata Agus.

Wakil Ketua KPK La Ode M Syarif menambahkan, perubahan APBN dilakukan di tengah pertengahan tahun sebagai upaya untuk penghematan. Namun dia menyesalkan masih ada praktik korupsi terkait pengadaan proyek yang dibiayai APBNP. "Nyatanya masih ada praktik korupsi di pengadaan," katanya.

BACA JUGA: KPK Jerat Deputi Bakamla dan Tiga Pengusaha sebagai Tersangka

Sebelumnya KPK menetapkan empat tersangka dalam suap proyek Bakamla. Tersangka penerima suapnya adalah Deputi Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Hadi Susilo.

Sedangkan tersangka pemberi suapnya adalah tiga orang dari swasta. Yakni Direktur PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah serta dua anak buahnya, Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta.

Eko diduga menerima suap Rp 2 miliar dalam bentuk uang dolar Amerika Serikat dan Singapura di kantor Bakamla, Jalan Dr Soepomo, Rabu (14/12). Penangkapan atas Eko setelah KPK menangkap Hardy dan Adami ditangkap di parkiran Bakamla.

Sedangkan Eko ditangkap di ruang kerjanya beberapa saat kemudian. KPK juga membawa serta seorang pegawai Bakamla yang akhirnya hanya berstatus sebagai saksi.

Penyidik mulanya langsung mengejar Fahmi di kantornya di Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat. Namun, Fahmi tidak ada di kantornya.

Meski demikian KPK sudah menjerat pria yang disebut-sebut sebagai suami Inneke Koesherawati itu sebagai tersangka pemberi suap.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, Fahmi sebaiknya menyerahkan diri. “Bila datang (menyerahkan diri red) akan lebih baik lagi," katanya.(Boy/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Honorer Kecewa Paripurna Revisi UU ASN Ditunda


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler