jpnn.com - JAKARTA - Sebuah kasus unik disidangkan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Rabu (21/8). Unik, karena pihak pengadu dan teradu sama-sama anggota KPU, tepatnya KPU Kabupaten Kepulauan Sula.
Adalah Sunadi Buamona, Ketua KPU Kabupaten Kepulauan Sula yang melakukan aksi "jeruk makan jeruk" ini. Ia menuduh tiga anak buahnya yakni Joni Pura, Basri Buamona dan Bustamin Sanaba telah melakukan pelanggaran kode etik.
BACA JUGA: DKPP Gelar Sidang Perdana Pelanggaran Etik KPU Sumsel
Sidang ini dipimpin oleh ketua majelis Nur Hidayat Sardini dengan anggota majelis Ida Budhiati, Valina Singka Subekti, Saut H Sirait dan Nelson Simanjuntak.
"Pada hari Senin tanggal 8 Juli 2013, seorang dari teradu, Joni Pura, memfotocopy formulir C-1 untuk diberikan kepada saksi pasangan calon nomur urut 5 tanpa persetujuan Ketua KPU Kabupaten Kepulauan Sula," kata kuasa hukum pengadu Nurul Anifah dalam persidangan di kantor DKPP, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (21/8).
BACA JUGA: Tuding Sudah Berniat Memenangkan Calon
Nurul menambahkan, pihak teradu juga sengaja melakukan rapat pleno perolehan suara di tiga PPK yaitu PPK Kecamatan Sulabesi Barat, PPK Kecamatan Sulabesi Tengah dan PPK Kecamatan Sulabesi Timur. Padahal, saat rapat tanggal 9 Juli 2013 itu, ketua KPU Kabupaten Sula belum hadir.
“Sekalipun diketahui ketua KPU belum berada di ruangan rapat pleno namun Teradu, Joni Pura, Basri Buamona dan Bustamin Sana pada pukul. 14.30 WIT secara sengaja melanjutkan rapat pleno dan memimpin pembahasan rekapitulasi perolehan suara di tiga PPK," ucapnya.
BACA JUGA: Gara-gara Masalah Tanda Tangan, Komisioner KPU Riau Digugat ke DKPP
Pihak pengadu juga mempersoalkan pembukaan kotak suara PPKKJ Kecamatan Lede dan PPK Kecamatan Sulabesi Tengah yang dilakukan Joni Pura, Basri Buamona dan Bustamin Sanaba. Hal tersebut dilakukan tanpa berkonsultasi dan memberitahu Ketua KPU Kabupaten Kepulauan Sula dan peserta pleno.
Sementara itu ketiga pihak teradu kompak membantah tuduhan pengadu. Joni Pura membantah pernah membagikan form C1 kepada tim sukses pasangan calon.
"Komisioner tidak pernah membagikan kepada paslon manapun," tegas Joni.
Soal rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara penghitungan suara Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Maluku Utara, Joni tidak membantah. Ia mengaku sudah menghubungi Sunadi untuk meminta izin menggelar rapat. Menurutnya, sesuai peraturan PKPU Nomor 15, rapat pleno bisa dilanjutkan apabila ketua tidak hadir.
"Kami tunggu, lalu kami telepon lagi. Tidak berapa lama, ketua hadir. Kita menunggu, tiga jam. Kita koordinasi dengan Panwas dan paslon, mereka mendesak agar rapat pleno dilanjutkan," paparnya.
Sementara mengenai pembukaan kotak suara PPK Kecamatan Lede dan PPK Kecamatan Sulabesi Tengah, pihak teradu mengaku sudah mengundang terhadap para saksi. Hanya saja, para saksi tidak hadir. Joni memastikan, pembukaan kotak suara disaksikan oleh Panwaslu.
Setelah mendengarkan keterangan pihak pengadu dan pihak teradu, majelis hakim menilai perkara ini bisa diselesaikan di internal KPU Kabupaten Sula. Anggota majelis, Valina Singka mengatakan bahwa perkara ini bisa dikoordinasikan dengan KPU tingkat provinsi.
"Ada problem apa yang terjadi, ketua melaporkan anggotanya. Harusnya permasalahan ini selesai di tingkat internal atau dikoordinasikan dengan KPU di atasnya," ucap Valina.
Dalam persidangan, majelis DKPP juga mempermasalahkan ketidakhadiran Sunadi Buamona selaku pihak pengadu. Majelis keberatan karena pihak pengadu tidak datang dan hanya mengutus pengacara.
"Mana ketua KPU-nya? Kenapa dia tidak hadir? Kenapa dikuasakan kepada pengacara? Hebat sekali, ketua KPU bisa menyewa pengacara," tandas Valina. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Teradu Gagal Terbang ke Jakarta, Sidang DKPP Ditunda
Redaktur : Tim Redaksi