Keturunan Pendekar Islam Demak Berkampung Di Pulau Bali

Selasa, 07 Juni 2016 – 13:09 WIB
Menjelang sholat tarawaih di masjid Jami Baiturahim, Banjar Kecicang, Karangasem, Bali, awal Juni 2016. Foto: Wenri Wanhar/JPNN.com.

jpnn.com - RADEN Djalil, pendekar dari Demak beserta rombongan datang dan mendirikan pemukiman di Bali; kampung Saren Jawa. 

Meski melupakan bahasa Jawa, keturunannya tetap memeluk Islam. Mereka pun memakai nama Bali. Misal, Wayan Achmad.

BACA JUGA: Istana Raja Bali Dikelilingi Kampung Islam, Ini Sejarahnya...

Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network

Seekor banteng mengamuk. Desa Kemutug panik. Seorang pendekar bernama Raden Djalil dari Demak turun tangan.

BACA JUGA: Kalah Sakti, Utusan Mekah Gagal Islamkan Raja Bali

Berkat kesaktianya, banteng tersebut terbunuh. Raden Djalil pun menetap di desa yang kemudian hari bernama Saren Jawa--berada di daerah Budakeling, Karangasem, Bali Timur.

Sejauh mana kebenaran pitutur lisan tersebut tak diketahui pasti. Yang pasti, hingga kini, makam Raden Djalil di Budakeling dikeramatkan. 

BACA JUGA: Tenganan Pegrigsingan, Masyarakat Tanpa Kelas di Pulau Bali

Dilihat dari bentuk batu nisannya, makam Raden Djalil tampak lebih sederhana dan lebih muda dibanding makam kramat Sayid Abulrachan di pesisir Buitan, Karangasem.

Baca: Kalah Sakti, Utusan Mekah Gagal Islamkan Raja Bali 

Di sana ada masjid yang disebut-sebut sebagai masjid tua. Namanya masjid Al Fathul Djalil.

Berdasarkan plakat marmer di dinding masjid, tertara tulisan; Didirikan oleh R.K.H. Abdul Djalil pada tahun 1460.

Entah sejak kapan bermula, penduduk setempat, tak lagi menggunakan bahasa ibunya--bahasa Jawa. Mereka sehari-hari berbahasa Bali. 

Lebih dari itu, "orang-orang Islam di Saren Jawa mempergunakan nama depan orang Bali yang menunjukkan tingkatan kelahiran," ungkap guru besar Ilmu Sastra Universtas Udayana (Unud) Bali, A.A.G Putra Agung kepada JPNN.com, awal Juni 2016.

Seperti Wayan, Made, Ktut, Nyoman. "Sebagai contoh ada yang bernama Wayan Achmad," ungkap Putra Agung, pendiri jurusan Ilmu Sejarah di Unud yang pernah meneliti sejarah masuknya Islam ke Pulau Bali.

Ulama setempat, KH Hasan Astari yang juga menjabat klien adat, karib disapa Made. 

JPNN sempat berkenalan dengan seorang pedagang ayam goreng bernama Wayan Masrah. Campuran nama Bali yang notabene Hindu dengan bahasa Arab. 

Meski ada yang berasal dari Jawa, hampir seluruh perkampungan Islam di Bali Timur merupakan keturunan orang Sasak, Lombok.

Mulanya mereka menganut Islam Waktu Telu. Perpindahan ke Islam waktu lima, baru terjadi sejak 1910, setelah wilayah itu kedatangan ulama dari Aceh. 

Siapakah dia? --bersambung (wow/jpnn) 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hikayat Hotel Pertama di Borobudur dan Misteri Puisi Chairil Anwar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler