Kewenangan Panggil Paksa Hilang, DPR Hormati MK

Jumat, 29 Juni 2018 – 13:14 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto dok JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan wewenang DPR melakukan pemanggilan paksa.

MK menyatakan pemanggilan paksa maupun pertimbangan Mahkamah Kehormatan Dewan (UU MKD) terkait pemanggilan anggota parlemen yang diatur dalam Undang-undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) bertentangan dengan konstitusi.

BACA JUGA: MK Tolak Uji Materi Pihak yang Ingin JK Jadi Cawapres Lagi

Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan, parlemen sangat menghormati apa pun yang sudah menjadi keputusan lembaga penjaga muruah konstitusi tersebut.

"Bagi kami sesuai komitmen dari awal apa pun keputusan MK akan kami hormati dan kami laksanakan," kata Bambang di gedung DPR, Jakarta, Jumat (29/6).

BACA JUGA: Soal Presidential Threshold, Fahri: Rakyat Jangan Dibatasi

Legislator Partai Golkar yang beken disapa Bamsoet itu mengatakan inilah bagian demokrasi. Ketika UU yang dibahas pemerintah dan DPR tidak berkesesuaian atau tak sepenuhnya menampung aspirasi rakyat ada ruang untuk mengoreksinya yaitu di MK.

Karena itu Bamsoet berpendapat bahwa hasil keputusan MK yang terbaik bagi rakyat. Namun, dia mengatakan DPR akan berpikir menyiasati bagaimana ketika menghadapi persoalan adanya pihak termasuk pemerintah yang diundang DPR untuk dimintai keterangan tapi berkali-kali tidak hadir.

BACA JUGA: Front Pembela Rakyat Ikut Gugat Pasal PT ke MK

"Kami tentu tidak bisa melakukan pemanggilan paksa. Harus ada cara-cara lebih elegan agar keinginan rakyat untuk meminta penjelasan kepada pemerintah melalui DPR bisa dilaksanakan," jelasnya.

Bamsoet mengatakan bisa saja nanti menyiasatinya melalui presiden dan wakil presiden agar menteri-menterinya hadir alias tidak mangkir. Sebab, ada beberapa case baik dalam pembahasan UU maupun dalam pengawasan, para menteri dan pejabat negara sulit dihadirkan.

Contohnya, ujar Bamsoet, pembahasan UU Karantina Kesehatan, sampai sekarang DPR belum berhasil menghadirkan pejabat setingkat direktur jenderal dengan berbagai alasan.

"Kami tidak punya alat paksa sehingga kami harus melobi menteri sampai ke presiden. Jadi itulah hambatan-hambatan kerja yang kami hadapi dan melatarbelakangi kenapa pemanggilan paksa itu penting," katanya.

Dia menegaskan, ini bukan persoalan MK berhasil menggagalkan upaya pemanggilan paksa atau tidak. Tapi, kata dia, korekkai atas suatu UU yang dianggap kurang menampung seluruh aspirasi masyarakat.

"Negara sudah menyiapkan ruang bagi suatu UU yang telah diundangkan untuk dikoreksi," tuntas mantan ketua Komisi III DPR, itu. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Desak Pemerintah Audit Pelayaran Dikelola Pemda


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler