BACA JUGA: Jaga Keamanan Negara, Sehari Tangani 1,1 Juta Insiden
Fanatisme atas nama ikatan sejarah masa lalu membuat Piala Dunia lebih terasa semarak di sanaM
BACA JUGA: Muhammad Ade Wonder Irawan, Pianis Tunanetra Spesialis Jazz
DINARSA KURNIAWAN, AmbonRibuan orang tumpah-ruah di jalanan Kota Ambon, ibu kota Provinsi Maluku, 7 Juli lalu
BACA JUGA: Setiap Murid Harus Lancar Baca Notasi Jawa
Sebagian lainnya membunyikan petasan dan saling berteriak. Sebagian besar di antara mereka kompak mengenakan atribut tim nasional sepak bola Belanda yang didominasi warna oranyeMereka juga mengarak bendera Belanda dengan berbagai ukuranKonvoi itu mereka lakukan untuk merayakan kesuksesan Belanda mengalahkan Uruguay dalam semifinal Piala Dunia 2010, sekaligus memastikan tempat di partai puncak even yang dilangsungkan di ujung selatan Benua Afrika tersebutSuasana itu berkebalikan dengan ketika pertandingan masih berjalanJalanan di Kota Ambon lengang karena sebagian besar warga memusatkan perhatian di depan layar televisi di rumah masing-masing atau di rumah-rumah kopi (sebutan orang Ambon untuk kafe, Red) yang mengadakan acara nonton bareng
Atmosfer dukungan kepada tim yang dilatih Bert van Marwijk itu memang sangat terasa di Ambon dan sekitarnyaKeluar dari Bandara Internasional Pattimura di daerah Laha, di pinggiran Ambon, tak jarang pandangan bertumbukan dengan Prinsevlag (nama bendera Belanda, Red) berwarna merah-putih-biru atau spanduk bergambar logo Federasi Sepak Bola Belanda (KNVB) yang dipasang di pinggir-pinggir jalan atau di atas genting rumah warga.
"Kami jahit sendiri bendera Belanda iniKami urunan beli kain," ucap Lucky Wattimena, warga Poka, sambil menunjuk bendera Belanda berukuran 2 x 4,5 meter yang berkibar di atas pangkalan ojek di belakang kampus Universitas Pattimura (Unpatti)
"Semua warga di sini mendukung BelandaSetiap Belanda menang, kami pawai keliling," ucapnya
Hampir di setiap perempatan Kota Ambon, warga menaikkan bendera Belanda beragam ukuranBeberapa rumah juga terlihat mencolok dengan tembok bercat oranye, warna kebesaran timnas Belanda
Sementara itu, di sejumlah toko pakaian, mendadak para pedagang ramai-ramai menjual jersey BelandaMisalnya, yang terlihat di Ambon PlazaKostum palsu sampai yang katanya asli bertebaran di sana.
Kostum yang diklaim orisinal oleh pedagangnya itu dibanderol Rp 250 ribu"Rp 300 ribu"Ini imporSaya punya kostum beberapa tim favoritTapi, yang paling laris ya BelandaSekarang, kostum Belanda yang asli tinggal duaLainnya habis diborong," ujar Ismail Tualeka, salah seorang pedagang
Orang Maluku memang sangat fanatis terhadap tim nasional BelandaLucky menyebutkan, setiap even sepak bola yang melibatkan Belanda seperti Piala Eropa maupun Piala Dunia, dukungan warga selalu meriah dan total
Atmosfer dukungan kepada tim negara lain, tampaknya, tidak dijumpai di bagian lain IndonesiaMeski sama-sama pernah dijajah Belanda, rakyat Maluku merasa memiliki ikatan emosi lebih dalam dengan Negeri Kincir Angin itu
Istilah "Belanda Hitam" untuk orang Maluku yang dipercaya sebagai kasta kelas dua dalam tentara KNIL (Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger) menjadi sebuah ikatan sejarah masa laluSetelah masa kolonialisme, sebagian di antara mereka akhirnya juga ikut ke Belanda dan menghasilkan keturunan Maluku di sana.
"Para simpatisan Republik Maluku Selatan (RMS) yang kebanyakan kabur ke Belanda juga berpengaruh terhadap lahirnya fanatisme kepada timnas Belanda," terang Heygel Tengens, salah seorang tokoh bola di Maluku.
Ikatan itu pun terus terjaga sampai saat iniWarga Maluku yang menetap di Belanda akhirnya juga memiliki keturunan yang menjadi pemain sepak bola"Kebetulan, saya sering ke BelandaDi sana, di setiap kota pasti ada komunitas Maluku," beber pria yang juga anggota Komisi Disiplin Pengprov PSSI Maluku tersebut.
Walau dianggap sangat berbau Belanda, menurut Heygel, itu hanya nilai olahraga semata yang bercampur dengan ikatan historisTak ada hubungan dengan politik atau lunturnya nasionalisme warga Maluku"Inilah bentuk keajaiban olahraga yang mampu melampaui batas-batas seperti negara, agama, dan ras," ujarnya.
Pria yang juga fans berat tim Ajax Amsterdam itu menambahkan, salah satu nama yang dikenal sebagai pionir pemain berdarah Maluku di timnas Belanda adalah Simon Melkianus TahamataPemain kelahiran Vught, Belanda, 26 Mei 1956, itu memperkuat timnas Belanda pada 1979"1986 dengan 22 caps dan dua golNama lain yang cukup dikenal adalah Sony Silooy yang memperkuat Belanda dalam Piala 1994 di Amerika Serikat.
Dalam Piala Dunia kali ini, warga Maluku, tampaknya, merasa lebih memiliki tim sepak bola BelandaSebab, tim total football itu dikapteni pemain berdarah Maluku, Giovanni van Bronckhorst, yang membela Feyenoord Rotterdam.
Ibu pemain yang akrab disapa Gio itu bermarga Sapulette yang berasal dari Pulau Saparua, Kabupaten Maluku TengahDi antara semua pemain keturunan Maluku, Gio berhasil mencapai prestasi tertinggi dengan dipercaya menjadi kapten tim
Berdasar laporan Ambon Ekspres (Jawa Pos Group), Juni tahun lalu, orang tua Gio, Bert van Bronckhorst dan Fransina Sapulette, sempat pulang kampung ke Saparua dan AmbonAnaknya yang berumur 35 tahun itu sebenarnya diajak, tapi mendadak berhalangan
Mungkin, baru setelah 25 Juli nanti Gio bisa menengok tanah leluhur ibunyaItu adalah tanggal ketika dia melakukan laga testimonial (perpisahan) sebelum gantung sepatu alias pensiun dari timnasPertandingan tersebut akan mempertemukan Feyenoord melawan tim La Liga Real Mallorca
Selain Gio, empat pemain Belanda lain dalam Piala Dunia Afsel juga memiliki darah MalukuYaitu, John Heitinga, Gregory van der Wiel, Nigel de Jong, dan Demy de ZeeuwSementara itu, Robin van Persie merupakan keturunan Jawa
Di Maluku sebenarnya ada juga pendukung timnas negara lainMereka juga menaikkan benderaMisalnya, pendukung Brazil, Jerman, dan SpanyolTapi, sifatnya hanya sporadis dan tidak fanatis seperti fans Belanda.
Dini hari nanti (12/7), sebagian besar warga Maluku pasti akan kembali memberikan dukungan untuk pasukan Oranje dalam final Piala Dunia melawan SpanyolKalau Belanda sukses mengalahkan Spanyol, itu akan menjadi sejarah baru
Mereka menjadi juara setelah pada edisi 1974 dan 1978 hanya mampu menembus final Piala DuniaBagi penduduk Maluku, titel juara kali ini tentu lebih berkesan karena tim Belanda dipimpin seorang kapten berdarah Maluku
Hal tersebut seakan memberikan garansi bahwa selebrasi warga Maluku bakal lebih heboh daripada sebelumnyaKalau sudah begitu, polisi paling dipusingkan oleh aksi para suporter yang merayakan euforia"Kami bekerja ekstra sejak Piala Dunia dimulaiTapi, perhatian terbesar kami adalah saat Belanda tandingSebab, pasti dirayakan dengan pawai keliling kota," ujar Kasatlantas Polres Ambon AKP Marianus Djatti
Sementara itu, Duta Besar Belanda Nikolaos van Dam mengaku takjub atas besarnya dukungan warga Maluku untuk tim OranjePekan lalu, ketika tengah transit dalam perjalanan ke Papua, dia melihat bendera merah-putih-biru di daerah Bandara Pattimura
"Anda tahu, bendera itu mungkin lima kali lebih besar dibanding Prinsevlag yang kami pasang di kantor Kedutaan Besar Belanda," katanya disambung tawa, Jumat (9/7).
Nikolaos juga mendapat laporan dari stafnya bahwa suasana Ambon saat Belanda melawan Uruguay dalam semifinal tak berbeda dari suasana di Assen, Amsterdam, atau Eindhoven"Semua penduduk tinggal di rumah waktu pertandingan, trem-trem kosong, dan sontak berubah menjadi pawai keliling kota ketika tim Belanda menang," katanya(*/c5/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Fotografer.net, Situs Komunitas yang Berkembang Jadi Perusahaan
Redaktur : Tim Redaksi