"Akibat penafsiran yang salah terhadap pasal tersebut, potensi kerugian konstitusional yang dialami pemohon adalah terancamnya kemerdekaan berpendapat, berbicara dan kemerdekaan pers dan berekspresi karena terjadinya pemusatan kepemilikan lembaga penyiaran, yang menciptakan dominasi dan opini publik yang tidak sehat yang diterima masyarakat," kata kuasa hukum para pemohon, Hendrayana di hadapan majelis hakim yang diketuai Harjono saat sidang di gedung MK, Jakarta, Selasa (15/11)
BACA JUGA: Daftar Hadir Dewan Harus Diumumkan
Kondisi yang terjadi saat ini, kata dia, sebuah badan hukum atau perseorangan dapat menguasai atau membeli lebih dari satu lembaga penyiaran berikut izin penyelenggaraan penyiarannya
"Pengembalian frekuensi kepada negara ini bertujuan untuk mencegah adanya monopoli dalam dunia penyiaran karena akan mengakibatkan monopoli arus informasi oleh sebuah perusahaan lembaga penyiaran sebagaimana keputusan MK terhadap perkara No 005/PUU-I/2003," kata Hendrayana.
Putusan MK tersebut, kata dia, menyatakan bahwa ketentuan Pasal 18 dan Pasal 20 jo pasal 55 ayat (1) UU penyiaran tidak bertentangan dengan hak masyarakat untuk melakukan kegiatan usaha sehingga tidak bertentangan dengan UUD 1945
BACA JUGA: DPR Tidak akan Bernegosiasi dengan KPK
Ketentuan tersebut untuk mencegah terjadinya monopoli dalam dunia penyiaran, karena akan mengakibatkan terjadinya monopoli arus informasi."Namun realisasinya ditafsirkan sepihak oleh pemilik modal dan dilegitimasi oleh negara dalam bentuk tidak adanya tidak adanya tindakan dan sanksi hukum terhadap proses penguasaan atau jual beli spektrum frekuensi radio dan IPP," kata Hendrayana
Ditambahkan, penafsiran tersebut telah menghilangkan asas, tujuan, fungsi dan arah penyelenggaraan penyiaran yang secara prinsip bertentangan dengan UU penyiaran yang bertujuan untuk menjamin keberagaman isi siaran dan keberagaman pemilikan alam penyelenggaraan penyiaran
BACA JUGA: Penuntasan Century Ada di DPR
Akibat praktek tersebut, dominasi penyelenggaraan penyiaran termasuk penguasaan opini publik telah membatasai dan mengurangi kemerdekaan warga negara dalam menyatakan pendapat, memperoleh informasi, dan kebebasan berekspresi
Sementara hakin anggota, Ahmad Fadlil Sumadi menyarankan, perlu ditambahkan sejumlah penafsiran yang lain agar poin petitum (permohonan) lebih jelas, khususnya terkait masalah penafsiran yang harus diperjelas untuk membatalkan penafsiran yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945
Selain itu, majelis hakim juga meminta agar pemohon menyertakan data perbandingan kepemilikan media di beberapa negaraTermasuk masukan dan penolakan terhadap Raja media Rupert Murdoch di Amerika"Kami akan perbaiki permohonan dalam waktu 14 hari," kata Hendrayana
Untuk diketahui, KIDP merupakan kumpulan badan hukum dan LSM yang memiliki perhatian terhadap kemerdekaan pers dalam upaya mewujudkan semokrasi penyiaran di Indonesia yang beranggotakan organisasi masyarakat sipil antara lain Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, AJI Jakarta, Aliansi Wartawan Radio Indonesia (ALWARI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP), Media Link, Remotivi, Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI), Pemantau Regulasi Regulator Media (PR2Media), Masyarakat Cipta Media (MCM), Yayasan 28, Yayasan Ladang Media, Yayasan TIFA(kyd/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Moratorium Remisi Dinilai Kejahatan Jabatan
Redaktur : Tim Redaksi