KOMENTAR Pramono Anung, yang saya baca di surat-kabar beberapa hari silam, sangat imajinerWakil Ketua DPR dari PDIP itu mengibaratkan Presiden Susilo “SBY” Bambang Yudhoyono bagai koboi
BACA JUGA: Reshuffle Saja, Pak SBY!
Mengacungkan pistol, tapi lalu menyarungkannya lagiMas Pram, rupanya sedang mengomentari peringatan SBY kepada partai koalisi pemerintahan yang dianggap membalelo alias membangkang
BACA JUGA: Memburu Tax Gap
Mas Pram tampaknya tak sabarBACA JUGA: Ahmadiyah Bubar, Mungkinkah?
Sesewaktu bisa meletus, dor-dor! Tentu, dalam bahasa metaphor.Saya kira beberapa hari ke depan ini, “korban akan jatuh.” Mudah ditebak siapa yang jadi korban karena wacana di public memfokuskan kepada partai koalisi pemerintahan yang diminta tetap setia, baik yang berada di eksekutif dan legislatifMaklum, Golkar dan PKS malah mendukung hak angket mafia pajak, sementara kolega mereka Partai Demokrat, PKB dan PPP menolaknya.
Kira-kira, dalam waktu dekat ini setelah melakukan evaluasi, maka SBY akan mereseshuffle kabinet, mungkin mencopot beberapa menteriSiapa? Agaknya, sejumlah menteri akan menunggu dengan hati berdebar.
Reshuffle, khususnya yang tidak berkinerja bagus, dan apalagi “membalelo” kepada kesepakatan parpol koalisi pemerintahan patut dilakukanYa, funismentSetidaknya agar tidak ada lagi yang melakukannya di masa depan sehingga pemerintahan bisa solid dan seiring sejalan dalam melaksanakan program.
Saya teringat kisah klasik dari Sun TzuDia diminta melatih tiga selir kesayangan Kaisar agar bisa jadi permaisuri yang baikNamun saat dilatih tak becusMalah menguap atau asyik ngerumpi.
Padahal Sun Tzu telah diberi Kaisar wewenang dahsyatJika gagal juga, Sun Tzu akan memancung leher mereka.
Ketiga selir itu diberitahu bahwa eksekusi dilakukan setelah sang surya terbit besok pagiKetiga selir itu ketakutan dan mengadu kepada KaisarSun Tzu pun dipanggil.
- “Jenderal akan memancung ketiga kesayanganku itu?”.
- “Benar, Kaisar.”
Tiba-tiba Kaisar minta eksekusi dibatalkanTak pelak, Sun Tzu berkata bahwa Kaisar tidak konsistenJika tak berani, maka para selir itu akan kian mentikoHarus berani bertindak, supaya yang lain jera
Untunglah, Kaisar menyerahEsoknya kerajaan gegerEksekusi berlangsung di depan ke 97 selir lainnyaSun Tzu mengumumkan tiga selir berikut untuk dilatih lagi“Bila gagal juga, Anda bertiga akan dipancung,” kata Sun Tzu.
***
Tampaknya sejak masa peringatan SBY hingga hari-hari ini, para petinggi parpol pendukung pemerintah sedang “diuji.” Bahkan, SBY akan bertemu langsung dengan pimpinan parpolApakah mereka tetap komit bersama koalisi, baik di eksekutif maupun di legislatifJika tidak, maka “pistol” pun akan meledakPara menteri, kader parpol koalisi itu akan terkena reshuffle.
Bagi saya, “masa luang” ini anehBukankah sudah jelas parpol mana yang membalelo dan sebaliknya loyal terhadap pemerintahan? Seluruh negeri ini sudah tahu bahwa Partai Golkar dan PKS telah menikam kehendak partai koalisi dalam kasus teranyar, yakni hak angket mafia perpajakan.
Logikanya, kok, teman seiring alias sekoalisi masih suka menjadi musuh dalam selimut? Mengapa tak langsung dicopot saja? Apakah ini gerangan, yang dimaksudkan oleh Roberta Flack dalam lagunya yang pernah kondang itu, “Killing Me, Softly?”
Saya sendiri punya logika berbedaBahwa, haruslah dilihat bagai kinerja para menteri selama iniYang berapor “merah” pantaslah didepakSementara yang berkinerja bagus patut dipertahankanSoal hak angket yang gagal itu, adalah soal lain lagi, yang bisa dinegosiasikan dengan parpol koalisi, seraya merumuskan komitment baru, atau penegasan ulang komitment lama.
Agak membingungkan pula wacana yang menyebut PKS lebih patut ditendang. Selain gemar berseberangan dengan kebijakan pemerintah, juga karena mempunyai empat kursi di cabinet, padahal suaranya di DPR tak sebanyak kursi Golkar, yang justru hanya meraih tiga kursi di cabinetDus, kebersamaan dengan Golkar layak dipertahankanLogika apa ini?
Tampaknya kepentingannya sangat bersahaja, dan sesaatYakni, jika ada voting di DPR maka suara partai koalisi akan unggulKeinginan itu ternyata tak berbanding lurus dengan fakta politikTerbukti, walau PKS dan Golkar berseberangan dengan Partai Demokrat, usulan hak angket itu tetap gagalLobi dan play politics ternyata lebih menentukan
Mestinya focus reshuffle adalah kinerjaYang prestasinya jeblok diganti saja, tetapi yang berkinerja baik jalan terus sajaLogikanya, cabinet ditempati orang yang tepat yang memungkinkan pencapaian tujuan, yakni perwujudan kesejahteraan masyarakat.
Reshuffle yang hanya bertujuan jika ada hitung-hitungan suara di DPR terhadap kebijakan pemerintah, rasanya out of focusKinerja menjadi terlupakan, padahal focus itulah yang didambakan masyarakat.
Dikhawatirkan kabinet hasil reshuffle – jika jadi dilaksanakan -- lebih bernuansa politik ketimbang kinerjaTak mustahil kelak jika kinerja merosot, partai sekoalisi tetap mendukungnya dan tidak kritis dengan alasan teman seiring harus selalu setiaWah, ini sangat merugikan rakyat.
Reshuffle bagaimana pun adalah hak prerogatif presidenTetapi jika alasannya semata demi penguasaan suara di parlemen, patut ditinjau ulangKembalilah kepada alasan murni dari reshuffle, yakni the right man on the right place.
Lagipula kita menganut kabinet presidensial, bukan parlementer! Sayangnya, praktek kenegaraan kita telanjur bak kabinet parlementerTidak mengherankan jika penentuan siapa yang duduk di cabinet selalu ditentukan oleh partai pendukungPresiden terpilih seolah-olah tersandera menampung aspirasi partai politik pendukung.
Nah, jika reshuffle ditempuh juga pasca gagalnya hak angket mafia pajak, tiba masanya presiden melakukan berdasarkan kinerjaBukan berdasarkan dukungan politik.
Seraya menunggu detik-detik reshuffle, siapa gerangan pengganti siapa? Bagi rakyat yang penting, jangan pula penggantinya lebih jeblokBahkan, menteri yang partainya setia di DPR pun tapi kinerjanya buruk, layak juga diganti
Sebaliknya, yang fraksinya kritis di DPR belum tentu menteri yang burukFraksi yang membalelo memang menjengkelkan, tetapi fraksi yang, maaf, “membeo” juga menyebalkanAh, lagu Killing Me, Softly itu memang boleh juga diresapi pak SBY.(**)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Membaca Mesir, Melirik Cina
Redaktur : Tim Redaksi