Kisah Kelam Nur Bidayati, TKI yang Divonis Mati di Tiongkok

Dua Kali Menikah, Dua Kali Suami Menikah Lagi

Selasa, 05 April 2011 – 08:08 WIB
BERHARAP PUTRINYA BEBAS: Masruri dan Siti Aminah memegang foto Nur Bidayati. Foto : Sumali/Radar Kedu/JPNN

Nur Bidayati Akrima berangkat ke Hongkong sebagai TKI sejak 2008Selama itu keluarganya di Wonosobo menganggap Nur baik-baik saja

BACA JUGA: Kisah Lain di Balik Kasus Suami yang Tertipu Beristeri Pria

Hingga pada 2 Maret lalu datanglah kabar mengejutkan: Nur segera dihukum mati di Tiongkok karena kasus narkoba
Inilah kisah perempuan 38 tahun yang nyaris tak pernah mujur itu

BACA JUGA: Aryanthi Baramuli, Delapan Tahun Bertahan dari Kanker di Komunitas Penderita Kanker



==============================
  SUMALI IBNU CHAMID, Wonosobo
==============================

TENTU saja Masruri, ayah Nur, kaget bukan kepalang menerima kabar dari kantor Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) pada 2 Maret lalu
Kabar itu menyebutkan bahwa Nur sudah divonis mati oleh pengadilan di Provinsi Guangdong, Tiongkok, dan tinggal menunggu dieksekusi

BACA JUGA: Kenikmatan Para TKI Bekerja di Masjidilharam


 
Vonis itu dijatuhkan setelah Nur tertangkap membawa 985 gram heroin di Bandara Internasional Balyun, Guangzhou, 17 Desember 2008"Yang saya kaget, waktu berangkat katanya ke HongkongKok ini tiba-tiba dapat kabar anak saya dihukum di China," ujar pria 69 tahun itu sedih saat ditemui di rumahnya di Dusun Ngaglek, Pancur Wening, Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah
 
Rasa kaget juga diungkapkan Azis Mutohar, 20, anak sulung Nur"Saya terakhir ditelepon ibu sekitar Juli 2009Waktu itu ibu hanya ngomong kalau sudah pindah kerja ke tempat lain," ujarnya"Sejak itu saya tak ditelepon lagi," imbuhnya
 
Bisa jadi, saat sedang menelepon Azis, Nur sedang menghadapi proses peradilan, tapi dia tidak menceritakan"Mungkin ibu takut kami di sini khawatir," ujarnya
 
Kemalangan Nur di Tiongkok seakan melengkapi goresan hidupnya yang nyaris tak pernah mujurTerlahir sebagai anak kedua di antara empat bersaudara, Nur sejak kecil hidup di lingkungan keluarga yang serba kekurangan
 
Ketika menikah pada 1991 dengan Budi Utomo, hidupnya pun jauh dari kecukupanKarena itu, saat anaknya (Azis) berumur hampir setahun (1992), dia nekat berangkat ke Malaysia sebagai TKI (tenaga kerja Indonesia)Di negeri jiran itu, Nur hanya bertahan sampai tiga tahunDia lantas pulang ke Wonosobo sekitar 1995Saat pulang, dia sangat terpukul karena mendapati suaminya telah menikah lagiNur lantas menggugat cerai
 
Setahun kemudian (1996), dia bekerja sebagai penjual makanan di Parakan, TemanggungDi situ, Nur hanya betah bekerja selama dua tahunPada 1998, dia memutuskan untuk bekerja di LampungAnak sulungnya dititipkan kepada orang tuanya
 
Di Lampung, Nur bekerja selama dua tahunPada 2002, dia balik lagi ke Wonosobo"Sekitar 2002, anak saya menikah lagi dengan Ahmadun," cerita MasruriDari Ahmadun, Nur dikaruniai dua anak.
 
Hidup di Wonosobo yang serba kekurangan membuat Nur tergerak lagi untuk mengadu nasib ke luar negeriKali ini dia didorong suaminya.
 
Ketika anak bungsunya berumur setahun, Nur didaftarkan untuk menjadi TKI di Hongkong oleh suaminyaPada Desember 2008, berangkatlah Nur ke Hongkong"Yang membuat saya terpukul, baru 15 hari berada di penampungan, suami Nur (Ahmadun) langsung menikah lagi," ujar Masruri geram
 
Yang membuat Masruri lebih geram, gara-gara mendorong istrinya berangkat ke Hongkong, Ahmadun mendapat bonus dari PJTKI yang memberangkatkan Nur
 
Ternyata, keberangkatan Nur ke Hongkong malah membuat nyawanya terancamKini Masruri sedang getol berjuang agar putrinya itu mendapat keringanan hukumanSebab, dari pengakuan putrinya, heroin yang dibawa Nur itu milik warga negara Ghana bernama Peter Arsen
 
Tapi, pengakuan Nur itu tak berefek apa-apa terhadap hukuman yang diterimaVonis mati tetap dijatuhkan majelis hakim di Guangzhou yang mengadili Nur
 
Dalam memperjuangkan nasib anaknya, Masruri dibantu Mayzidah Saras dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI)"Kami sudah ke Jakarta, mendatangi Kemenlu, BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia), Komisi IX DPR, hingga ke Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi," ungkap Saras kepada Radar Kedu (Jawa Pos Group)"Namun, hingga kini kami belum mendapat jaminan," lanjutnya.
 
Ketika datang ke BNP2TKI, Saras bersama keluarga Nur meminta klarifikasi mengapa lembaga yang bertanggung jawab atas penempatan TKI itu tidak mendampingiPadahal kasus tersebut bergulir sejak 2008.
 
"Nur Bidayati sejak lama menjalani sidangNamun, pihak yang berkewajiban tidak melakukan apa punSaat dikonfirmasi juga tidak memberikan jawaban yang memuaskan sama sekali," tegasnya.
 
Setelah mendapat jawaban dari BNP2TKI yang tidak bisa memberikan solusi, keluarga Nur pada 30 Maret lalu mendatangi KemenluTujuannya, meminta seluruh informasi mengenai proses sidang hingga Nur dijatuhi hukuman matiSebab, surat yang diterima keluarga hanya surat hasil sidang terakhir"Keluarga punya hak untuk mengetahui proses hukum," katanya.
 
Selain itu, lanjut dia, keluarga berharap Kemenlu bisa membantu agar mereka bisa berkomunikasi dengan NurSaras menjelaskan, kasus yang dihadapi Nur merupakan hal yang lazim dialami para TKIYakni, dipindah dari satu negara ke negara lain tanpa dipulangkan ke Indonesia lebih duluLangkah tersebut secara hukum tidak diperbolehkan

"Banyak agency yang tidak mau rugiMereka hanya asal dapat keuntungan memanfaatkan para TKI dari satu negara ke negara lainPadahal untuk Tiongkok ini tidak ada kerja sama dengan Indonesia," ungkapnya.
 
Bukan hanya itu, lanjut dia, yang patut mendapat perhatian adalah suami sendiri yang menjadi perekrut TKIBahkan menerima bonus dari PJTKI yang memberangkatkanHal itu sangat naif dan merupakan bentuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)"Kami juga akan mendampingi keluarga Nur, bagaimana nasib anak-anaknya ke depan," ujarnya.
 
Koordinator Unit Pendamping Perempuan dan Anak (UPIPA) Kabupaten Wonosobo Nur Aeniariswari berjanji meminta keterangan kepada AhmadunSebab, selama ini dia menyembunyikan surat-surat dari Nur kepada orang tuanyaTak hanya itu, uang yang pernah dikirim Nur untuk anaknya tidak pernah diberikan Ahmadun

"Kasus ini sangat mungkin merupakan KDRTKebetulan ada anak Nur yang tinggal dengan orang tuanyaJatah pengiriman uang tidak pernah diberikan," jelasnya.
 
Kepala Bagian Pemberdayaan Perempuan (PP) Kabupaten Wonosobo Lis Retno membeberkan, sejak 2007, hampir setiap tahun selalu ada korban TKI dari WonosoboBerdasar data 2007, tercatat dua TKI meninggal dan seorang TKI menjadi korban penganiayaanPada 2008, tercatat tiga kasus gaji tidak dibayarkan dan satu kasus TKI hilang
 
Lalu, pada 2009 tercatat empat kasusYakni, gaji TKI tidak dibayar, TKI dituduh mencuri, serta dua TKI meninggalPada 2010, seorang TKI meninggal di Hongkong"Melihat persoalan itu, bukan hanya TKI yang harus dibekaliPihak keluarga juga perlu mengetahui bagaimana prosedur mendapatkan keadilan," terangnya(aro/jpnn/c5/kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Nasib Dua Anak Yatim-Piatu setelah Orang Tua Mereka Tewas Diberondong 27 Peluru


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler