Kisah Perjuangan Manggala Agni I: Tak Lelah Mendinginkan Bara Api di Bawah Kaki

Sabtu, 09 Maret 2019 – 06:06 WIB
Perjuangan Manggala Agni padamkan bara api. Foto: JPG

jpnn.com - SAAT bebeberapa wilayah di Indonesia dilanda kebakaran lahan dan hutan, tak banyak masyarakat yang tahu orang-orang yang bekerja di balik itu untuk memadamkan api dan membirukan langit kembali dari asap.

Di balik  ada para pejuang yang melawan asap dari Manggala Agni Kementerian Lingkungan dan Kehutanan  (KLHK) serta petugas gabungan yang bekerja siang malam, merintangi alam yang tak selalu bersahabat demi padamkan api.

BACA JUGA: Presiden Didesak Eksekusi Putusan Hukum Terhadap 11 Perusahaan Pembakar Lahan

BACA JUGA : Pemerintah Dinilai Gagal Atasi Karhutla, Siti Nurbaya Meradang

Sampai dengan saat ini, Manggala Agni masih berjibaku untuk memadamkan titik api di beberapa wilayah di Riau. Hasilnya, dari pantauan udara, kawasan Mumugo di Rokan Hilir, Bangsal Aceh dan Medang Kampai di Dumai, tak lagi berapi.

BACA JUGA: Jelang Pilpres, Menteri KLHK: Isu Kebakaran Hutan, Itu Luar Biasa Digoreng-goreng

Menyisakan petak-petak lahan kecoklatan bekas terbakar yang berhasil dipadamkan. Heli Bell 412 PK-DAS KLHK yang melakukan patroli udara, terus terbang ke arah Pulau Rupat, Bengkalis. Dari kota Dumai, pulau indah ini hanya dipisahkan Selat.

Kawasan ini sebelumnya terbakar hebat. Heli sempat terbang rendah melihat kerja tim Manggala Agni yang masih bekerja di lokasi ini.

BACA JUGA: Pemerintah Dinilai Gagal Atasi Karhutla, Siti Nurbaya Meradang

 

Setelahnya heli berputar dan mendarat di Bandara Pinang Kampai, Dumai. Dari sinilah perjalanan darat melihat kerja Manggala Agni dimulai.

BACA JUGA : Karhutla di Bengkalis Riau Diyakini Tak Akan Merambat Sampai ke Jambi

Panas terik. Aroma lahan terbakar begitu menyengat. Tanah yang didominasi gambut masih terasa hangat bahkan panas saat diinjak meski telah menggunakan sepatu tebal.

 

Debunya seketika menyeruak memedihkan mata. Harus hati-hati saat melangkah karena masih menyisakan banyak bara di mana-mana.

Beberapa meter ke depan, lidah api terlihat menjilat. Menghanguskan pepohonan, rerumputan, dan gambut di sekitarnya. Di antara asap, debu pekat, dan bara api di dalam gambut itu, empat pasukan Manggala Agni terus merengsek maju.

Batu Bintang, Dumai Barat, menjadi lokasi pertama yang dikunjungi, Selasa (5/3) lalu. Berjarak hanya sekitar 45 menit dari bandara, dan cukup berdekatan dengan pemukiman warga, tim Manggala Agni bagai berpacu dengan waktu dan cuaca demi memadamkan bara api.

BACA JUGA : Guru Besar IPB: Jangan Politisasi Status Siaga Karhutla di Riau

Lokasi yang sulit dan tak bisa diakses kendaraan, memaksa tim Manggala Agni harus membawa seluruh peralatan dengan berjalan kaki.

Untuk mengakali stok air yang sangat terbatas, dibuatlah embung-embung air di lokasi terbakar. Luasnya sekitar 4x2 meter, dengan kedalaman lebih kurang 8 meter.

Dari embung inilah selang dipasang, dan kemudian ditarik manual untuk memadamkan jilatan api dari jarak paling terdekat. Mereka harus sangat berhati-hati, karena yang diinjak terkadang adalah api.

BACA JUGA : Gubernur Baru Riau Disambut Api Karhutla di Tiga Kabupaten

Tim juga harus memerhatikan arah angin, karena asap yang menyelimuti lokasi membuat jarak pandang begitu terbatas. Terkadang angin bisa saja membuat jilatan api berputar mengelilingi mereka.

''Kalau lahan sudah terbakar begini, tak ada yang berani mengaku milik siapa. Pokoknya kalau sudah terbakar, jadi milik kami untuk segera dipadamkan,'' kata anggota Manggala Agni, Yanweli, dengan suara yang mulai parau.

Maklum jika suaranya mulai parau, Yanweli dan teman-temannya sudah bekerja memadamkan karhutla sejak awal Januari, jauh sebelum Provinsi Riau menetapkan status siaga darurat.

Mereka menjadi garda terdepan tiap dilaporkan terjadi kebakaran, yang mayoritas terjadi di lahan milik masyarakat.

Kekuatan Daops Dumai ada 60 orang. Area tugas mereka tidak hanya di Dumai saja, tapi juga sampai ke Bengkalis dan sebagian Rokan Hilir.

Hampir setiap hari pasukan Manggala Agni turun ke lokasi, mulai dari yang bisa diakses roda empat, roda dua, bahkan hanya dengan akses jalan kaki.

''Kami jauh dari pemberitaan, karena terkadang bekerja di lokasi yang jauh dari penglihatan dan jangkauan. Bagi kami tak masalah, karena yang terpenting adalah titik api bisa segera dipadamkan,'' kata Jusman, anggota Manggala Agni lainnya.

Dikatakannya, titik api skala besar di wilayah Daops Dumai, termasuk di pulau Rupat yang sempat terbakar hebat, sudah berhasil dipadamkan. Tahapan saat ini adalah melakukan proses pendinginan.

Mayoritas yang terbakar adalah area lahan gambut yang memiliki keunikan. Di atas bisa saja tidak terlihat ada api, tapi di bawahnya masih menyisakan bara menyala.

Maka proses pendinginan sebenarnya jauh lebih sulit dan berisiko dari proses pemadaman. Bahkan butuh waktu hingga berminggu-minggu.

''Kami harus memastikan api di bawah lahan gambut benar-benar padam. Kalau pemadaman apinya terlihat, kalau proses pendinginan, bisa saja api tersembunyi di bawah kaki,'' sambung Jusman.

Proses pendinginan lainnya di wilayah Kota Dumai terletak di jalan Meranti. Lokasi ini juga masih berdekatan dengan pemukiman warga, dan titik api sudah berhasil dipadamkan.

Namun banyak titik yang masih menyisakan asap, menandakan bahwa ada bara di bawah gambut yang berpotensi menjadi titik api jika dibiarkan.

Di sini tim Manggala Agni tidak membuat embung. Mereka memanfaatkan air dari parit di tepi jalan, lalu menyambung selang demi selang hingga masuk ke dalam area terbakar. Lokasi cukup sulit karena tidak ada akses jalan.

''Kalau begini harus menebas semak belukar dan membuat jalan setapak lebih dulu, agar selang air bisa masuk,'' jelas Jusman.

Untuk membantu proses pemadaman dengan debit air yang sedikit, KLHK membekali tim Manggala Agni di lapangan dengan zat adiktif. Bahan kimia ini akan dicampur dengan air, dan disemburkan menggunakan alat pemadam bernama nozzle air.

Dengan alat ini air bercampur bahan kimia yang ramah lingkungan, disemburkan dengan tiga posisi. Melintang, menyebar, dan satu lagi dengan posisi seperti 'disuntikkan' ke dalam tanah atau lahan gambut.

''Zat ini sangat membantu mempercepat proses pemadaman maupun pendinginan, karena menutup sumber oksigen api,'' terang Jusman.

Siang mulai menyapa petang, tapi tim Manggala Agni sebagai garda terdepan pemadam dari KLHK, masih belum kunjung terlihat akan pulang.

Jusman mengatakan mereka harus benar-benar memastikan bahwa semua titik api dan titik asap sudah padam, atau paling tidak aman saat ditinggalkan.

''Di Pulau Rupat, meski saat ini sudah tak ada titik api lagi, namun tim Manggala Agni masih melakukan proses pendinginan yang penuh resiko. Bahkan ada yang harus tinggal di lokasi, sudah hampir satu bulan,'' ungkap Jusman.

Akhirnya diputuskan sore itu juga menuju Rupat, dan hanya bisa diakses menggunakan jalur darat. Diawali dengan menumpang mobil selama lebih kurang 1 jam, baru rombongan Manggala Agni sampai di pelabuhan.

Setelah mengantre dengan kendaraan warga lainnya, butuh waktu sekitar 30 menit menyeberang menggunakan kapal Roro, dari Dumai ke Tanjung Kapal, Rupat. Perjalanan yang panjang demi membirukan kembali langit Riau. (jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Karhutla di Bengkalis Riau Diyakini Tak Akan Merambat Sampai ke Jambi


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler