Kisah Tentara Venezuela Pilih Desersi daripada Tembak Saudara Sendiri

Selasa, 26 Februari 2019 – 12:22 WIB
Ratusan demonstran di perbatasan Venezuela ditembaki tentara. Foto: Miami Herald

jpnn.com, CUCUTA - Seorang desertir militer Venezuela menelepon keluarganya. Begitu telepon ditutup, tentara yang masih berusia awal 20-an tahun itu tak kuasa menahan air mata. Perasaannya campur aduk.

Antara senang dan merasa bebas karena telah meninggalkan pemerintahan Presiden Venezuela Nicolas Maduro dan khawatir tentang kondisi keluarga yang ditinggalkan.

BACA JUGA: Krisis Venezuela: Maduro Pakai Kekerasan, Oposisi Panen Dukungan

"Tentara yang setia kepada presiden mungkin akan menghukum keluarga saya. Tapi, saya pikir ini adalah keputusan terbaik yang bisa saya ambil," ujar desertir lainnya saat diwawancarai koresponden BBC Orla Guerin Minggu (24/2).

BACA JUGA: Perbatasan Venezuela Membara, Tentara Tembaki Rakyat dari Dekat

BACA JUGA: Perbatasan Venezuela Membara, Tentara Tembaki Rakyat dari Dekat

Sabtu (23/2) lebih dari 100 anggota militer Venezuela membelot. Mereka menyeberang ke Kolombia dan mendukung pemimpin oposisi Juan Guaido.

Para desertir itu seharusnya menjaga perbatasan dan menghalangi bantuan kemanusiaan masuk ke Venezuela. Namun, mereka tidak tega ketika tentara lainnya menembaki penduduk dengan peluru karet dan gas air mata.

BACA JUGA: Gotong Royong Oposisi demi Bantuan untuk Rakyat Lapar

"Saat itu saya pikir bahwa saya tak bisa menyakiti orang-orang saya sendiri," ujar seorang prajurit perempuan yang membelot. Dia masih waswas karena putrinya berada di Venezuela.

Usaha Guaido untuk membawa masuk bantuan kemanusiaan Sabtu lalu memang gagal. Militer Venezuela melawan habis-habisan. Setidaknya 4 nyawa melayang dan lebih dari 300 orang luka-luka. Beberapa truk berisi bantuan juga terbakar.

Dalam berbagai foto dan video tampak pasukan keamanan tak segan menembaki penduduk yang tak membawa senjata. Yang paling brutal adalah saat kelompok pro-Maduro datang dengan mengenakan balaclava dan menghujani penduduk dengan peluru tajam.

"Kami sadar bukan itu yang kami inginkan. Jadi, kami pergi," ujar Sersan Mayor Wilfredo, salah seorang desertir yang diwawancarai The Washington Post, kemarin (25/2).

Saat ini para desertir tersebut ditampung di gereja Katolik di Cucuta, Kolombia. Gereja itu kini dijaga pasukan keamanan rahasia.

Mereka yang membelot hanyalah tentara kelas bawah, bukan para petinggi militer. Mereka yang punya jabatan masih pikir panjang untuk berpaling karena rata-rata terbelit kasus korupsi. (sha/c10/dos)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Amankan Bantuan, Guaido Nekat ke Perbatasan


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler