Klaim Suara SBY di Bawah 50 Persen

Paparan Mega-Prabowo dan JK-Wiranto di MK

Rabu, 05 Agustus 2009 – 07:41 WIB

JAKARTA - Kubu Mega-Prabowo dan JK-Wiranto membeberkan hasil penghitungan pilpres versi masing-masingKeduanya mengungkapkan data yang menyebutkan pasangan SBY-Boediono memperoleh suara di bawah 50 persen, yang berarti tidak memenuhi syarat menang satu putaran

BACA JUGA: Mega Terisak-isak Minta MK Adil

Sementara KPU menyatakan bahwa SBY langsung menang dengan raihan 60,80 persen suara

 
Data dua kubu yang sudah dinyatakan kalah itu dibeberkan dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di Mahkamah Konstitusi kemarin

BACA JUGA: Akbar Restui Yuddy Rebut Ketum Golkar

Perolehan suara SBY-Boediono yang menggelembung mencapai 60 persen itu, kata kubu JK-Wiranto, tak lepas dari pemilih ganda dari daftar pemilih tetap yang dirilis Komisi Pemilihan Umum (KPU)

 
"Oleh karena itu, kami memohon adanya pemilu presiden ulang di seluruh provinsi," kata Chairuman Harahap, ketua tim advokasi pasangan JK Wiranto.
 
Agenda sidang sengketa pilpres kemarin ialah mendengarkan keterangan pemohon dan termohon

BACA JUGA: MK Jamin Obyektif dan Independent

Selain Chairuman, tim JK-Wiranto diwakili kuasa hukum lainnyaAntara lain, Elza Syarief, Victor WNadapdap, Andi MAsrun, dan Nudirman MunirTotal, 16 kuasa hukum dilibatkan di tim JK-Wiranto.
 
Di kubu pasangan nomor urut satu di pilpres, capres dan cawapres Megawati-Prabowo hadir langsung dalam sidangMereka didampingi ketua tim advokasi Mega-Prabowo Arteria DahlanSejumlah kuasa hukum lain juga mendampingiMisalnya, Mahendradatta, Mohamad Assegaf, Jack Sidabutar, Yosse Yuliandram, dan YuhermanSidang juga dihadiri 32 jaksa pengacara negara (JPN) yang mewakili KPU dan sejumlah?kuasa hukum SBY-Boediono sebagai pihak terkait.
 
Chairuman menyatakan, pasangan nomor urut dua telah diuntungkan dengan adanya DPT bermasalah yang dilakukan KPUSebanyak 25 juta suara fiktif ditemukan tim advokasi pasangan JK-WirantoJika dikurangi itu, lanjut dia, suara SBY tidak mencapai 73 juta suara nasional, melainkan hanya 48.571.408"Suara pasangan nomor urut dua hanya 40,36 persen," katanya.
 
Kedua tim advokasi pasangan calon mengajukan bukti yang kurang lebih seragamChairuman menyatakan, penyelenggara pemilu telah bertindak tidak adilYakni, telah terbukti menyebarkan alat peraga sosialisasi pemilu yang mengajak untuk mencontreng nomor urut dua"Pelanggaran itu juga telah ditindaklanjuti Badan Pengawas Pemilihan Umum, dengan direkomendasikannya pelanggaran kode etik," ujarnya.
 
Namun, terdapat pelanggaran yang lebih sistemik dan masif yang diduga dilakukan KPUYakni, terkait perubahan DPT sampai dua kaliKPU juga dituding lalai dalam memperbaiki DPT sebagaimana rekomendasi tim pasangan calonSelain itu, terdapat 69 ribu tempat pemungutan suara yang telah dipangkas saat pilpres"Penghilangan TPS itu menghilangkan 34,5 juta suara pemilih," tutur Chairuman.
 
Penghilangan TPS itu, lanjut dia, tidak diimbangi dengan DPT yang bersih dan jujurPasal 8 ayat 1 UU 22/2007 menyatakan, KPU berkewajiban untuk melakukan pemutakhiran data pemilih untuk ditetapkan sebagai DPTNah, fakta membuktikan bahwa terdapat dua kali perubahan DPTSetelah pada 31 Mei, DPT diubah pada 8 Juni, kemudian berubah lagi pada 6 Juli.
 
"Ada pelanggaran hukum dari termohon (KPU) karena tidak pernah melakukan pemutakhiran data pemilih sehingga DPT berubah-ubah," katanyaDalam hal itu, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengakomodasi penggunaan KTP dan paspor sebagai hak pilih tidak menghilangkan pelanggaran hukum yang dibuat KPU.
 
Hilangnya 34,5 juta suara tersebut ternyata merugikan pasangan JK-WirantoChairuman menyatakan, seharusnya JK-Win tak hanya meraih 15.081.814 suara, namun memperoleh 39.231.814 suara atau 32,59 persen"Itu berarti pasangan nomor urut dua tidak bisa serta merta ditetapkan sebagai pasangan peraih suara terbanyak, harus ada pemilu ulang," tegas Chairuman.
 
Kubu Mega-Prabowo juga menyampaikan tuntutan yang samaArteria Dahlan menyatakan, terdapat 28.658.634 penggelembungan suara di 25 provinsiPenggelembungan itu terjadi di 25 provinsi, minus di Aceh, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Bali, dan Kalimantan BaratDengan begitu, kata dia, SBY-Boediono seharusnya memperoleh 45.212.927 suara nasional"Dengan jumlah sebanyak itu, persentase pasangan nomor urut dua adalah 48,70 persenBelum mencapai 50 persen lebih suara nasional," kata Arteria.
 
Mega-Prabowo menyebut kelalaian terbesar yang dilakukan KPU adalah terkait DPTPerubahan data pemilih saat menjadi DPT menunjukkan ketidakmampuan KPU memutakhirkan data pemilih"Adalah suatu fakta hukum bahwa pilpres telah dilakukan tanpa menggunakan DPT atau tidak menggunakan DPT yang sah secara hukum," terangnya.
 
Produk DPT yang dihasilkan pun ternyata bermasalahTim Mega-Prabowo juga menyatakan adanya 22.764.981 data DPT yang bermasalahModusnya sangat beragamDi antaranya, NIK ganda, DPT tanpa NIK, DPT yang datanya kosong, DPT tanpa nama, DPT tanpa umur, dan DPT dengan isi TPS lain.
 
Seperti halnya pasangan JK-Wiranto, Mega-Prabowo juga keberatan dengan dihilangkannya 68.918 TPS yang dilakukan KPUTerlepas kebijakan itu berdasar UU Pilpres, KPU tidak melakukan pemetaan atas pengurangan TPSHal itu menghilangkan 34.459.000 suara pemilih"Kebijakan KPU yang melibatkan lembaga asing dalam tabulasi nasional telah melanggar asas penyelenggara pemilu yang independen," ujar Mahendradatta, melanjutkan pernyataan Arteria.
 
Berbeda dengan JK-Wiranto yang mengklaim suaranya bertambahPasangan Mega-Prabowo tidak menambah satu pun perolehan suaraMereka menuntut adanya pemilu ulang di seluruh provinsi, atau setidaknya di 25 provinsi yang ditemukan penggelembungan suaraSidang II akan dilanjutkan hari ini dengan mengagendakan pembuktian tahap I.
 
Secara terpisah, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menganggap bukti pemohon dalam sengketa hasil pilpres lemahAlasannya, bukti yang diajukan pasangan Mega-Prabowo dan JK-Wiranto hanya berupa data informalData tersebut dianggap tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan.
 
Hal itu disampaikan anggota KPU Andi Nurpati di kantornya, Selasa (4/8)"Berdasarkan penilaian kami, data yang dijadikan bukti oleh mereka itu hanya data informal," kata Andi sebelum persidanganData itu, kata dia, hanya berupa rekapitulasi suara versi tim kampanye.
 
Menurut Andi, data rekapitulasi suara yang resmi adalah formulir rekapitulasi yang dimiliki KPU, saksi, dan panitia pengawas pemilu (panwaslu)"Selain itu, kami menganggap itu data informal," ujarnyaBahkan, lanjut dia, data rekapitulasi suara versi pemohon itu hanya ditandatangani Fadli Zon yang menjadi salah seorang anggota tim kampanye pasangan calon.
 
Atas dasar itu, Andi yakin bahwa bukti-bukti yang dimiliki KPU lebih kuat daripada data yang dimiliki pemohon"Kami siapkan data yang kuat, termasuk formulir rekapitulasi suara hingga tingkat kabupaten/kota," tutur Andi
 
Dia menambahkan, data rekapitulasi suara dari tingkat tempat pemungutan suara (TPS) pun siap ditunjukkan di persidangan jika dibutuhkanTerkait DPT, Andi menegaskan bahwa data yang diterima pasangan calon itu bukanlah data yang telah divalidasi"Pada intinya, penetapan DPT hanya sekali," tandasnya(bay)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPU Optimis Kalahkan Capres di MK


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler