Klaim Tidak Pernah Menyadap Petinggi Negara Lain

Senin, 18 November 2013 – 18:41 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Marty Natalegawa mengklaim bahwa Indonesia tidak pernah melakukan penyadapan terhadap petinggi negara lain.

Pasalnya, selama ini pemerintah Indonesia tetap menjunjung tinggi norma dan hukum internasional dalam melakukan hubungan diplomasi.

BACA JUGA: Akbar Sebut HMI Siapkan Mahfud dan Jimly jadi Capres

Hal ini disampaikan Marty menanggapi pernyataan PM Australia, Tony Abbott  yang menganggap penyadapan sebagai hal yang lumrah dilakukan badan intelejen suatu negara.

Atas dasar itu, Abbot menolak untuk menanggapi isu penyadapan yang dilakukan badan intelijennya terhadap sejumlah pejabat Indonesia.

BACA JUGA: Akbar Kembali Sarankan Evaluasi Capres Golkar

"Saya punya berita untuk Australia, Indonesia tidak pernah melakukannya (penyadapan). Kami tidak punya urusan mendengarkan pembicaraan telepon orang lain," ujar Marty saat memberikan keterangan pers di kantor Kemlu RI, Pejambon, Jakarta, Senin (18/11).

Ditegaskannya, penyadapan merupakan tindakan kriminal yang tidak dibenarkan oleh hukum manapun. Karena itu anggapan bahwa penyadapan adalah hal yang lumrah merupakan pelecehan.

BACA JUGA: Pemerintah Seharusnya Usir Diplomat Australia

Marty mengakui, operasi intelijen merupakan bagian penting dari pertahanan dan keamanan suatu negara. Namun, ia percaya dalam melakukan operasi intelejen tidak harus melanggar norma dan hukum internasional.

"Saya tidak habis pikir, bagaimana pembicaraan privat Presiden, Ibu Negara bisa ada relevansinya dengan keamanan Australia? Ini tidak masuk akal," tegas Marty.

Sebelumnya, informasi soal penyadapan terhadap Indonesia dilansir oleh AFP, Senin (18/11). Informasi tersebut didasarkan pada dokumen rahasia yang dibocorkan oleh whistleblower asal AS Amerika Serikat, Edward Snowden.

Dokumen rahasia tersebut berhasil didapatkan oleh media setempat, Australian Broadcasting Corporation (ABC) dan media Inggris, The Guardian.

Dokumen tersebut menyebutkan bahwa Presiden SBY dan sembilan orang yang masuk dalam lingkaran dalamnya menjadi target penyadapan Australia. Lebih lanjut, dokumen itu dengan jelas menyebutkan bahwa badan intelijen elektronik Australia, atau yang juga disebut Defence Signals Directorate (DSD) telah menyadap aktivitas telepon genggam Presiden SBY selama 15 hari pada Agustus 2009 lalu. Saat itu Australia masih dipimpin oleh Perdana Menteri Kevin Rudd.

Daftar target penyadapan Australia menyebut nama-nama pejabat tinggi ternama Indonesia. Mulai dari Wakil Presiden Boediono, kemudian mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Menko Polhukam dan juga Mensesneg.

ABC melaporkan bahwa salah satu dokumen rahasia tersebut berjudul '3G impact and update' yang berisi grafik upaya intelijen Australia untuk mengimbangi teknologi 3G yang digunakan Indonesia dan sejumlah negara kawasan Asia Tenggara lainnya.

Terdapat juga daftar sejumlah orang yang menjadi target penyadapan. Bahkan intelijen Australia memiliki rekomendasi untuk memilih salah satu nama tersebut dan menjadikannya target penyadapan, dalam kasus ini adalah kepala negara Indonesia. (dil/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dorong KPK Jerat Teuku Bagus dengan TPPU


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler