jpnn.com, BATAM - Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Djati Wicaksono Hadi mengungkapkan bahwa ada 11 kontainer dari sekitar 65 kontainer limbah plastik yang saat ini berada di Batam dan masih dalam proses pengusutan.
Rencananya 11 kontainer tersebut masih menunggu proses untuk dikembalikan ke negara asalnya.
BACA JUGA: Pengusaha Sebut Penanganan Kasus Limbah di Batam Terlalu Lamban
Pengaturan pelanggaran terhadap masuknya sampah ke wilayah Indonesia telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.
Sedangkan pengaturan pelarangan masuknya limbah B3 diatur melalui Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
BACA JUGA: KLHK Bongkar Jaringan Perdagangan Gading Gajah Secara Online
BACA JUGA: Polri Klaim Kecelakaan Selama Operasi Ketupat 2019 Turun 65 Persen
Adapun pengaturan perpindahan lintas batas limbah secara internasional juga telah diatur melalui Konvensi Basel yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui keputusan Presiden No 61 Tahun 1993.
BACA JUGA: Menteri Siti Optimistis Pengelolaan Lingkungan Akan Makin Baik
"Vocal point dari Konvensi Basel tersebut adalah Direktur Jenderal PSLB3 Kementerian Lingkungan Hidup," ucapnya.
Secara internasional, Indonesia sebagai negara peratifikasi Konvensi Basel juga telah menanggulangi perpindahan lintas batas limbah ilegal sebagaimana diatur dalam Konvensi Basel.
Konvensi Basel juga memperkuat tidak boleh ada lagi impor sampah. Konvensi Basel Perserikatan Bangsa-Bangsa di Geneva, Switzerland menyatakan produsen sampah plastik besar harus mendapatkan persetujuan sebelum mengekspor sampah beracun mereka ke negara-negara di Selatan.
Pada 10 Mei 2019, sebanyak 187 negara mengambil langkah besar untuk mengendalikan krisis perdagangan plastik dengan memasukkan plastik ke dalam Konvensi Basel. Suatu perjanjian yang mengontrol pergerakan sampah dan limbah berbahaya beracun dari satu negara ke negara lain, terutama dari negara maju ke negara berkembang.
BACA JUGA: Polisi Bongkar Tempat Penyimpanan Puluhan Kilogram Sabu-sabu di Pulau Alang Bakau
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Bata, Herman Rozie mengatakan sampai saat ini sudah ada 28 kontainer bahan baku plastik yang dibuka dan diambil sampelnya. 18 diantaranya diragukan, sementara 10 lainnya tidak ada masalah karena merupakan bijih plastik yang sudah jadi.
"18 itu diragukan karena secara visual terlihat kotor dan bau. Maka kemudian diambil sampelnya, nanti bea cukai yang akan memeriksakan di laboraturium apakah mengandung B3 atau tidak," ujar herman saat ditemui di gedung Walikota Batam, Senin (17/6).
Dia mengatakan jika bahan baku tersebut terbukti terkontaminasi limbah B3, maka sesuai dengan Permendag Nomor 31 tahun 2016, bahan baku tersebut harus di ekspor kembali ke negara asal.
"Secara legal administrasi mereka jelas, perusahaan-perusahaan ini memiliki izin impor dan dokumen mereka lengkap. Surveyornya juga menyatakan tidak ada masalah. Namun fisik barang yang kita lihat kemarin kan seperti itu, tapi ini baru indikasi, kita juga tidak bisa menjudge bahwa yang diimpor ini adalah limbah B3.
“Tetapi begitu hasilnya terkontaminasi itu berbeda konteksnya. Jadi seolah-olah yang beredar sekarang kan limbah B3, padahal kan ini sampah yang diimpor yang menjadi bahan baku bagi industri plastik untuk diolah menjadi biji plastik terindikasi mengandung B3," jelas Herman.
Ditanya kredibilitas surveyor, Herman enggan berkomentar banyak. Namun Jika memang ada kecurigaan, ia berharap surveyor dari negara asal ikut bertanggung jawab. “Yang salah siapa harus dibuktikan dulu. Ditanya dulu. Kalau saya bercerita begini keliru pulak, karena mereka punya SOP juga," ucapnya.(leo)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PT Bumi Suksesindo Banyuwangi Raih Penghargaan dari Kementerian LHK
Redaktur : Tim Redaksi