KLHK Siaga Tangani Karhutla di Kalimantan Barat

Selasa, 21 Agustus 2018 – 10:04 WIB
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Foto: klhk

jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan siaga melakukan berbagai upaya pengendalian karhutla di tingkat tapak, baik upaya pencegahan atau pun penanggulangan.

"Patroli terpadu terus berlanjut untuk mengantisipasi puncak musim kemarau Agustus dan September nanti. Di Kalimantan Barat kembali diintensifkan patroli terpadu pada 65 posko desa rawan," ujar Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK, Raffles B. Panjaitan.

BACA JUGA: Mengais Rezeki Sambil Menghijaukan Bumi Sriwijaya

Berdasarkan prediksi BMKG, iklim di Indonesia tahun 2018 ini lebih kering dibandingkan tahun 2016 dan tahun 2017. Sebelumnya, iklim yang basah di tahun 2016 dan 2017 mampu menurunkan intensitas kebakaran hutan dan lahan.

"Kondisi ini patut diwaspadai di tahun 2018, dimana terjadi penumpukan bahan bakaran selama kurun waktu dua tahun ini. Dipicu iklim yang lebih panas tahun ini, membuka peluang terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang lebih besar dengan adanya penumpukan bahan bakaran sebelumnya," kata Raffles.

BACA JUGA: Satgas Karhutla Berjibaku Padamkan Titik Api di Kalbar

Prediksi dan observasi dari BMKG menunjukkan beberapa anomali yang sering berbeda pola dengan tahun-tahun sebelumnya, BMKG memprediksi akan munculnya gelombang panas (El Nino) pada bulan Oktober-Desember.

Munculnya El Nino juga diprediksi oleh beberapa Badan meteorologi Luar negeri (Jamstec Jepang, BOM Australia serta NCEP/NOAA Amerika mulai bulan Juli sampai dengan akhir tahun).

BACA JUGA: TN Bantimurung Bulusaraung Resmi jadi Warisan Dunia AHP 41

Selain itu, bulan Agustus hingga September diprediksikan sebagai puncak musim kemarau di Indonesia, dimana kondisi sejumlah wilayah di Indonesia cukup kering.

"Hal ini menyebabkan kondisi semakin rentan terjadinya karhutla terutama di wilayah–wilayah rawan, yang salah satunya diindikasikan dengan peningkatan hotspot di Sumatera dan Kalimantan, terutama Kalimantan Barat," tutur Raffles.

Dia menerangkan, Agustus ini merupakan bulan menanam bagi sebagian besar petani tradisional di Kalimantan Barat, sehingga tradisi gawai menjadi salah satu penyebab tingginya kejadian kebakaran, karena masyarakat memanfaatkan cuaca kering, untuk membakar sisa-sisa pembukaan dan pembersihan ladang mereka.

"Bulan Agustus menjadi perhatian lebih bagi KLHK. Personel Manggala Agni bersama para pihak siaga melakukan patroli pada wilayah-wilayah rawan," kata Raffles.

Dia juga menjelaskan, dalam mengawali menggarap lahan pertaniannya, masyarakat melakukan pembersihan lahan, dengan membakar yang kemudian dilanjutkan dengan nugal, yaitu membuat lubang untuk menanam benih.

"Pada masa pembersihan lahan dengan tradisi membakar inilah masa rawan terpantau hotspot. Penyiapan lahan dengan metode tersebut jika tidak dikendalikan, menyebabkan api merambat ke lahan lainnya yang lebih luas," tambahnya.

Selain itu pada tempat-tempat tertentu, penyebab kebakaran juga dapat disebabkan kelalaian kegiatan masyarakat lainnya, seperti berburu, memancing/ menangkap ikan, dan sebagainya.

Tidak lupa Raffles juga mengingatkan pentingnya dukungan penegakan hukum dari aparat yang berwenang, untuk menimbulkan efek jera, selain upaya pencegahan dan penanggulangan yang dilakukan oleh Manggala Agni di lapangan. (adv/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Isi Kemeriahan HUT RI ke 73, KLHK Tanam 800 Batang Mangrove


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Menteri Siti   KLHK  

Terpopuler