Klub Liga Indonesia Rawan jadi Penampung Uang Korupsi

Senin, 25 September 2017 – 15:01 WIB
Ilustrasi. Foto: AFP

jpnn.com, CILEGON - Modus pemberian dana sponsor untuk Cilegon United Football Club (CUFC) untuk mengaburkan uang korupsi telah terbongkar. CUFC adalah tim yang berlaga di Liga 2, dikelola oleh Tubagus Iman Ariyadi, Wali Kota Cilegon yang dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Sabtu (23/9).

Tidak tertutup kemungkinan, modus menampung uang haram itu juga marak terjadi di tempat lain. Untuk diketahui, tidak sedikit klub-klub sepak bola Liga 2 yang dikelola penyelenggara negara. Ada yang menjabat sebagai ketua umum (presiden klub) atau manajer sampai pembina.

BACA JUGA: Jadi Pasien KPK, Wali Kota Cilegon Lengser

Bukan hanya di Liga 2, di Liga 1 juga ada beberapa tim yang dikuasai kepala daerah. Antara lain, Persipura Jayapura. Klub yang berasal dari ujung timur Indonesia itu menjadikan Wali Kota Jayapura Benhur Tomi Mano sebagai ketua umum. Begitu pula dengan Sriwijaya FC yang saat ini dikelola Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin.

Meski tidak ada larangan penyelenggara negara menjadi pengurus klub sepakbola nasional, fenomena tersebut tentu berpotensi membuka ruang terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest).

BACA JUGA: Kalah di Kandang Cilegon United, PSPS Merasa Dikerjai Wasit

Pengamat sepakbola nasional Anton Sanjoyo mengatakan kepentingan itu sangat mungkin terjadi bila klub tidak dikelola secara profesional. ”Apalagi di daerah mekanisme hibah masih berlaku,” ujar Joy-sapaan Anton Sanjoyo- saat dihubungi Jawa Pos, kemarin (24/9).

Joy mengatakan, saat ini tidak banyak klub sepakbola yang me-manage keuangan mereka secara profesional. Di liga 1, misalnya, sejauh ini baru manajemen Persib Bandung yang benar-benar sudah profesional. ”Tidak lebih dari lima yang profesional di Liga 1,” imbuhnya.

BACA JUGA: Wali Kota Cilegon Dikurung di Rutan KPK

Joy menjelaskan, parameter manajemen klub profesional itu bisa dilihat dari bagaimana mereka mengelola pemasukan dan pengeluaran tim. Misal, manajemen mengurus pemasukan dari penjualan tiket dan merchandise dengan baik untuk membayar gaji pemain serta ofisial. Di dunia industri sepakbola, tim profesional cenderung lebih banyak dikelola pihak swasta.

Merujuk realita itu, peluang penyelenggara negara mengaburkan uang korupsi dengan menggunakan modus corporate social responsibility (CSR) atau sponsorship perusahaan sulit dihindari. Apalagi, belum ada aturan dari Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) yang mengatur batasan dan kewenangan penyelenggara negara dalam kepengurusan klub sepak bola.

Aturan saat ini, penyelenggara negara bebas masuk dalam struktural tim sepak bola. Hanya, mereka harus benar-benar mengelola keuangan tim secara profesional tanpa kucuran APBD murni. ”Sebenarnya tidak masalah penyelenggara negara ikut terlibat, tapi harus benar-benar profesional. Bukan mencari pemasukan tim dari uang korupsi,” tuturnya.

Potensi terjadinya konflik kepentingan dalam pengelolaan klub sepak bola tersebut sudah diendus komisi antirasuah. Apakah KPK bakal menindaklanjuti indikasi penyalahgunaan wewenang penyelenggara negara yang mengelola klub sepak bola? ”Nanti akan kami lidik (selidiki) untuk yang lainnya,” kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan kepada Jawa Pos.

Meski demikian, Basaria meminta masyarakat tidak menjustifikasi bahwa penyelenggara negara yang menjadi pengurus klub sepak bola terindikasi melakukan tindak pidana korupsi. ”Karena belum tentu seperti itu, soalnya modus ini baru kami temukan,” papar purnawirawan Polri tersebut.

Yang jelas, KPK saat ini terus mempelajari indikasi suap berkedok CSR dan sponsorship yang menjerat Wali Kota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi. Kemarin tim komisi antirasuah tersebut mengumpulkan barang bukti dari sejumlah lokasi di Kota Cilegon. Antara lain, kantor badan perizinan terpadu dan penanaman modal (BPTPM), kantor klub CUFC dan kantor PT Krakatau Industrial Estate Cilegon.

Dari kegiatan itu, KPK menyita sejumlah dokumen perizinan terkait dengan PT Krakatau Industrial Estate Cilegon. Dokumen tersebut menjadi salah satu bukti penting bagi penyidik untuk menguatkan sangkaan terhadap para tersangka. Sebelumnya, KPK juga menyita buku tabungan bank dan rekening koran CUFC.

Sebagaimana diwartakan, KPK menetapkan Iman Ariyadi sebagai tersangka dugaan suap rekomendasi analisa dampak lingkungan (AMDAL) pembangunan mall Transmart di kawasan Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC). Dalam perkara itu, KPK mengamankan uang tunai Rp 1,152 miliar.

Yang menarik, suap itu dibuat seolah-olah diberikan untuk Cilegon United. KIEC menjadi salah satu sponsor CUFC yang mendanai kebutuhan operasional tim kebanggan warga Cilegon tersebut. Dana sponsor itu disalurkan melalui skema CSR atau sponsorship perusahaan. (tyo/ben)

Beberapa Tim Liga 1 yang diurus oleh penyelenggara negara

Bhayangkara FC

Direktur Operasional: Condro Kirono (Kapolda Jawa Tengah)

Persipura Jayapura

Ketua Umum: Benhur Tommy Mano (Wali Kota Jayapura)

Madura United

CEO: Aqhsanul Qosasih (Anggota Badan Pemeriksa Keuangan)

PS TNI

Direktur Utama: Edy Rahmayadi (Panglima Komando Strategi Angkatan Darat)

Persela Lamongan

Asisten Manajer: Yuhronur Efendi (Sekda Pemkab Lamongan)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kasus Wali Kota Cilegon, Indikasi Celah Korupsi Makin Banyak


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler