jpnn.com, JAKARTA - Mantan Direktur Tindak Pidana Korupsi Kejaksaan Agung (Kejagung) Chairul Imam mengaku kaget melihat dakwaan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) dalam perkara korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).
Chairul mengaku, selama kurang lebih 40 tahun bekerja sebagai jaksa, baru kali ini melihat dakwaan setebal 121 halaman. Biasanya, kebanyakan dakwaan kurang dari 100 halaman.
BACA JUGA: Antara Kasus Korupsi e-KTP dan Makan Bubur dari Pinggir
“Saya belum pernah lihat yang sampai 100 halaman. Saya sendiri jadi jaksa tidak pernah membuat dakwaan sampai 20 halaman, tapi ini (dakwaan e-KTP) 121 halaman,” kata Chairul saat diskusi “Perang Politik E-KTP” di Jakarta, Sabtu (18/3).
Dia khawatir karena terlalu panjang, orang yang baru baca sampai setengahnya saja sudah lupa apa yang sudah dibaca di awal surat dakwaan itu.
BACA JUGA: Curiga Penganggaran e-KTP tak Lewat Bappenas
Selain soal panjangnya dakwaan, Chairul juga heran kenapa jaksa hanya mendakwa dengan pasal tindak pidana korupsi.
Dia mempertanyakan, kenapa jaksa tidak juga mendakwa dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).
BACA JUGA: Ini Beda Kasus Maling Jemuran dengan Korupsi e-KTP
Menurut dia, di dalam Undang-undang TPPU sudah jelas bahwa penyidik pencucian uang merupakan penyidik tindak pidana asal kasus korupsi.
KPK sebagai penyidik tindak pidana korupsi bisa melakukan penyidikan TPPU.
Jika ada dua dakwaan yakni korupsi dan TPPU maka hukumannya bisa lebih berat. Ini tentu akan memberikan efek jera yang lebih tinggi. “Daripada hanya satu dakwaan,” tegasnya.
Dia juga heran, mengapa orang yang disebutkan dalam dakwaan melakukan perbuatan melawan hukum justru tidak didakwa bersama-sama pula.
Menurut dia, yang didakwa bersama-sama dijadikan dalam satu berkas.
Dalam faktanya, saat ini KPK baru mendakwa mantan pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto.
“Tapi, ini saya tidak tahu kenapa tidak dijadikan satu berkas kalau memang bersama-sama. Harusnya semuanya dijadikan satu berkas perkara,” katanya.
Namun, dia memahami, ini bisa jadi merupakan strategi penuntutan oleh jaksa KPK. Biasanya, jaksa melakukan split berkas. “Itu satu strategi penuntutan saja,” tegasnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kasus e-KTP Bukan Cuma Masalah Hukum, tapi...
Redaktur & Reporter : Boy