Komisaris PT Wilmar Nabati Merasa Sebagai Korban Kebijakan Ekspor CPO

Kamis, 01 September 2022 – 01:00 WIB
Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor merasa sebagai korban kebijakan pemerintah yang berubah-ubah terkait aturan ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya, termasuk minyak goreng. Foto : ilustrasi/Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor merasa merupakan korban kebijakan pemerintah yang berubah-ubah terkait aturan ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya, termasuk minyak goreng.

Master Parulian juga membantah turut diperkaya terkait aturan CPO pada 2021-2022 seperti dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).

BACA JUGA: LPEM UI Sebut Peningkatan Ekspor CPO Mendongkrak Harga TBS Sawit

Hal itu disampaikan penasihat hukum Master Parulian, Juniver Girsang.

Juniver mengangga kliennya justru dirugikan atas kebijakan soal izin ekspor minyak goreng.
 
"Pertama, kalau dikatakan memperkaya malahan faktanya sebetulnya kami dirugikan karena kebijakan yang inkonsisten," kata Juniver saat mendampingi kliennya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/8).

BACA JUGA: Tiongkok Tambah Impor 1 Juta Ton CPO, Mendag: Terima Kasih, Presiden Jokowi

Juviner menyatakan kliennya yang sebetulnya harus mendapat perlindungan.

"Yang membuat kebijakan yang terus menerus berubah dan faktanya produsen itu korban kebijakan" sambungnya.
 
Juniver mengatakan Master Parulian tidak terima atas dakwaan jaksa.

BACA JUGA: Mulyanto Minta Pemerintah Tidak Cabut Kebijakan DMO CPO

Master Parulian berencana mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan tersebut. Terlebih, kata Juniver, terkait kebijakan Kemendag yang sebenarnya merugikan kliennya.
 
"Tidak menutup kemungkinan kami meminta pertanggungjawaban kepada pemerintah yang mengakibatkan produsen ini khususnya klien kami mengalami kerugian," terangnya.
 
Sebaliknya, JPU pada Kejagung di persidangan itu menyebut sejumlah grup usaha diuntungkan dalam perkara korupsi pemberian izin ekspor minyak sawit mentah.

Dakwaan yang dibacakan menyebutkan ada tiga grup korporasi mendapat keuntungan dari fasilitas pemberian izin ekspor CPO ini.

Pertama, Grup Musim Mas yaitu PT Musim Mas, PT Musim Mas-Fuji, PT Intibenua Perkasatama, PT. Agro Makmur Raya, PT. Megasurya Mas, dan PT. Wira Inno Mas, yang diuntungkan Rp 626.630.516.604.
 
Kemudian perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Permata Hijau, yaitu dari PT Permata Hijau Palm Oleo, PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Permata Hijau Sawit, dan PT Pelita Agung Agrindustri seluruhnya Rp 124.418.318.216.
 
Juga, ada korporasi yang tergabung dalam Grup Wilmar, PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar alam Permai, PT Multimas Nabati Sulawesi, dan PT Wilmar Bioenergi Indonesia, yang diuntungkan sebesar Rp 1.693.219.882.064.
 
Di persidangan perdana ini, JPU Kejagung menuduh lima terdakwa kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah merugikan negara sejumlah Rp 18,3 triliun.

Kelima terdakwa adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI Indra Sari Wisnu Wardhana dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor.

Kemudian, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, Penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei. (tan/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Penghapusan Pungutan Ekspor CPO Bikin Petani Sawit Bahagia, Sebegini Harga Acuan Juli


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler