jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan menyoroti persoalan rekrutmen penyelidik menjadi penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Arteria menuding ada ketidakpatuhan undang-undang, masalah legalitas, dan pengaruh terhadap beban anggaran terkait pengangkatan penyelidik menjadi penyidik KPK.
BACA JUGA: Layakkah Polri dan Jaksa Pimpin KPK? Begini Jawaban Basaria Panjaitan
Menurutnya, Pasal 1 Ayat 4 Peraturan Pimpinan KPK disebutkan bahwa rotasi dilakukan untuk perpindahan pegawai di kedeputian dan kesetjenan dengan fungsi yang sama.
“Oleh karena itu, pemindahan penyelidik menjadi penyidik tidak tepat dilakukan lewat instrumen melalui rotasi, karena memang beda fungsi antara penyelidik dan penyidik,” kata Arteria saat rapat Komisi III DPR dengan KPK di gedung parlemen, Jakarta, Senin (1/7).
BACA JUGA: Bocoran dari Ketua KPK soal 2 Tersangka Baru Kasus Korupsi E-KTP
BACA JUGA: Penjelasan Ketua KPK di Raker DPR soal Isu Anak Jaksa Agung Terjaring OTT
Menurut dia, penyelidik yang direkrut menjadi penyidik itu masuk ke dalam ranah mutasi atau alih tugas, sehingga konsekuensinya harus melalui seleksi karena bicara grade, eselon, hingga gaji yang akan dibayarkan. Karena itu, kata dia, seleksi harus menjadi kewajiban. Penyelidik tidak bisa diangkat menjadi penyidik tanpa adanya proses seleksi.
BACA JUGA: Dua Tahun Menunggu, Masinton Geram Dengar Penjelasan KPK soal Kasus Pelindo II
“Untuk mutasi itu harus dipersyaratkan ada usulan, harus ada persetujuan, harus juga diseleksi,” ujar politikus PDI Perjuangan itu.
Karena itu, Arteria menyebut yang dilakukan lembaga antikorupsi itu bisa melanggar Pasal 8 dan 16 Peraturan Pimpinan KPK sehingga seharusnya proses itu tidak boleh dijalankan.
Menurutnya, pengangkatan itu tidak sah karena dari sisi definisi maupun tugas penyelidik dan penyidik sudah beda. Bahkan, Arteria mengaku mendengar langsung bahwa masalah ini pernah diangkat di rapat pimpinan KPK, yang dihadiri sekjen, kepala biro SDM, deputi PIPM, deputi penindakan, dan lima komisioner. Menurut Arteria, dalam rapat itu Ketua KPK Agus Rahardjo mengakui ada kesalahan.
“Pertanyaannya kenapa tidak dibatalkan? Pertanyaannya kenapa diperintahkan ke salah satu deputi untuk diselesaikan, diperintahkan ke sekjen untuk tindak lanjut, yang hingga saat ini tidak ditindaklanjuti. Jadi, jangan sampai 21 penyelidik itu ilegal. Legal menurut KPK, tetapi ilegal menurut hukum,” katanya.
Selain itu, ungkap dia, juga menjadi beban bagi APBN yang sudah disetujui Komisi III DPR dalam RKA/KL untuk tambahan pegawai baru. “Nanti DPR juga terlibat membayar penyidik ilegal. Kami pengin dapat klarifikasi dan keterangan,” jelas Arteria.
BACA JUGA: Dua Tahun Menunggu, Masinton Geram Dengar Penjelasan KPK soal Kasus Pelindo II
Ketua KPK Agus Rahardjo membantah pernyataan Arteria Dahlan bahwa lembaganya menghindar untuk merekrut penyidik dari unsur Polri. “Jawabannya sama sekali tidak,” kata Agus dalam rapat itu.
Agus mengatakan, dalam waktu yang sama, KPK melalui pihak profesional merekrut dan mengetes 160 orang penyidik dari Polri, dan yang lulus untuk ikut tahap wawancara hanya 19 saja.
“Ini pihak luar, KPK tidak terlibat mengetes. Pihak luar itu meluluskan 19 orang untuk ikut wawancara. Hasil dari wawancara itu akan segera kami dapatkan,” jelasnya.
Selain itu, lanjut Agus, dari unsur kejaksaan juga dilakukan tes sekitar 50 orang, dan yang lulus wawancara hanya tujuh orang. “Ini menggambarkan bahwa kami tidak alergi menerima sumber penyidik dan penyelidik dari instansi lain. Kami welcome, karena KPK adalah tiga unsur itu,” ujarnya.
BACA JUGA: Pernyataan Lugas Pimpinan KPK Basaria Panjaitan Tanggapi Politikus NasDem
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyatakan dalam UU KPK sudah jelas bahwa lembaganya boleh mengangkat penyelidik dan penyidik.
“Itu sudah internal KPK. Jadi, pengangkatan penyidik yang berasal dari pegawai tetap KPK dibuatkanlah tata cara pengangkatan yang diatur dalam peraturan komisi dan peraturan pimpinan KPK,” kata Syarif di tempat yang sama.
Syarif menambahkan, jika belajar dari FBI di Amerika Serikat, SFO di Inggris maupun New Zealand, KPK di Hong Kong maupun Singapura, pegawai mereka adalah dari internal semua. “Tidak ada campuran pegawai, sehingga semua aturan berlaku,” ujarnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Di KPK Ada Pegawai Bercelana Cingkrang, tetapi Masih Mau Upacara & Hormat Bendera
Redaktur & Reporter : Boy