“Bagaimana bisa kita menghitung besaran subsidinya sementara revisi Perpres 71 Tahun 2005 sampai sekarang belum ada,” kritik Isma, anggota Komisi VII dalam rapat dengar pendapat dengan Dirjen Migas dan Pertamina, Rabu (27/5).
Dikatakannya, awal 2009 Komisi VII telah menetapkan selisih subsidi BBM Rp 831 miliar meski saat itu revisinya belum ada, sehingga DPR maju satu step dibanding pemerintah.
“Dulu sudah kita kasi, sekarang masak dikasi lagi, sementara pemerintah belum menyelesaikan Perpresnya
BACA JUGA: Mendag Resmikan Fasilitas Baru JICT
Sebaiknya jangan dulu ditetapkan alokasi subsidinya sebelum Perpresnya ada,” tegas perempuan berjilbab ini.Hal yang sama diungkapkan Alvin Lie, Kahar, dan Teuku Rifki
“Kita di sini sudah berbicara berbuih-buih tapi kalau tidak ada payung hukumnya kan susah
BACA JUGA: 2009, Ekspor Anjlok 26 Persen
Yang kita bicarakan di sini menyangkut uang rakyat jadi tidak boleh sembarangan karena salah sedikit, DPR lah yang akan dipanggil KPK,” tegas Alvin.Kahar menambahkan, BBN sebenarnya tidak perlu diberikan subsidi karena yang menikmatinya adalah pengusaha
“Tidak usah cari yang susah-susah, masih banyak kok yang mudah-mudah
BACA JUGA: Bank Indover Bangkrut, Bukan Tanggung Jawab Indonesia
BBN ditiadakan saja,” cetusnya.Menanggapi itu Dirjen Migas Evita HLegowo mengatakan, Perpres 71 akan selesai awal Juni mendatangSalah satu poin penting dalam Perpres tersebut adalah pengaturan bahan bakar apa saja yang mendapatkan subsidi yaitu premium, solar, kerosin, dan ditambah BBN.
“Jadi tidak banyak yang berubah, hanya ada penambahan BBN untuk subsidi,” ucapnya(esy/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kapasitas Produksi Bioethanol Minim
Redaktur : Tim Redaksi