Komisi VIII DPR Temukan 'Mark Up' ONH 2009

Selasa, 27 April 2010 – 20:31 WIB
JAKARTA - Anggota Komisi VIII DPR, Muhammad Baghowi dari Fraksi Partai Demokrat (FPD), menegaskan bahwa praktek mark up, penyelewenangan, inefisiensi dan pembohongan publik dalam penyelenggaraan ibadah haji 2009, telah berlangsung secara sangat leluasa"Perbuatan tersebut jelas-jelas telah melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Haji," kata Baghowi, di press room DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (27/4).

Untuk tiket petugas jemaah haji misalnya, Baghowi mengaku menemukan dugaan mark up yang sangat luar biasa

BACA JUGA: Kasus Misbakhun Dinilai Bernuansa Politis

"Biaya tiket petugas dianggarkan pemerintah USD 1.773 per petugas haji, sementara jumlah petugas dimaksud sebanyak 1.524 orang
Dengan rate kurs rupiah dipatok Kementerian Agama sebesar Rp 12.500, maka anggaran tiket pesawat petugas haji adalah sebesar Rp 33,7 miliar

BACA JUGA: Menkumham: Belum Temukan Warga Lapas yang Perbuatannya Disengaja

(Namun) realisasi yang dibayarkan ke pihak Garuda Airlines (GIA) hanya USD 1.300 per petugas haji, dengan total biaya Rp 24,7 miliar
Artinya, dari Rp 33,7 miliar dana terkumpul, yang disetor hanya Rp 24,7 miliar saja

BACA JUGA: Karo Perencanaan Depkes Divonis Dua Tahun

Sisanya sekitar Rp 9 miliar entah kemana," papar Baghowi.

Praktek mark up, lanjut Baghowi, juga diduga dilakukan oleh pihak GIADalam proposal tiket pesawat yang diajukan GIA ke pemerintah misalnya, dipatok harga senilai USD 1.747 per jamaahGIA mengaku dari transaksi tersebut, mereka sudah mengantongi margin laba sebesar 3,82 persen (USD 67 per jamaah), karena total biaya riil yang dikeluarkan GIA hanya USD 1,680.

"Dari dana USD 1.747 itu, di proposal GIA juga tertera biaya untuk melintas antar negara sebesar USD 18,6 per jamaahUntuk pesawat berkapasitas 450 seat, maka harga melintas antar negaranya dengan kurs Rp 12.500 menjadi Rp 104,6 juta per satu kloter per penerbangan, dengan rincian 18,6 x 12.500 x 450Musim haji 2009 lalu terdapat 497 kloter, berarti pemerintah harus membayar senilai Rp 51,9 miiar dengan rincian 104,6 juta x 497," jelas Baghowi.

Kejanggalan terjadi ketika proporsal GIA itu disandingkan dengan hukum penerbangan internasional tentang biaya melintas antarnegara yang hanya USD 812,8, atau setara dengan Rp 10,1 juta per pesawat/kloter/penerbangan"Jika dihitung untuk 497 kloter, sesungguhnya pihak GIA hanya membayar sekitar Rp 5,04 miliarIni (berarti) telah terjadi mark up, karena GIA mencantumkan anggaran biaya melintas batas Rp 51,9 miliar, sementara realisasinya hanya Rp 5,04 miliar," kata Baghowi lagi.

Lebih lanjut, Baghowi juga berjanji dalam hari-hari ke depan akan membeberkan potensi kerugian jamaah yang bersumber dari biaya pemondokan"Hitungan akumulasi, kita sudah menemumkan sekitar Rp 208 miliar dana jamaah tidak jelas kemana perginyaSaya ada datanya dan saya akan cross check ke pihak terkait, Rabu (28/4) besok," tegasnya.

Berangkat dari fakta-fakta tersebut di atas, Baghowi menduga telah terjadi pelanggaran terhadap UU Nomor 13/2008"Pasal 11 ayat 4 Undang-undang tersebut mengatakan bahwa biaya operasional Panitia Penyelenggaraan Ibadah Haji dan petugas operasional pusat dan daerah dibebankan pada APBN dan APBD," ujarnya.

Namun dalam kenyataannya, musim haji 2009 lalu biaya operasional panitia ibadah haji baik pusat maupun daerah, sepenuhnya ditarik dari jamaah"Termasuk pengadaan 22 unit kendaraan haji, gaji ke-13 dan seragam petugas haji, semua dibebankan ke jamaah," imbuhnya.

Karena terlalu banyak kejanggalan, Baghowi pun mendesak agar segera dilakukan audit investigasi khusus oleh BPK dan BPKP terhadap penyelenggaraan haji, serta berharap Kementerian Agama menurunkan ongkos naik haji (ONH) tahun 2010 sebesar Rp 5 juta, sekaligus mendorong dibentuknya Panja Dana Haji(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pembacaan Dakwaan Atas Ismeth Tertunda Lagi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler