Kontrol APBN, Bentuk Kaukus Ekonomi Konstitusi

Kamis, 19 Agustus 2010 – 07:56 WIB

JAKARTA -  Para anggota DPR yang kecewa dengan postur RAPBN 2011 yang sudah diajukan pemerintah memutuskan membentuk Kaukus Ekonomi KonstitusiMereka siap menyoroti setiap detail RAPBN karena menengarai ada mata anggaran yang tidak sesuai dengan UUD 1945 serta tidak mengutamakan kepentingan rakyat.

Kaukus tersebut terdiri atas 32 anggota dari berbagai fraksi dan komisi

BACA JUGA: Bisa Terjadi Abuse of Power

Mereka yang bergabung, antara lain, Arif Budimanta (PDIP), Kamaruddin Sjam (Golkar), Fahri Hamzah (PKS), Laurens Bahang Dama (PAN), serta Muchtar Amma dan Akbar Faisal (Hanura)
Selain itu, sejumlah anggota Demokrat ikut bergabung

BACA JUGA: DPR Sikapi Lembeknya Diplomasi Kemenlu

Di antaranya, Andi Rachmat dan Octavia Jayabaya


Kaukus yang dipimpin Arif Budimanta tersebut siap mendorong RAPBN 2011 lebih berpihak kepada masyarakat kecil

BACA JUGA: Merusak Tatanan Demokrasi !

Misalnya, pemerintah lebih banyak menggunakan anggaran untuk mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan"Nanti ada target yang akan dimasukkan sehingga bisa dipertanggungjawabkan pemerintah," kata Arif Rabu kemarin(18/8).

Misalnya, kaukus akan meminta agar pertumbuhan ekonomi 2011 lebih besar 6,5 persenSelanjutnya, setiap pertumbuhan ekonomi 1 persen harus mampu menyerap tenaga kerja 500 ribu orang"Begitupun penurunan angka kemiskinan, semua diharapkan tidak ada yang main-main dengan APBN," imbunnya.

Sementara itu, penambahan alokasi anggaran daerah dalam RAPBN 2011 tidak disikapi luar biasa oleh DPDKenaikan anggaran sekitar 9,8 persen dari APBN 2010 itu dinilai belum terlalu signifikanSebab, kenaikan anggaran tersebut belum bisa dipastikan sasarannya kepada daerah.

Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua DPD Laode Ida di Jakarta kemarin (18/8)Menurut dia, pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait dengan RAPBN 2011 hanya menyebutkan adanya kenaikan anggaran untuk daerah Rp 378,4 triliun"Tidak dipastikan apakah dana itu bisa otonom langsung ke daerah, atau melalui lembaga besar," kata Laode.

Pola yang terbangun saat ini, kata Laode, adalah adanya sejumlah anggaran yang tidak dialirkan  melalui dana alokasi umum (DAU) maupun dana alokasi khusus (DAK)Pemerintah memilih memaksimalkan anggaran untuk daerah itu melalui program yang didesain kementerian ataupun lembaga"Pola seperti ini tidak menjawab keinginan daerah," ujarnyaSebab, belum tentu apa yang diinginkan daerah sejalan dengan program tersebut.

Dia menyatakan, penambahan anggaran itu tidak bisa menjamin percepatan pembangunan di daerahSebab, hal yang normatif terjadi bahwa 80 persen anggaran untuk daerah tersedot ke kebutuhan aparatSisanya digunakan untuk penambahan infrastrukturPenyebanya, tidak semua anggaran yang direncanakan pemerintah langsung mengalir ke daerah"Ada yang masih ditahan di Jakarta," sorotnyaDia mencontohkan, anggaran untuk PNPM, BOS, Jamkesmas, dan berbagai macam subsidi juga disedot dari anggaran daerah.

Laode menyebutkan, sudah saatnya pemerintah menerapkan prinsip money follows functionDengan tanggung jawab daerah yang lebih besar, tentu pemerintah harus memberikan alokasi anggaran yang pastiJawaban yang diinginkan daerah tentu dengan adanya desentralisasi fiskal"Selama lima tahun terakhir, itu belum signifikan," ujarnya mengingatkan(dyn/bay/c4/tof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... SBY Tak Setuju Jabatannya Diperpanjang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler