Korupsi Alquran, Ahmad Jauhari Dituntut 13 Tahun Penjara

Senin, 17 Maret 2014 – 17:20 WIB
Ahmad Jauhari dituntut JPU KPK dengan pidana 13 tahun penjara dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Selatan, Senin (17/3). Foto: Ricardo/JPNN.Co,

jpnn.com - JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut terdakwa dugaan korupsi terkait proyek pengadaan Alquran pada Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Tahun Anggaran 2011 dan 2012, Ahmad Jauhari dengan pidana penjara selama 13 tahun.

Tuntuan ini terbilang tinggi karena JPU KPK menilai perbuatan Ahmad Jauhari merugikan keuangan negara sebesar Rp 27.056.731.135.

BACA JUGA: Bambang Widjojanto Nilai Alifian Mallarangeng Tak Paham Dakwaan

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 13 tahun dikurangi selama masa tahanan dan pidana denda sebesar 200 subsider enam bulan kurungan," kata Jaksa Titik Utami saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (17/3).

Jaksa menyatakan, Jauhari terbukti secara sah dan melakukan perbuatan secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana Pasal 2 ayat 1 jo 18 Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dalam dakwaan primer.

BACA JUGA: Kubu Emir Tuding KPK Istimewakan Warga AS

Selain itu, jaksa juga membebankan Jauhari untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 100 juta dan USD 15 ribu. Namun karena uang tersebut sudah dikembalikan kepada KPK maka uang yang dikembalikan tersebut dirampas untuk negara.

Dalam memberikan tuntutan, jaksa mempertimbangkan hal memberatkan dan meringankan. Hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa dilakukan di saat negara sedang giat-giatnya melakukan pemberantasan korupsi, perbuatan terdakwa mencederai perasaan umat Islam, perbuatan mencederai lembaga Departemen Agama, barang yang dikorupsi adalah kitab suci Alquran, terdakwa tidak mengakui terus terang perbuatannya, dan terdakwa tidak merasa menyesal.

BACA JUGA: Perjanjian Batu Tulis Bisa Dibawa ke Pengadilan

Sedangkan hal meringankan adalah terdakwa sopan di persidangan, terdakwa belum pernah dihukum, dan terdakwa mempunyai tanggungan keluarga.

Jaksa Rusdi Amin mengatakan bahwa Jauhari selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bersama-sama dengan Sesditjen Bimas Islam  Abdul Karim, Ketua Tim Unit Layanan Pengadaan Mashuri, Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar, anggota DPR
Zulkarnaen Djabbar, Fahd El Fouz, Ali Djufrie dan Abdul Kadir Alaydrus telah menetapkan PT Adhi Aksara Abadi Indonesia (A3I) sebagai pelaksana penggandaan Alquran Tahun Anggaran 2011. Dalam penetapan PT A3I itu mengindahkan peraturan pengadaan barang dan jasa.

Rusdi menjelaskan pemenangan PT A3I tersebut sudah direncanakan terlebih dahulu. Mengingat, anggaran penggandaan Alquran tersebut adalah milik DPR.

Selaku PPK, Jauhari disebut memerintahkan Mashuri untuk menghubungi PT A3I yang dimiliki oleh Ali Djufrie terkait pengurusan HPS (Harga Perkiraan Sendiri). "Kemudian terdakwa menyetujui (HPS) dan meminta Mashuri menandatangani HPS sebesar Rp 22.671.983.492," kata Rusdi.

Hingga akhirnya, pada 11 Oktober 2011, Jauhari menetapkan PT A3I sebagai pemenang lelang penggandaan kitab suci Alquran tahun 2011. Padahal, Jauhari tahu bahwa saat itu HPS belum ada dan tahu bahwa sejak awal paket pekerjaan tersebut adalah titipan anggota DPR.

"Terdakwa tidak memiliki kewenangan tetapkan PT A3I sebagai pemenang lelang. Sebab, anggarannya dibawah Rp 100 miliar yang sesuai kewenangan seharusnya ditetapkan oleh Ketua ULP," ujar Rusdi.

Karena itu, perbuatan Jauhari bertentangan dengan hukum. Apalagi, Jauhari menerima uang sejumlah Rp 100 juta dan USD 15 ribu dari Ali Djufrie atau Abdul Kadir.

Untuk proyek penggandaan Alquran TA 2012 dengan pagu anggaran Rp 55,075 miliar, Jauhari selaku PPK memenangkan PT Sinergi Pustaka Indonesia. Padahal, diketahui bahwa titipan dari Zulkarnaen. Selain itu, HPS dan sertifikasi barang disusun oleh PT Sinergi Pustaka Indonesia. Padahal, proses lelang belum berjalan.

"Atas perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Abdul Karim, Mashuri, Nasaruddin Umar, Zulkarnaen Djabbar, Fahd El Fouz, Ali Djufrie dan Abdul Kadir Alaydrus memenangkan PT A3I dan PT Sinergi Pustaka Indonesia, telah memperkaya terdakwa sebesar Rp 100 juta dan 15 ribu dolar Amerika, Mashuri sebesar Rp 50 juta dan USD 5.000, PT Perkasa Jaya Abadi Nusantara (PJAN) milik keluarga Zulkarnaen Djabar sebesar Rp 6,750 miliar, PT A3I dengan Dirut Ali Djufrie sebesar Rp 5.823.571.540 dan PT Sinergi Pustaka Indonesia dengan Dirut Abdul Kadir Alaydrus sebesar Rp 21.233.159.595," ucap Rusdi.

Atas perbuatannya, jaksa Antonius Budi Satria melanjutkan, merugikan keuangan negara sebesar Rp 27.056.731.135 dari dua proyek penggandaan Alquran.

Atas tuntutan itu, Jauhari merasa tuntutan jaksa masih sama seperti dakwaan. Pensiunan Pegawai Negeri Sipil Kementerian Agama itu mengaku kaget dan mempertanyakan tuntutan jaksa.

"Saya awam dengan hukum. Apa yang disampaikan dalam tuntutan masih sama seperti dakwaan. Apa ini sistemnya? Saya agak kaget. Apa gunanya sidang berbulan-bulan?" ujar Jauhari.

Jauhari menyatakan, dirinya dan tim penasihat hukum akan membuat nota pembelaan atau pledoi. Ia meminta waktu 10 hari untuk menyusun.

Namun majelis hakim memutuskan persidangan dilanjutkan minggu depan pada Senin (24/3) pukul 10.00 WIB dengan agenda pembacaan pledoi. "Kalau belum selesai (pledoinya) hari Kamis terakhir," ujar Ketua Majelis Hakim Annas Mustaqim. (gil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Laporkan Hary Tanoe, Bantah Terkait Pemilu


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler