KPAI Soroti Kasus Kejahatan Seksual di Batam

Senin, 11 September 2017 – 14:58 WIB
Ilustrasi Foto: dok.JPG

jpnn.com, JAKARTA - Peristiwa eksploitasi anak di bawah umur oleh seorang oknum biksu di Batam yang disertai kejahatan seksual menuai banyak kecaman.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang Trafficking dan Eksploitasi Ai Maryati Solihah mengatakan sudah saatnya seluruh pihak tidak memberikan ruang dan toleransi kepada pelaku kejahatan seksual.

BACA JUGA: Kasus Tiara Debora, KPAI Panggil RS Mitra Keluarga

Seperti diketahui peristiwa terjadi pada Agustus 2017, Paguyuban Sunda Batam menampung lima anak yang bekerja di Vihara, dua laki-laki dan tiga perempuan, yang sebelumnya mengaku sudah diperkosa oknum biksu.

KPAI dan KPAID Kepri sudah melakukan koordinasi beserta Kanit PPA setempat memberikan keterangan bahwa Kamis 6 September korban sudah bisa dipulangkan ke daerah asal di Jawa Barat.

BACA JUGA: Begini Kronologis Meninggalnya Tiara Debora

"KPAI sangat mengapresiasi keseriusan Kepolisian dalam menetapkan tersangka dan proses rehabilitasi terhadap korban yang jumlahnya kini lebih dari lima. Mengingat terdapat korban baru yang datang dari Jakarta dengan modus yang sama," kata Maryati dalam pernyataan resminya.

Kasus ini, lanjutnya, terus diawasi KPAID Kepri sejak awal sehingga membantu penanganan yang lebih efektif di lokasi kejadian eksploitasi anak tersebut.

BACA JUGA: Sengitnya Final Djarum Sirnas Kepri 2017

Maryati menegaskan, selain penegakkan hukum dan rehabilitasi, anak korban trafficking harus dijamin proses reintegrasi dengan keluarga dan masyarakat, karena mereka akan menanggung akibat yang sangat fatal.

“Apalagi korban mengalami perkosaan yang sangat mengguncang psikis, besar harapan kami semua pemerintah memberikan perhatian yang khusus,” terangnya.

Proses rehabilitasi korban harus sesuai UU No 21 /2007 yang menyatakan rehabilitasi kesehatan sebagai pemulihan kondisi semula baik fisik maupun psikis, dan rehabilitasi sosial sebagai pemulihan dari gangguan terhadap kondisi mental sosial dan pengembalian keberfungsian sosial.

"Kemudian hak restitusi yakni selama proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan saksi/korban harus diperhatikan sejauh mana kerugian korban," sambungnya.(esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... PLN Batam Tak Mampu Tutupi Biaya Operasional, Begini Jadinya


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler