jpnn.com - JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah lima orang terkait kasus dugaan suap pengurusan perkara tindak pidana umum terkait pemalsuan dokumen sertifikat tanah di wilayah Kabupaten Lombok Tengah dengan terdakwa seorang pengusaha atas nama Sugiharta alias Along.
Juru Bicara KPK, Johan Budi SP mengatakan, lembaganya akan melakukan pemeriksaan terhadap lima orang yang dicegah dalam kasus tersebut. Mereka diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi.
BACA JUGA: Hanura Segera Panggil Bambang W Soeharto
"Yang pasti diperiksa sebagai saksi," kata Johan di KPK, Jakarta, Senin (16/12). Namun, dia tidak mengetahui kapan pemeriksaan terhadap lima orang itu dilakukan.
Johan menjelaskan, pencegahan tersebut dilakukan sehingga sewaktu-waktu mereka diperlukan keterangannya tidak sedang berada di luar negeri. "Pencegahan dilakukan untuk enam bulan ke depan," ujarnya.
BACA JUGA: Muhaimin: Setop Diskriminasi Pekerja Perempuan
Seperti diketahui, lima orang yang dicegah adalah Ketua Dewan Pengarah Bapilu Partai Hanura Bambang Wiratmadji Soeharto, Jaksa Pratama di Kejaksaan Negeri Praya (Kasi Pidsus) Apriyanto Kurniawan, Kepala Pengadilan Negeri Praya H. Sumedi, Hakim Pratama Muda pada Pengadilan Negeri Praya Anak Agung Putra Wiratjaya, dan Hakim Pratama Muda pada Pengadilan Negeri Praya Dewi Santini.
KPK menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara tindak pidana umum terkait pemalsuan dokumen sertifikat tanah di wilayah Kabupaten Lombok Tengah dengan terdakwa seorang pengusaha atas nama Sugiharta alias Along. Mereka adalah Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat Subri dan seorang pihak swasta bernama Lusita Ani Razak.
BACA JUGA: Hanura tak Khawatir Elektabilitas Menurun
Subri disangkakan sebagai penerima suap. Ia dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan Lusita dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Barang bukti dalam kasus itu adalah mata uang dollar Amerika (USD) berupa pecahan USD 100 sebanyak 164 lembar. Sehingga ditotal berjumlah USD 16.400 atau setara Rp 190 juta. Selain itu ada ratusan lembar rupiah dalam berbagai pecahan dengan total Rp 23 juta. (gil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... RUU Desa Harus Menjadikan Pembangunan Desa Lebih Maju
Redaktur : Tim Redaksi