jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan mengungkap kaitan Dirut AirNav Polana Banguningsih Pramesti dengan kasus dugaan korupsi proyek fiktif PT Amarta Karya.
Keterkaitan Polana dalam kasus ini akan diungkap lembaga antirasuah di persidangan.
BACA JUGA: KPK Duga Hasil Korupsi Pejabat Amarta Karya Mengalir ke AirNav dan Apartemen di Margonda
"Materi pemeriksaan pasti nanti dibuka di hadapan majelis hakim," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (15/8).
Dalam proses pemeriksaan, tim penyidik mencecar Polana mengenai aliran uang hasil korupsi proyek fiktif PT Amarta Karya. Diduga hasil korupsi itu mengalir ke sejumlah kegiatan perusahaan.
BACA JUGA: Soal Kerbau di Area Bandara Lombok, AirNav: Bisa Bahaya
Meski demikian, Ali masih merahasiakan secara detail kegiatan perusahaan yang dimaksud.
"Prinsipnya kami konfirmasi kepada pihak-pihak sebagai saksi dalam rangka memperjelas dugaan perbuatan tersangka dalam perkara yang terus kami selesaikan penyidikannya ini," kata Ali.
BACA JUGA: Ternyata Buron Kasus Korupsi Ini Sudah Dilindungi AS, KPK Tak Bisa Berbuat Banyak, Siapa?
Polana diketahui telah diperiksa tim penyidik pada Rabu (2/8). Saat itu, Polana diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas perkara mantan Dirut PT Amarta Karya Catur Prabowo.
Berdasarkan informasi, Polana diduga menerima barang mewah, seperti sepeda Brompton dan jam Rolex serta sejumlah dana dari PT Amarta Karya. Dikonfirmasi mengenai hal ini, Ali sebelumnya menyatakan akan mengonfirmasi hal tersebut kepada penyidik.
"Apakah juga ada penerimaan barang, seperti sepeda Brompton dan lain-lain tentu nanti kami akan konfirmasi dulu kepada tim penyidik KPK," kata dia.
Diberitakan, KPK menetapkan mantan Dirut PT Amarta Karya Catur Prabowo dan Direktur Keuangan PT Amarta Karya Trisna Sutisna sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek fiktir Amarta Karya.
Dalam perkara ini, Catur diduga memerintahkan Trisna dan pejabat di bagian akuntansi PT Amarta Karya mempersiapkan sejumlah uang yang diperuntukkan bagi kebutuhan pribadinya. Untuk merealisasikan perintah tersebut, nantinya sumber uang diambil dari pembayaran berbagai proyek yang dikerjakan PT Amarta Karya.
Trisna bersama dengan sejumlah staf di PT Amarta Karya kemudian mendirikan dan mencari badan usaha berbentuk CV untuk menerima pembayaran subkontraktor dari PT Amarta Karya tanpa melakukan pekerjaan subkontraktor yang sebenarnya alias fiktif.
KPK menduga ada sekitar 60 proyek pengadaan PT Amarta Karya yang disubkontraktorkan secara fiktif oleh Catur dan Trisna.
Beberapa di antaranya, proyek Rumah Susun Pulo Jahe, Jakarta Timur, proyek Gedung Olahraga Univesitas Negeri Jakarta (UNJ), dan pembangunan laboratorium Bio Safety Level 3 Universitas Padjadjaran (Unpad).
Akibat dugaan korupsi ini, keuangan negara menderita kerugian sekitar Rp 46 miliar. (Tan/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Usut Kasus Suap Hasbi Hasan, KPK Periksa Riris Riska Diana hingga Windy Idol
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga