KPK Dituding Jalankan Praktik Sesat

Rabu, 21 September 2016 – 18:29 WIB
KPK. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA -- Pengamat hukum dari Universitas Indonesia Andri W Kusuma menilai KPK menjalankan praktik sesat terkait kasus suap Ketua DPD Irman Gusman.  

Menurut Andri, KPK terus berulang melakukan pelanggaran terhadap Undang-undang nomor 8 tahun 1981 tetang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

BACA JUGA: Diaz Hendropriyono: Kita Justru Melihat Laut sebagai Hambatan

"KUHAP adalah banteng terakhir dan declaration of human right bagi warga negara saat berhadapan dengan negara dalam hal ini KPK dalam konteks penegakan hukum," kata Andri, Rabu (21/9).

Menurutnya, ada beberapa azas penting penegakan hukum dalam KUHAP. Antara lain,  legalitas, keseimbangan, praduga tak bersalah, pembatalan penahanan, ganti rugi dan rehabilitasi. 

BACA JUGA: ‎Mengharukan...Para Bidan Desa PTT Menangis

Asas  itu memberikan larangan-larangan dan batasan-batasan terhadap aparat penegak hukum termasuk KPK dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.

"Dan di sisi lain juga memberikan perlindungan terhadap warga negara baik ia tersangka maupun terdakwa," ujarnya.

BACA JUGA: Polisi Gagal Merayu Bu Bidan

Ia mengatakan, kebenaran materil hanya bisa didapatkan jika aparat penegakan hukum termasuk KPK telah menjalankan KUHAP secara konsekuen, proporsional, dan profesional.

"Yang pada akhirnya akan memberikan kepastian hukum bagi seluruh masyarakat yang berujung pada stabilitas hukum itu sendiri," kata dia.

Namun, ia melanjutkan, justru saat ini yang dilakukan KPK adalah praktik sesat dalam konteks penegakan hukum pidana yang mengangkangi KUHAP, sebagai pedoman utama yang wajib ditaati di proses penyelidikan dan penyidikan.

Sebelum kasus Irman Gusman, ujar dia, sebut saja perkara pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras dan reklamasi Teluk Jakarta yang jelas-jelas sudah merugikan negara namun saat ini diduga aktor utamanya diabaikan oleh KPK.

Belum lagi kasus suap PT Brantas Abipraya yang disebut itu sebagai operasi tangkap tangan, tapi tidak ada pihak yang disuap.
"Yang terakhir tentunya kita dikagetkan dengan tindakan KPK dalam melakukan penangkapan OTT terhadap Ketua DPD Irman Gusman," katanya.

Dia menjelaskan, jika benar kesaksian  Liestyana Rizal Gusman, istri Irman,  maka sangat menyedihkan dan semakin terang benderang bahwa KPK dalam menjalankan kewenangannya telah melakukan praktik sesat. "Karena tidak mematuhi bahkan mengangkangi KUHAP," tegasnya.

Dalam OTT itu, kata dia, penyidik telah melakukan upaya paksa antara lain penggeledahan, penangkapan dan penyitaan.

Untuk itu, kata Andri, penyidik wajib memiliki surat perintah dan izin dari pengadilan yang jelas menerangkan melakukan penggeledahan, penangkapan dan penyitaan terhadap Irman Gusman.

Akan tetapi, faktanya  dalam melakukan tiga upaya paksa tersebut penyidik KPK tidak memiliki surat perintah dan izin dari pengadilan. "Bahkan, lebih parah lagi penyidik KPK tersebut malah menunjukkan surat perintah atas nama orang lain," ujarnya.

Belum lagi KPK menyatakan kesalahan Irman Gusman adalah telah melakukan dagang pengaruh. Hal ini sangat menyedihkan karena dalam UU KPK tidak terdapat delik dagang pengaruh ini. 

"Sekali lagi dalam dalam melakukan kewenangannya KPK wajib berdasarkan KUHAP dalam kontek penegakan hukum pidana ini," katanya. "Belum lagi adanya 'aroma' dugaan penjebakan atau entrapment dan lain-lain," katanya.

Ia mengatakan, praktik sesat ini tentu harus segera diakhiri karena ke depannya akan sangat berbahaya dalam penegakan hukum pidana.

Karenanya, ia berpendapat revisi KUHP dan KUHAP  sangatlah penting dalam proses bernegara. Selain itu, dia menyarankan Irman mengajukan praperadilan.

Tentunya pak Irman Gusman harus ajukan praperadilan," kata dia. (boy/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Garap Anak Buah Prasetyo sebagai Saksi Irman Gusman


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler