JAKARTA - Dugaan pemborosan uang negara atas kunjungan ke luar negeri (plesir) para anggota DPR, membuat gerah banyak pihak, tidak terkecuali Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)Lembaga antikorupsi itu berniat melakukan kajian atas agenda plesir para wakil rakyat tersebut
BACA JUGA: Daerah Lebih Gemar Korupsi APBD
Penasehat KPK Abdullah Hehamahua menuturkan, kunjungan ke luar negeri DPR tersebut, perlu dilakukan kajian lebih jauh."Perlu ditelusuri apakah anggaran yang sudah dikeluarkan dengan hasil yang diperoleh sesuai dengan kepentingan kunjungan atau tidak
Abdullah menyebutkan, ada empat jenis kunjungan ke luar negeri
BACA JUGA: Wacana Ibukota Dipindah, Gedung Baru DPR Ditunda
Antara lain muhibah pimpinan, kerjasama antarparlemen, pengawasan dan pengkajian.Kunjungan ke luar negeri wakil rakyat itu tertuang dalam Peraturan DPR RI No 1/2009 tentang Tata Tertib DPRBACA JUGA: DPR Bentuk Panja Dana Buruh Rp4,9 T
Kalau mau ke luar negeri, bisa masuk lewat kerja sama antarparlemen di mana DPR harus hadir," tegasnya.Meski tidak bermaksud meragukan kegiatan studi banding DPR, namun Abdullah menyarankan pada DPR bahwa tidak perlu bertolak ke luar negeri, jika tidak ada hasil yang jelasApalagi selama ini, laporan hasil kunjungan ke luar negeri DPR tidak pernah dipublikasikan"Kalau tidak ada urusan dengan legislasi, tidak usah ke luar negeriNanti saya usulkan untuk dikaji Litbang,"katanya.
KPK memiliki Direktorat Penelitian dan Pengembangan (Litbang) yang tugasnya melakukan kajian terhadap sistem yang dilakukan oleh lembaga pemerintahKajian itu untuk menilai apakah sistem dan kebijakan yang dilakukan pemerintah berpotensi korupsi atau tidakJika berpotensi korupsi, KPK akan merekomendasikan agar sistem dan kebijakan itu dihapus dan tidak dijalankan lagi di masa mendatang.
Baru-baru ini, KPK pun telah melakukan kajian terhadap dana aspirasi DPRHasil kajian KPK terhadap dana tersebut, yakni dana aspirasi berpotensi korupsiUntuk itu, kajian terhadap manfaat kunjungan ke luar negeri DPR, harus segera dilakukanSementara itu, menurut data dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), intensitas kegiatan studi banding akan meningkat dalam waktu dekatPasalnya, sejumlah alat kelengkapan DPR telah memprogram kegiatan tersebut.
Setidaknya, dalam Tahun Sidang 2009-2010 tercatat 12 kali kunjungan ke sembilan negara, sedangkan pada Tahun Sidang 2010-2011 DPR, tujuh kali DPR melakukan kunjungan ke tujuh negaraTotal kunjungan yang telah dilakukan adalah 19 kali studi banding ke 14 negaraKunjungan tersebut, bahkan dilakukan sebelum Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dilakukan yakni, kunjungan kerja Panja RUU Kesejahteraan Sosial di Komisi VIII pada 26 Oktober-2 November 2009 ke RRC.
Koordinator Advokasi PSHK Ronald Rofiandri mengkritik keras terkait temuan studi banding anggota DPRDia mengungkapkan, di antaranya anggota dewan tidak siap melakukan kunjungan kerja terlihat dari kedangkalan data dan informasi yang mereka dapat saat melakukan kunjunganSelain itu, juga terjadi kegagalan sistematis DPR dalam mempertanggungjawabkan dan mengolah temuan studi banding terhadap proses legislasi dan substansi RUU yang akan dibahas di DPR, dan program studi banding menyedot waktu, sementara target legislasi sangat tinggi"Keanggotaan DPR 2004-2009 bisa kita jadikan contoh bagaimana penyusunan dan publikasi laporan hasil studi banding sangat minim, bahkan buruk," tegas Ronald.
DPR periode 2009-2014 yang telah melakukan kunjungan ke-14 negara tidak jauh berbeda dengan pendahulunyaBerdasarkan data PSHK, Panja RUU Hortikultura di Komisi IV yang telah menyusun laporan hasil kunjungan kerja ke Selandia Baru pada 17-23 Agustus 2010 dan Belanda pada 14-19 September 2010"Laporan itu pun tidak menjelaskan rinci kaitan antara temuan dan hasil telaah selama studi banding dengan capaian terakhir substansi RUU HortikulturaLaporan juga belum dimuat di situs resmi DPR," katanya.
Draf hasil studi banding Panja Kepramukaan ke Afrika Selatan belum lama ini, juga masih belum diselesaikanPadahal rapat-rapat panja sendiri kembali berlanjutYang memprihatinkan, laporan yang disampaikan secara lisan kepada wartawan tidak berbeda jauh dengan isi sebuah situs khusus kepramukaan"Kalau begitu, tidak perlu sampai jauh-jauh ke Afrika selatanDengan mencari informasi di internet saja sudah bisa,"imbuhnya(ken)
BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Tegaskan Tolak Kenaikan TDL
Redaktur : Tim Redaksi