JAKARTA - Kasus korupsi persetujuan dan penggunaan dana hasil penjualan saham (divestasi) PT Kaltim Prima Coal (KPC) yang diduga merugikan negara Rp 609 miliar dan tengah membelit Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Awang Faroek Ishak, ternyata tak disupervisi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)Padahal, kasus itu bukan hanya menyangkut Awang, tapi juga 10 tersangka dan terdakwa lainnya
BACA JUGA: Merasa Senasib, Syamsul-Panda Tertawa
Juru bicara KPK Johan Budi SP menyebutkan, sampai sekarang pihaknya tak pernah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung (JAM Pidsus Kejagung) terkait kasus dugaan korupsi Awang Faroek
BACA JUGA: Polri Usulkan Pemecatan Polwan Penyidik Gayus Tambunan
Menurut Johan, SPDP menjadi pintu masuk bagi KPK untuk ikut mengawasi (supervisi) dan membantu penuntaasan suatu kasus korupsi. Tugas supervisi KPK ini tertuang dalam UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK. "Tapi untuk kasus korupsi sebesar itu, seharusnya kita dikirimi SPDP
Hanya saja, KPK tak bisa proaktif dengan meminta kejaksaan agar mengirimkan SPDP sebab tak ada aturan yang mendasarinya
BACA JUGA: Habibie Beber Amanat Bung Karno di DPR
Ia hanya mengatakan bahwa supervisi ditujukan agar kejaksaan dan KPK bisa bersama-sama menuntaskan kasus korupsi secara profesionalTermasuk pula mencari solusi jika ditemukan kesulitan dalam proses penyidikannyaContoh jelas di antarnya molornya pemeriksaan Awang yang disebut kejaksaan karena belum mendapat izin dari Presiden.
Tak disupervisinya kasus KPC tertuang dalam dalam berkas paparan KPK yang diberikan pada wartawan saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi Hukum DPR RI, Senin (31/1)RDP-nya sendiri terhenti di tengah jalan sebab DPR menolak kehadiran Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto dan Candra M Hamzah, yang dinilai tak layak hadir karena tetap berstatus tersangka dan tak etis hadir meski perkaranya telah dikesampingkan lewat surat deponeering Jaka Agung.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum) Babul Khoir Harahap sampai tadi malam, belum berhasil dimintai pendapat soal langkah lembaganya tak menyerahkan SPDP pada KPK. Sedangkan anggota Komisi III DPR dari daerah pemilihan Kaltim, Desmond Junaidi Mahesa, juga mempersoalkan tidak diawasinya penanganan korupsi Awang oleh KPK
Menurut Desmond, sudah seharusnya kasus KPC ikut diawasi KPK sehingga tidak menimbulkan fitnah baru bahwa kejaksaan sengaja mengulur-ulur waktu dan menjadikan para tersangka sebagai ATM seperti kerap terjadi pada kasus-kasus di Kaltim"Saya akan pelajari dulu berkasnya, tapi saya akan mempertanyakan itu ke kejaksaan atau KPK," katanya.
Dalam kasus KPC, dua petinggi PT Kutai Timur Energi (KTE), selaku perusahaan yang ditunjuk Pemkab Kutai Timur untuk mengelola uang hasil penjualan 5 persen saham senilai Rp 576 miliar yakni Direktur Utama Anung Nugroho dan Direktur KTE Apidian Triwahyudi saat ini tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Sangatta
Tiga lainnya sudah ditahan di Kaltim yakni Dita Satari (Dirut PT Ditara Saidah Tresna), Tatang M Tresna (Direktur PT Ditara Saidah Tresna), dan Hendra Setiawianto, pegawai Kanwil Pajak Nusa TenggaraMereka diduga menyelewengkan pajak penjualan saham KPC dari KTE ke Kutai Timur Sejahtera (KTS) senilai Rp 25 miliar.
Status tersangka terakhir yang ditetapkan kejaksaan adalah Riadi Yunara (pegawai KTE untuk kasus pajak)Ditambah empat mantan anggota DPRD Kutai Timur: Abdal Nanang, Mujiono, Alek Rohmani, dan Bahrid Buseng (kini anggota DPRD Kaltim periode 2009-2014)(pra/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ambang Batas Kesabaran Rakyat Lebih Perlu Diperhatikan
Redaktur : Tim Redaksi