KPU Batah Diintervensi Asing

Senin, 13 Juli 2009 – 15:23 WIB

JAKARTA--Tudingan adanya intervensi pihak asing dalam penyelenggaraan pemilu, khususnya dalam hal tabulasi nasional lewat layanan pesan singkat (SMS), dibantah Komisi Pemilihan Umum (KPU)Anggota KPU Andi Nurpati yang ditemui di kantornya, Senin (13/7), menjelaskan, pada penyelenggaraan tabulasi nasional, KPU memang bekerjasama dengan lembaga asing The International Foundation for Electoral Systems (IFES), dan Telkomsel

BACA JUGA: Bawaslu Usut Peran LSM AS

Namun bukan berarti IFES melakukan intervensi.

"Tuduhan itu tidak benar adanya
KPU tetap bekerja independen," kata Nurpati, ketika ditemui di Kantor KPU, Jakarta, Senin (13/7)

BACA JUGA: Waspadai Kecurangan Ditingkat Kecamatan

Nurpati menambahkan, sepeser pun pihaknya tidak menerima uang dari pihak IFES
Pasalnya, peran IFES hanya ikut andil memfasilitasi penyelenggaraan tabulasi nasional ini, dan tidak melakukan bentuk intervensi apapun terhadap KPU

BACA JUGA: KPU Dituding Gagal Gelar Quick Count Pilpres

Pada pelaksanaannya pula, lanjut Nurpati, IFES langsung membayar beban penggunaan layanan SMS ke Telkomsel tanpa melalui KPUDan bantuan semacam itu, katanya, telah dilakukan IFES sejak pemilu legislatif lalu.

Bantuan lain yang diberikan IFES ke KPU, kata Nurpari, misalnya, memfasilitasi sosialisasi, buku panduan, serta bimtek"Pihak luar seperti UNDP juga ikut memberi bantuanBawaslu pun mendapat bantuan semacam  itu," paparnya.

Seperti diketahui, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebelumnya mengungkapkan akan menelusuri keterlibatan IFES dalam penyelenggaraan tabulasi nasional melalui SMS yang digelar KPUBawaslu akan  meminta klarifikasi dari IFES maupun KPU untuk memperjelas bentuk bantuan atau kerjasama yang dilakukan KPU dan IFES.

Anggota Bawaslu Wahidah Suaib pada kesempatan sebelumnya mengatakan, tabulasi elektronik ini menuai berbagai kritik dari berbagai pihakNamun demikian, tambahnya, masalah ini tidak dapat dikategorikan pelanggaran pidana ataupun administrasiSebab, dalam UU Pilpres No42/2008 pasal 248 hanya menyebutkan setiap orang yang dengan sengaja merusak, mengganggu atau mendistorsi sistem penghitungan suara hasil pemilu presiden dan wakil presiden, dipidana dengan pidana penjara 5-10 tahun dan denda paling sedikit Rp 2,5 miliar-Rp 5 miliar

"UU itu  tidak mengenal sistem penghitungan cepat, hanya manualJadi masalah ini hanya etika sajaKPU mestinya lebih berhati-hati dan perlu menjaga perasaan masyarakatSebab hal ini sangat sensitif," pintanya(lhl/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Usai Pilpres, KPU Disarankan Mundur


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler