KPU Konsentrasi Pelantikan SBY

Setelah MK Tolak Gugatan Pilpres

Kamis, 13 Agustus 2009 – 08:38 WIB

JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) kini bisa konsentrasi untuk mempersiapkan pelantikan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono sebagai presiden dan wakil presiden terpilihIni menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) kemarin yang menolak gugatan pemohon dalam sengketa hasil Pilpres 2009.

Dalam putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden yang dibacakan hakim konstitusi secara bergantian di ruang sidang utama, MK menolak seluruh dalil dan ratusan bukti yang diajukan kedua pemohon (pasangan Jusuf Kalla-Wiranto dan Mega-Prabowo).  MK menilai kedua pemohon tidak mampu membuktikan secara gamblang bahwa pelanggaran pilpres itu bisa mengubah hasil pemilu secara keseluruhan

BACA JUGA: DPRD Pemekaran Tak Perlu Pemilu

"(Mahkamah Konstitusi) menolak permohonan pemohon I (JK-Wiranto) dan pemohon II (Mega-Prabowo) untuk seluruhnya," kata Ketua MK Mahfud M.D
Rabu (12/8).

Dengan putusan MK tersebut, keputusan KPU terkait hasil Pilpres 2009 yang memenangkan pasangan SBY-Boediono tak berubah dan tetap berkekuatan hukum

BACA JUGA: KPU Siap Gelar Pilpres Ulang

Pelaksanaan pilpres pun bisa berlanjut ke tahap selanjutnya
"Dengan ini kami bisa berkonsentrasi pada pelantikan hasil pilpres," kata Andi Nurpati, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), seusai mengikuti sidang putusan.

Selain disaksikan langsung oleh jajaran pengurus KPU pusat, sidang kemarin menghadirkan para pengurus KPU di daerah

BACA JUGA: Jelang Putusan Gugatan Pilpres, Hakim MK Berdebat Alot

"Kami segera melakukan pleno untuk menindaklanjuti putusan MK," kata Andi Nurpati.

Tak Terstruktur

Ada ratusan bukti yang diajukan sebagai bahan gugatan kedua pemohon terhadap hasil pilpres dan kepada KPUDi antaranya, kekacauan masalah daftar pemilih tetap (DPT), regrouping atau pengurangan 69 ribu tempat pemungutan suara (TPS), adanya kerja sama atau bantuan IFES (The International Foundation for Electoral Systems), spanduk bermasalah, serta sejumlah pelanggaran lain.

MK dalam pertimbangannya menyatakan, beberapa di antara pelanggaran terbukti dalam sidangNamun, MK menilai hal itu tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif"Sehingga, juga tidak menyebabkan pemilu cacat hukum atau tidak sah," kata Mahfud.

Ada klaim dari pemohon I (JK-Wiranto) bahwa pengurangan TPS itu bisa mengakibatkan hilangnya 34,5 juta suara JK-WirantoSelain itu, pemohon II (Mega-Prabowo) mengklaim adanya 28 juta suara fiktif yang menguntungkan pasangan nomor urut II (SBY-Boediono)

Menurut MK, tidak bisa dikatakan bahwa suara yang diduga hilang itu pasti memilih pasangan JK-Wiranto"Hal itu masih asumtif dan tidak pasti, sehingga permohonan harus dikesampingkan," kata Muhammad Alim, hakim konstitusi.

Terkait bukti yang diajukan Mega-Prabowo tentang dugaan 28 juta suara fiktif juga dikesampingkan MKAlasannya, klaim data rekap suara yang diajukan bukanlah dokumen yuridisSebab, rekap suara itu tidak dikeluarkan oleh KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu"Jumlah perolehan suara yang didalilkan, baik oleh pemohon I maupun pemohon II tidak beralasan hukum," kata Alim

Untuk pelanggaran campur tangan lembaga asing IFES, MK menganggap pemohon hanya menyampaikan dugaan semataBukan bukti kuat yang menunjukkan adanya campur tangan asing.

Terkait pelanggaran DPT, MK menemukan fakta hukum bahwa KPU melakukan perubahan hingga empat kaliYakni, sebelum pilpres berlangsung yang dilakukan pada 31 Mei, 8 Juni, dan 8 JuliSeusai pilpres, dilakukan kembali penetapan DPT pada 23 Juli"Dalam hal perubahan DPT, terdapat pelanggaran yang dilakukan termohon," kata Maria Farida Indrati, hakim konstitusi yang lain.

Meski demikian, perubahan DPT itu tidak cukup untuk mengubah hasil pilpres secara menyeluruhApalagi, data yang diajukan pemohon sebagai bukti hanyalah soft copy dari DPTHal itu diakui KPU tidak sesuai DPT riil di lapanganApalagi, perubahan DPT itu bukan tanpa alasan"Adanya iktikad baik terkait pemilih yang belum terdaftar serta adanya desakan dari kontestan turut memengaruhi KPU," kata Maria.

MK menilai, kecurangan-kecurangan yang terjadi dalam pemilu bersifat sporadis (tidak sistematis)Pelakunya bukan hanya penyelenggara KPU maupun pendukung kontestan tertentu, tapi juga simpatisan pemohon IIKarena itu, tidak bisa dibuat kualifikasi bahwa kecurangan-kecurangan pemilu bersifat sistematis untuk menguntungkan satu kontestan

Mahfud dalam konklusi menambahkan, demi pemilu yang lebih baik di masa mendatang diperlukan langkah-langkah profesional, baik dalam pembentukan undang-undang maupun pelaksanaan tugas-tugas KPU(bay/pri/dyn/el)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPU Siap Hadapi Vonis MK


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler