"Ini adalah buah dari kinerja pemerintah yang buruk di sektor ESDM, yang dicerminkan oleh terjadinya pemadaman listrik hampir di seluruh Indonesia, di tengah rasio elektrifikasi yang masih rendah sekitar 65 persen," tuturnya.
Kinerja buruk di sektor ESDM ini, lanjut Kurtubi, berakibat pada ruginya para pelaku usaha, berdampak buruk terhadap investasi, terhambatnya penciptaan lapangan kerja sebagai upaya pengurangan pengangguran dan terhambatnya pertumbuhan ekonomi, serta menurunnya kualitas hidup dan kenyamanan.
Lebih rinci, Kurtubi pun mengurai penyebab terjadinya krisis listrik dewasa ini
BACA JUGA: Krisis Listrik , ESDM dan PLN Harus Dievaluasi
Pertama katanya, lantaran tidak singkronnya 'hulu' dan 'hilir'"Ini mengisyaratkan kepada kita semua, agar reformasi di bidang pengelolaan sumber daya energi primer dan kelistrikan nasional segera dilaksanakan," tegas Kurtubi.
"Yang lebih memprihatinkan kita semua, PLN saat ini kekurangan gas dan batubara, di tengah gas milik negara dijual murah ke luar negeri
BACA JUGA: SBY Beri Deadline Kapolri dan Jaksa Agung
Lebih murah dari harga gas yang dibeli PLN dari PT Gas Indonesia, atau harga gas Sumatera Selatan (Sumsel) yang dijual ke Singapura lewat pipaKurtubi menjelaskan, harga jual LNG Badak pada saat harga crude seperti saat ini - sekitar USD 80 - adalah sekitar USD 13/mmbtu
BACA JUGA: Tim 8 Minta SBY Stop Kasus Bibit-Chandra
Sementara harga LNG Tangguh flat, harus dijual ke Cina dengan harga USD 3,35/mmbtu, meskipun harga minyak dan gas (LPG) dunia naik berlipat, sementara PLN membeli gas untuk pembangkit Muara Karang USD 5,5/mmbtuDalam waktu bersamaan, harga LPG dalam negeri sudah sekitar USD 10/mmbtu."Mestinya dalam 100 hari kabinet SBY, pemerintah Indonesia harus merenegosiasi harga gas dengan CinaJangan biarkan rakyat membeli harga gas dengan standar pasar, sementara harga jual gas ke Cina dilepas dengan harga yang sangat murah," kata Kurtubi pula.
Menurut Kurtubi, potensi kerugian negara yang bersumber dari penjualan LNG Tangguh itu, sudah beberapa kali dia beritahu ke pemerintah dan DPR"Tidak lama setelah pemerintah menyetujui Sales Agreement Contract penjualan LNG Tangguh dengan pihak Cina pada tahun 2002, saya sudah mengingatkan pemerintah dan DPR, bahwa kontrak penjualan itu berpotensi merugikan IndonesiaHanya saja, tidak didengar," ungkapnya.
Selain itu, Kurtubi juga mengkritisi manajemen sumber daya energi primer yang buruk dan tidak efisien, serta bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945Kurtubi bahkan menyesalkan perilaku pemerintah dan DPR yang dia nilai sangat lambat dalam melaksanakan keputusan Mahkamah Konstitusi yang sudah mengamputasi beberapa pasal pokok dari UU Migas Nomor 22/2001.
"UU tersebut sudah terbukti merugikan negaraNamun hingga saat ini, pemerintah tidak punya rencana untuk segera menyempurnakan UU Migas," tuturnya pula.
Padahal menurut Kurtubi, potensi sumber daya migas masih relatif sangat besar"Sumber daya hydrocarbon, khususnya minyak dan gas yang terjebak di sekitar 120 cekungan di nusantara ini, relatif masih sangat besar, hingga telah menjadikan Indonesia tetap sangat menarik bagi investor," imbuhnya(fas/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... SBY : Saya Ingin Bergerak Cepat
Redaktur : Tim Redaksi