JAKARTA - Markas Besar TNI-AD kukuh tidak menyalahi prosedur dalam insiden bentrok dengan warga Sastrojenar, Kebumen 16 April laluHasil penyelidikan sementara, TNI-AD menemukan adanya provokator yang menghasut warga untuk menyerang TNI
BACA JUGA: Diduga Terkait Tender IT KPU
"Mereka itu bukan rakyat
Menurut George, anggotanya tidak menyalahi protokol standar TNI
BACA JUGA: KPK Butuh Auditor Forensik
"Memang masih didalami oleh tim, tapi sementara ini sudah benarBACA JUGA: Dua Hari Raker, SBY Periksa Kesehatan
Orang-orang yang menurut George adalah perusuh berusaha menyerang kantor Dislitbang TNI-AD"Mereka mengancam membakar dan merusak sarana komunikasi," kata jenderal bintang empat iniSaat ini, 21 anggota Dislitbang TNI-AD masih menjalani pemeriksaan di Kodam Diponegoro.
Di bagian lain, tadi malam Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) mengadakan acara 16 Lilin Keprihatinan di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Ketua Badan Pekerja Kontras Haris Azhar menilai aparat penegak hukum abai menjaga hak warga sipil dalam insiden itu
"Saat ini enam orang luka tembak dan delapan orang terluka karena penganiayaan yang dilakukan oleh TNI-ADTapi, justru lima warga telah ditetapkan sebagai tersangka dan empat di antaranya resmi ditahan oleh Polres Kebumen dengan tuduhan pasal 170 KUHP," katanya
Dari hasil penyelidikan Kontras, peristiwa Sabtu 16 April 2011 itu berawal dari penolakan warga terhadap rencana TNI-AD membangun fasilitas Pusat Latihan Tempur (Puslatpur) di atas tanah yang dinyatakan oleh warga sebagai tanah ulayat, sejak 2006 lalu. Latihan TNI di Urutsewu (wilayah di pantai selatan Jawa Tengah yang meliputi desa-desa di Kecamatan Mirit, Ambal dan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen, dilakukan di atas tanah dengan lebar 500 meter dari air laut ke utara sepanjang 22,5 Km
Sejauh ini, warga Kebumen mencurigai penetapan daerah tersebut sebagai Puslatpur TNI karena tidak lepas dari banyaknya kandungan pasir besi di sepanjang pesisir tersebut. Aspirasi warga terhadap penolakan ini tidak diindahkan pemerintah maupun TNI
"Kami khawatir, proses yang dilakukan POM TNI dilakukan dengan tergesa- gesa dan tidak memaksimalkan paritispasi dan transparansi dari publik, mengingat Komnas HAM juga sedang melakukan pemantauan di lapangan," kata Haris
Apalagi, kata Haris, POM TNI sangat agresif untuk menguasai alat bukti, sehingga semakin sulit mendapatkan perimbangan fakta"Kami tentu sangat menyayangkan ketika pihak TNI sudah menyatakan bahwa penembakan yang dilakukan aparat TNI di lapangan sudah sesuai prosedurPernyataan ini jelas tidak dibangun di atas fakta yang kuat, mengingat proses penyelidikan dan pemeriksaan lainnya masih berjalan," katanya(rdl/nw)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jaksa Juga Terancam Keselamatannya
Redaktur : Tim Redaksi