jpnn.com, BALIKPAPAN - Pengalihan pengelolaan SMA/SMK dari pemkab/pemko ke pemerintah provinsi masih menyisakan persoalan. Terutama soal minimnya alokasi bantuan operasional sekolah (BOS).
Kondisi ini jika tidak segera diatasi akan memicu turunnya kualitas pendidikan. Pasalnya, akan banyak kegiatan yang dihapuskan.
BACA JUGA: Kelulusan CPNS di Jawa Lebih Tinggi Dibanding Daerah Lain
Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) Balikpapan, Kaltim, Eddy Effendi menjelaskan, saat ini kondisi belajar mengajar sudah lebih baik dibanding awal tahun lalu.
Khususnya setelah ada kepastian besaran dana BOS. Sayangnya, jumlahnya dana BOS banyak berkurang jika dibanding tahun ajaran sebelumnya .
BACA JUGA: SMA-SMK Dialihkan ke Provinsi, Sekolah Pinjam Dana Koperasi
Operasional yang sebelumnya Rp 3,4 juta (Rp 1,4 juta dari pusat, Rp 1 juta dari provinsi dan Rp 1 juta dari kota) menjadi Rp 2,3 juta (Rp 1,5 juta dari pusat dan Rp 900 ribu dari provinsi) per siswa per tahun. “Itu kan berat sekali,” ujarnya.
Dia berharap ke depan partisipasi masyarakat untuk pendidikan bisa dimaksimalkan. Sebab, berdasarkan perhitungan, kebutuhan ideal untuk operasional SMA/SMK di Balikpapan sebesar Rp 4.885.000 per siswa per tahun. Artinya, dana BOS tak cukup untuk menutupi separuh dari kebutuhan operasional tersebut.
BACA JUGA: Guru SMA-SMK Masih Tunggu Kebijakan Pemprov
“Kemauan masyarakat untuk membantu biaya sudah ada. Hanya saja pemerintah daerah belum mampu memenuhi keinginan tersebut. Masyarakat mau berpartisipasi juga tidak bisa, nanti jatuhnya malah pungli (pungutan liar). Walaupun sebetulnya aturan pusat memperbolehkan, tapi pemprov masih menginginkan pendidikan gratis,” tambahnya.
Eddy melanjutkan, tidak masalah menerapkan pendidikan gratis asal pemprov mampu mencukupi kebutuhan operasional. Jika tidak, jangan sampai justru mengorbankan kualitas.
“Banyak kegiatan ke luar kota, seperti lomba dan olimpiade, kami kembalikan kepada orangtua. Kalau orangtua mampu memberangkatkan ya mereka berangkat ikut lomba,” imbuhnya.
Hal ini akhirnya menjadi kendala bagi anak dari orangtua yang kurang mampu. Padahal, kata dia, jika beban biaya tersebut ditanggung bersama antara pemerintah dan masyarakat, maka anak dari keluarga yang kurang mampu pun bisa dibantu.
Tak hanya lomba, kegiatan ekstrakurikuler juga ditiadakan. Termasuk kegiatan-kegiatan yang sifatnya penunjang pendidikan primer.
Padahal, kegiatan tersebut justru menjadi nilai lebih untuk meningkatkan mutu pendidikan tersebut. Sehingga siswa tak hanya pandai, tapi juga memiliki karakter.
Dia berharap untuk tahun ajaran 2018-2019 mendatang Pemprov Kaltim segera menyiapkan payung hukum terkait partisipasi masyarakat dalam biaya pendidikan.
Jika dihitung, kekurangan biaya mencapai Rp 2,5 juta per siswa per tahun. Artinya, per bulan iuran orangtua sekitar Rp 200 ribu, jika dipukul rata.
“Tentunya tidak akan diterapkan sama rata. Teknisnya bisa ada subsidi silang. Yang mampu membayar lebih, yang kurang mampu bisa lebih murah bahkan gratis,” pungkasnya. (rsh2/k18)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dana Kurang, SMK Pilih Hemat dan Utang
Redaktur & Reporter : Soetomo