Kupang, Menuju Kota Maritim Yang Gagal

Evaluasi Progres Pembangunan Maritim Era Jokowi-JK (2)

Selasa, 22 Agustus 2017 – 09:48 WIB
Walhi dan Sahabat Alam NTT menggelar aksi pada peringatan Hari Maritim Indonesia, Senin (21/8).

jpnn.com, KUPANG - Indonesia merayakan Hari Maritim Nasional, Senin (21/8). Peringatan Hari Maritim di era Jokowi-JK seharusnya lebih kuat mengingat pasangan ini mengusung tema poros maritim dalam jargon pembangunannya.

Sejalan dengan kebijakan pada tingkat nasional, sejumlah daerah seperti Provinsi NTT dan kabupaten/Kota di NTT sebenarnya sudah memiliki program dan jargon yang relatif sama tentang pembangunan maritim. Karena itu, pada momentum peringatan ini, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) dan Sahabat Alam NTT mengevaluasi progres pembangunan maritim yang digagas oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di NTT.

BACA JUGA: Gemala Ala Gubernur NTT Sekadar Jargon Kosong

Untuk kebijakan pemerintah Provinsi NTT, Walhi dan Sahabat Alam NTT menilai Gubernur NTT Frans Lebu Raya pada periode kepemimpinannya mencanangkan Gerakan Masuk Laut (Gemala). Gerakan ini masuk akal karena NTT memang adalah provinsi kepulauan dimana laut menjadi salah satu potensi terkuatnya.

“Gerakan ini seolah memberi angin surga bagi rakyat untuk bisa mengelola potensi kelautan untuk kesejahteraan. Sayangnya seiring perjalanan waktu, gerakan ini tinggal jargon kosong,” demikian pernyataan sikap kedua organisasi ini.

BACA JUGA: Dukung Ekspor, Apindo-Kadin Kumpul Pengusaha

Bagaimana dengan kebijakan pembangunan maritim di Kota Kupang? Walhi dan Sahabat Alam NTT menyampaikan beberapa minggu terakhir warga Kota Kupang melakukan protes atas kebijakan pemerintah Kota Kupang karena memberikan Teluk Kupang kepada investor. Warga menginginkan agar kawasan teluk Kupang menjadi ruang terbuka hijau bagi publik di Kota Kupang bukan untuk investor.

Permintaan ini lantaran warga sudah muak dengan kebijakan Pemkot Kupang yang terus memberikan izin pembangunan hotel dan bisnis lainnya di pesisir Kupang atas nama pembangunan.

BACA JUGA: Gubernur NTT jadi Terlapor di KPK Dalam Kasus Dugaan Korupsi Pantai Pede

“Kami bisa melihat betapa kawasan Pasir Panjang kini ruang publiknya kian tidak memadai. Yang terjadi, deretan hotel-hotel dan bisnis lain yang mengakibatkan sulitnya akses warga dan nelayan ke pesisir serta tercemarnya laut kupang,” tulis Walhi cs.

Walhi dan Sahabat Alam NTT menilai Pemerintah Kota Kupang gagal untuk mewujudkan peradaban kota pesisir (Maritim) yang berkelanjutan dan berkeadilan buat warganya. Beberapa fakta kegagalan tersebut yakni dalam perspektif keadilan.

Saat ini telah terjadi ketidakadilan antargenerasi di Kota Kupang khususnya ekspresi publik di wilayah pesisir. Generasi tua, muda, anak-anak yang ada di periode 1990-an hingga awal 2000-an, masih bebas akses ke pantai untuk rekreasi atau kepentingan ekonomi.

Begitupun ruang kelola nelayan masih sangat luas. Namun kini, orang tua, muda, dan anak-anak sudah sulit bahkan tertutup aksesnya ke pantai. Bahkan pengakuan dari warga, untuk sekadar parkir motor di sekitar Hotel yang ada di Pasir Panjang saja dilarang oleh pihak keamanan hotel.

Di sinilah letak ketidakadilan antar generasi itu. Kebijakan pemkot di pesisir Kupang yang mengakibatkan ketidakadilan ini terjadi.
Walhi dan Sahabat Alam NTT juga menilai ruang kelola dan rekreasi rakyat tidak nyaman dan kian terbatas di pesisir.

Tercemarnya laut Kupang oleh sampah pembangunan dan adanya kebijakan “menemboki” pesisir membuat nelayan dan rakyat kebanyakan tidak punya akses. Padahal UU Nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU no 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil.

Daerah sempadan pantai adalah kawasan milik negara yang hanya boleh untuk konservasi, rekreasi rakyat dan pembangunan yang terkait dengan infrastruktur ruang publik rakyat. Dan daerah sempadan pantai adalah 100 meter dari batas air pasang tertinggi. Faktanya di Kota Kupang hal itu tidak sesuai.

Area konservasi dan ketahanan menghadapi bencana. Dengan kebijakan Pemkot Kupang, area konservasi berkurang drastis. Hal ini dapat mengakibatkan rusaknya ekosistem pesisir dan laut di Kota Kupang.

Apabila potret kebijakan pemkot Kupang terus dipertahankan seperti saat ini maka mental maritim akan hilang. Kita akan semakin abai dengan pesisir dan laut. Tidak mungkin menciptakan mental cinta laut kepada generasi kita kalau akses terhadap laut pesisir saja kian dipersulit dari waktu ke waktu.(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Para Bupati di Pulau Ini Sepakat Dukung Tour de Flores


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler