Kurir Suap Atur Perkara Lain untuk Lippo Group

Rabu, 31 Agustus 2016 – 18:26 WIB
Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA -- Kurir suap Doddy Aryanto dan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution terungkap mengurus sejumlah perkara lain terkait Lippo Group. Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/8), terungkap Doddy dan Edy mengatur putusan pengadilan mengenai eksekusi lahan PT Jakarta Baru Cosmopolitan. Perusahaan ini merupakan bagian dari  Lippo Group.

"Pemberian pada 20 April 2016 Rp 50 juta selain untuk pengajuan peninjauan kembali, juga diberikan untuk penundaan eksekusi atas tanah milik PT Jakarta Baru Cosmopolitan," kata Jaksa Tito Jaelani membacakan tuntutan Doddy di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/8).

BACA JUGA: Wako Batam Kabur ke NasDem, Demokrat Disarankan Introspeksi

Berdasarkan putusan Raad Van Yustitie di Jakarta 12 Juli 1940 nomor 232/1937, pada November 2014 dan 16 Februari 2015 kuasa hukum ahli waris Tan Hok Tjian mengajukan surat ke PN Jakpus. Surat itu mengenai permohonan eksekusi putusan Raad Van Yustitie di Jakarta tanggal 12 Juli 1940 nomor 232/1937.

Pada November 2015, Direktur PT Jakarta Baru Cosmopolitan Ervan Adi Nugroho memperoleh surat dari PN Jakpus perihal permohonan eksekusi lanjutan yang belum didistribusikan.

BACA JUGA: Beginilah Patgulipat untuk Mengatur Perkara Saipul Jamil

Atas surat tersebut Ervan Adi Nugroho meminta kepada Wresti Kristian Hesti, pegawai bagian legal PT Artha Pratama Anugerah, untuk mempelajarinya.

"Kemudian menunda pelaksanaan putusan tersebut dengan meminta tolong kepada Eddy Sindoro (mantan petinggi Lippo Group)," kata Tito.

BACA JUGA: Besok, Gerhana Matahari Cincin Bisa Diamati di 10 Provinsi Ini

Hesti mempelajari surat tersebut. Kemudian, hasilnya disampaikan kepada Eddy dan Ervan. Jaksa menambahkan, Hesti  menyampaikan bahwa pada kalimat akhir surat tersebut isinya harus disamakan dengan surat dari PN Jakpus yang terdahulu.

 "Yakni dengan mengubah kalimat dalam surat tersebut dari "belum dapat diekskusi" diganti dengan "tidak dapat dieksekusi"," ujar jaksa. 

Menindaklanjuti permintaan tersebut, Hesti selanjutnya menemui Edy Nasution dan menyampaikan permintaan Ervan menunda pelaksanaan eksekusi putusan.

Atas permintaan tersebut, Edy Nasution menyampaikan bahwa surat tersebut belum dikirim ke mana-mana. Doddy Aryanto Supeno dianggap jaksa  terbukti memberi suap sebesar Rp 150 juta kepada Edy. 

Suap awalnya diberikan agar Edy menunda proses "aanmaning" atau peringatan eksekusi terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP), dan menerima pendaftaran peninjauan kembali PT Across Asia Limited (AAL). Padahal, waktu pengajuan PK tersebut telah melewati batas yang ditetapkan Undang-undang. Kedua perusahaan tersebut merupakan anak usaha Lippo Group. (boy/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kakak Bang Ipul Beri Rp 300 Juta, Bertha hanya Serahkan Rp 250 Juta


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler