JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum menilai putusan Mahkamah Agung atas perubahan penghitungan kursi tahap kedua memiliki dampak besarJika sejumlah pihak menyatakan akan ada sejumlah perubahan di kursi tahap kedua DPR RI, KPU menilai putusan MA juga akan berdampak di komposisi kursi tahap kedua di tingkat DPRD.
"Bukan hanya ke DPR saja, tapi terutama DPRD provinsi dan kab kota," kata Andi Nurpati, anggota KPU ditemui di kantornya, Jalan Imam Bonjol, Jakarta, kemarin (28/7).
Dia menyatakan, pada prinsipnya pasal yang dibatalkan adalah tata cara penghitungan kursi tahap kedua
BACA JUGA: KPU Kesulitan Laksanakan Putusan MA
MA membatalkan pasal 22 huruf c dan pasal 23 ayat 1 dan 2 peraturan KPU nomor 15 tahun 2009Namun, imbas putusan MA itu bisa merembet pada keterpilihan tahap kedua caleg DPRD provinsi dan kabupaten/kota
BACA JUGA: Tim Advokasi JK-Win Daftar Gugatan Pilpres ke MK
Andi menyatakan, hal ini disebabkan cara penghitungan kursi bagi caleg DPR dan DPRD samaBACA JUGA: Hari Ini JK-Wiranto Daftarkan Gugatan ke MK
Bahwa penghitungan tahap kedua sudah digariskan samaSaat putusan MA dilakukan di DPR RI, maka tata caranya akan menjadi berbeda (untuk DPRD)," kata Andi.Perlu diketahui, cara penghitungan tahap kedua penghitungan KPU adalah membandingkan sisa suara parpol dan suara parpol yang belum terbagi pada tahap I, dengan 50 persen Bilangan Pembagi PemilihNah, aturan itu juga berlaku di penghitungan DPRDSementara yang dibatalkan oleh MA hanyalah pasal cara penghitungan kursi tahap kedua untuk DPR RI"Ini yang perlu dipikirkan masak-masak, karena cara penghitungan seharusnya sama," terang Andi.
Andi lantas kembali mengingatkan posisi peraturan KPU 15/2009 yang dibatalkan MA tersebutPada tingkat pembuat Undang Undang, Komisi II DPR telah menyatakan bahwa peraturan KPU sudah benarDemikian pula halnya dengan pernyataan MK, bahwa peraturan KPU telah sesuai dengan tafsir UU Pemilu nomor 10 tahun 2008.
Menurut Andi, pembahasan KPU bersama tim biro hukum saat ini belum menemui perkembangan berartiPembahasan yang dilakukan KPU tak hanya sebatas putusan MAKPU juga mempelajari jika ada celah yang bisa diambil untuk menindaklanjuti putusan MA, melalui Undang Undang dan Peraturan MA"Maksudnya disini, apakah putusan MA itu bisa diberlakukan ke depan, tidak pada Pemilu saat ini," kata Andi.
Dalam hal ini, opsi untuk menunda pelaksanaan putusan MA bisa jadi alternatif, jika ada dasar hukumnyaSebab, dalam kaitannya dengan sengketa hasil, KPU tentu akan memprioritaskan untuk melaksanakan putusan MK atas penetapan kursi tahap ketiga lebih duluSementara putusan MA, dilihat dari lembaga hukumnya, bukan yang berhak merubah sengketa hasil Pemilu"Tahapan pileg kan sudah selesai, sementara putusan MA keluarMA bagaimana? Masih dicari celah hukumnya," kata Andi.
Dia menambahkan, KPU berjanji akan segera mencari jalan keluar atas putusan MAIni mengingat pada awal Agustus sudah ada sejumlah daerah yang melantik anggota DPRD baru"Ada nanti awal Agustus pelantikan (DPRD kabupaten/kota)Namun saya tidak ingat mana saja," tandasnya.
Secara terpisah, mantan hakim konstitusi HAS Natabaya mengingatkan KPU untuk segera mengambil keputusanPutusan MA adalah kasus politis, KPU juga harus mengambil langkah politis untuk menyelesaikannya"KPU tidak bisa untuk melakukan PK (peninjauan kembali)Peraturan MA tidak memberi kesempatan untuk itu," kata Natabaya dalam diskusi di KPU.
Dia menyarankan agar KPU segera melakukan pertemuan dengan DPR selaku pembuat Undang-UndangTidak cukup DPR, KPU sekaligus perlu bertemu dengan MA dan MK untuk membahas putusan tersebut"MA perlu mendengar apa sebenarnya tafsir pembuat Undang Undang atas pasal tersebutApakah sudah sesuai," kata Natabaya.
Terkait putusan MA tersebut, Natabaya juga memberi catatan tersendiriDalam hal ini, sikap hakim MA yang memberikan putusanSebelumnya, muncul gugatan yang uji materi pasal penghitungan tahap II yang diajukan caleg PDIP, Hasto KristiyantoGugatan itu ditolakSetelah itu, datang gugatan dengan pasal yang sama diajukan Zaenal MaarifGugatan itu yang akhirnya diterima pada 18 Juni dan kini menimbulkan kontroversi.
"Seharusnya tidak bisa diterima (hak uji materiil) karena sebelumnya sudah buat satu norma pada putusan Hasto," kata Guru Besar Universitas Sriwijaya ituMenurut dia, dua putusan atas hak uji materiil pasal yang sama itu bisa dan diperbolehkan secara hukum"Bagaimana bisa berbeda, padahal hakimnya sama," kata Natabaya.
DPRD Tidak Berpengaruh
Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform (Cetro) Hadar Navis Gumay menyatakan, tidak benar jika perubahan akan berdampak di kursi DPRDIni karena sistem penghitungan di DPR dan DPRD pada tahap kedua berbeda satu sama lain"DPRD tidak akan ada perubahanTidak berpengaruh," kata Hadar.
Dalam hal ini, penghitungan di DPR pada tahap I menghitung suara dibandingkan dengan BPP penuh di satu dapilSelanjutnya, jika masih ada sisa kursi, dilakukan penghitungan tahap keduaYakni membandingkan sisa suara partai dengan suara partai yang belum dapat kursi dengan 50 persen BPP.
Sementara di penghitungan DPRD terdapat perbedaanPasal 212 ayat 3 UU Pemilu dan pasal 45, 46 peraturan KPU 15/2009 menyatakan, penghitungan tahap I digabung dengan tahap IIDalam hal ini suara partai langsung dibandingkan dengan BPP penuhJika masih ada sisa kursi, maka yang berhak mendapat adalah partai yang mendapat suara terbanyak yang tidak mencapai BPPItu dihitung sampai kursi di DPRD habis.
Dia menyatakan, KPU sebaiknya fokus saja pada amar putusan MAPutusan yang membatalkan Pasal 22 huruf c dan Pasal 23 ayat 1 dan 3 tidak hanya melanggar sistem pemilu yang proporsional saja, namun menyebabkan nilai suara dihitung ganda"Pemilu seharusnya berprinsip satu orang, satu suara, dan satu nilai," kata Hadar
Dia menambahkan, pembatalan penghitungan kursi tahap kedua menyebabkan nilai suara dihitung dua kaliAlasannya, suara yang dihitung di tahap kedua ada yang sudah dihitung di tahap pertama"Putusan MA mengancam hasil pemilu jadi berantakan, putusan ini akibatkan hasil pemilu tidak lagi sesuai dengan sistem pemilunya," kata Hadar
Menurut dia, KPU tidak bisa mengabaikan atau diam saja menanggapi putusan ituArtinya, KPU harus melawan putusan itu dengan langkah hukum yang sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu."Apa yang berkembang ini sudah salah kaprah, harus di cari upayanya," kata HadarDia yakin, pakar-pakar hukum bisa menemukan celah untuk melawan putusan MA ituCelah itu, katanya, berada dalam undang-undang pemilu itu sendiri.
Cetro kemarin merevisi simulasi jumlah perolehan kursi pasca putusan MAPada rilis Cetro sebelumnya, pasca putusan MA, suara Demokrat bertambah dari 150 menjadi 180Setelah dihitung ulang, ternyata Demokrat mendapat 181 kursiItu menyebabkan perubahan dari komposisi kursi parpol lainnya.
Penghitungan Hasto Berbeda Dengan CETRO
Secara terpisah, Hasto Kristiyanto, caleg PDIP yang pernah mengajukan gugatan ke MA untuk soal yang sama, yakni penghitungan kursi tahap kedua, mengajukan kritik terhadap CETROMenurut Hasto, CETRO tidak berhak menerjemahkan putusan MAPutusan MA, tegas dia, hanya menyebut Peraturan KPU tentang penghitungan kursi tahap kedua bertentangan dengan UU Pemilu.
"MA tidak mengatur bagaimana penghitungannya, itu tergantung dari KPUKalau KPU tidak mengoreksinya, berarti melanggar UU Pemilu," tegas Hasto"Secara tidak langsung CETRO sudah melakukan fait accompli terhadap KPU," katanya.
Pemahaman Hasto dan CETRO titik tolaknya sebenarnya tidak berbedaJika masih ada sisa kursi, maka parpol yang mencapai BPP dari penghitungan tahap pertama, berapa persenpun sisa suaranya berhak mengikuti tahap keduaBegitu juga parpol yang hanya mampu mencapai 50 persen BPP.
Perbedaan mulai muncul begitu masuk pada pertanyaan siapa yang berhak mendapat sisa kursiDiasumsikan parpol A dapat suara 101 persen dan partai B 50 persenMaka dari penghitungan tahap pertama, parpol A berhak mendapat 1 kursi dengan sisa suara 1 persen.
Dalam hitungan CETRO, kalau masih ada sisa 1 kursi, maka parpol A yang harus mendapatkannyaSebaliknya, dalam hitungan Hasto, parpol B yang lebih berhak untuk memenangkannyaPerbedaan pemahaman ini berimplikasi cukup besarDalam simulasi CETRO, Partai Demokrat mendapat tambahan 31 kursiGolkar bertambah 19 kursi dan PDIP bertambah 16 kursiSedangkan, PKB bertambah 1 kursiSebaliknya, PAN berkurang 18 kursi, Gerindra dan PPP kehilangan 16 kursi, Hanura berkurang 10 kursi, dan PKS berkurang 7 kursi.
Sedangkan, dalam simulasi Hasto, meskipun perubahan terjadi, hasilnya masih "cukup normal"Partai Demokrat hanya bertambah 9 kursi, Partai Golkar 9 kursi, dan PDIP 5 kursiSedangkan, PKS bertambah empat, berkurang empatJadi, secara umum dalam posisi nolSebaliknya, Hanura kehilangan 5 kursi, Gerindra berkurang 8 kursi, PAN 7 kursi, PKB 2 kursi, dan PPP berkurang 3 kursi.
Di tempat terpisah Juru Bicara Mahkamah Agung Hatta Ali mengungkapkan bahwa pelaksanaan putusan tersebut amat bergantung KPU sendiri"Tergantung KPU sendiri bagaimana. Pastinya, MA telah memberikan putusan atas pengujian material atas putusan KPU yang tak sejalan dengan undang-undang itu," kata Hatta.
Dengan putusan itu, MA berharap KPU merevisi pasal 22 huruf c dan pasal 23 ayat 1 dan 3 Peraturan KPU nomor 15 Tahun 2009, yang dianggap bertentangan dengan UU Pemilu"Dalam memutus kami juga tidak mempertimbangkan bahwa putusan itu bakal menguntungkan pihak mana," ungkapnyaKonsekuensinya, perubahan peta kursi legislatif menjadi urusan KPU dan Mahkamah Konstitusi (MK).
Hatta menambahkan bahwa menurut peraturan Mahkamah Agung, pihak yang dikenai putusan hak uji materiil bisa melaksanakan putusan tersebut dalam waktu 180 hariNamun, yang perlu dicatat, mahkamah tidak memiliki daya pemaksa agar putusan tersebut dilaksanakan"MA tidak memiliki daya pemaksa apabila putusan tak dilaksanakanJadi sangat bergantung KPU sendiriDia (KPU) punya kewajiban moral saja," terangnya(bay/pri/git)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tiga Parpol Gugat Putusan MA
Redaktur : Tim Redaksi