Lagi, Kedubes Malaysia jadi Sasaran Massa

Senin, 06 Juli 2009 – 14:27 WIB
JAKARTA – Setelah beberapa hari sepi dari aksi demontrasi, kini kantor Kedutaan Besar (Kedubes) Malaysia yang berlokasi di Jalan HR Rasuna Said Kuningan, kembali menjadi sasaran aksi massaHari ini (6/7), giliran Forum Peduli Karya Anak Bangsa Indonesia (FP-KABI) yang menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Kedubes Malaysia.

Akibat aksi tersebut, kontan saja menyebabkan arus lalu lintas di sepanjang Jalan HR Rasuna Said menuju Menteng itu menjadi macet total

BACA JUGA: Antasari Bakal Disidang di Jakarta

Padalah, beberapa personil kepolisian lalu lintas telah diterjunkan untuk mengatur arus lalu lintas, namun kondisi kemacetan tak dapat dihindari lagi
Sehingga, tak sedikit pengendara roda dua maupun roda empat yang terpaksa harus berinisiatif untuk mencari jalur lain.

Ketua Umum FP-KABI Yoyarib Mau, dalam orasinya mengatakan, setidaknya ada tiga hal yang mendasar yang dilakukan oleh Malaysia terhadap RI dengan berbagai manuver, tindakan bahkan perilaku tidak terpuji

BACA JUGA: Pergantian Musim di Indonesia Kian Aneh

Yakni, pertama menyangkut masalah TKI/TKW, kedua menyangkut pembajakan dan klaim sepihak atas budaya, hasil karya cipta anak bangsa dan ketiga berhubungan dengan kedaulatan wilayah NKRI.

Untuk masalah TKI/TKW, jelas Yoyarib, seringkali ditemukan banyaknya sang majikan di Malaysia yang melakukan penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI)/Tenaga Kerja Wanita (TKW)
Artinya, tindakan menghina bangsa Indonesia yang dilakukan Malaysia tidak hanya dilakukan terhadap wilayah, akan tetapi juga terhadap manusianya yang mengakibatkan cacat fisik, bahkan kematina.

"Sudah banyak sekali yang menjadi korban kebiadaban sang majikan terhadap para TKW/TKI kita

BACA JUGA: Indonesia Masih Butuh 15 Ribu Dokter

Contohnya seperti Nirmala Bonat yang dadanya disetrika, Siti Hajar yang disiksa majikan, Modesta Rangga Kaka yang juga dianiaya sang majikan, dan masih banyak lagi para TKW/TKI yang menjadi korban sang majikan," kata Yoyarib disela-sela orasi.

Menyangkut pembajakan dan klaim atas sejumlah budaya dan hasil karya warga Indonesia, dimulai dari klaim atas Kain Batik sebagai hasil cipta Malaysia, klaim atas tarian masyarakat Jatim "Reog Ponorogo", klaim lagu masyarakat Maluku "Rasa Sayange", dan terakhir adalah lagu Pop karya Afgan "Bukan Cinta Biasa" dibajak untuk Ring Back Tone (RBT) oleh salah satu perusahaan telekomunikasi Malaysia bernama Maxis.

Sedangkan berhubungan dengan kedaulatan wilayah NKRI, jelas Yoyarib, sejak terlepasnya Sipadan dan Ligitan, membuat Malaysia semakin berani untuk menguasai sebagian wilayah NKRI dengan manuver yang dilakukan Angkatan Laut Malaysia yang melewati batas wilayah antara Indonesia-MalaysiaTentunya hal ini sangat mengganggu kedaulatan negara, bahkan batas daratan di Pulau Sebatik, ada pematokan patok pembatas yang menjorok masuk ke wilayah NKRI.

"Kalau kita lihat ketiga permasalahan tersebut, menunjukkan bahwa penguasaan sudah pada tingkatan "penjajahan" Malaysia terhadap Indonesia, tidak sebatas ancaman atas kedaulatan NKRI, tetapi penguasaan atas manusianyaBahkan, hasil karyanya sekalipun, hampir semua ranah kehidupan manusia dikuasai oleh Malaysia," ungkapnya.

Karena itu, permasalahan ini tidak boleh dibiarkan terus berlarut-larutMestinya, kedua belah pihak (Indonesia-Malaysia) harus segera menyelesaikan permasalahan iniBisa dilakukan dengan cara duduk bersama melakukan diplomasi luar negeriApalagi permasalahan yang menimpa Indonesia ini bukan saja persoalan Indonesia, tapi menjadi persoalan masyarakat Asia Tenggara, sehingga peran negara-negara ASEAN pun perlu dilibatkan untuk menyelesaikan persoalan ini atau mendorong agar dilakukan sanksi dengan menonaktifkan keanggotaan Malaysia.

"Kalau seandainya kedua negara tidak mampu menyelesaikan secara diplomasi, apakah rakyat yang harus mengambil sikap," Yoyarib dengan nada lantang.(sid/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kampanye SBY, Ancam Rumput GBK


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler