Pergantian Musim di Indonesia Kian Aneh

Awas, Pemanasan Global Bisa Tenggelamkan Pulau

Minggu, 05 Juli 2009 – 07:48 WIB

JAKARTA - Saat ini mulai terjadi anomali (keanehan) batas pergantian musim di IndonesiaJika dulu jatuhnya musim hujan maupun kemarau hampir selalu bisa diperkirakan, kini hal itu sulit dilakukan

BACA JUGA: Indonesia Masih Butuh 15 Ribu Dokter

Mengapa? Apa yang sedang terjadi?

Sebagai negara beriklim tropis, warga lazim berpatokan bahwa musim hujan tiba ketika matahari berada di belahan bumi selatan
Yakni, pada Oktober-April

BACA JUGA: Kampanye SBY, Ancam Rumput GBK

Musim kemarau terjadi ketika matahari berada di sebelah utara khatulistiwa
Itu terjadi pada April-Oktober.

Jika patokan tersebut konsisten, berarti banjir di Jakarta tidak akan terjadi pada Mei

BACA JUGA: Depag-Imigrasi Bahas Migrasi Database Haji

Sebab, saat itu sedang musim kemarauFaktanya, pada bulan tersebut, Jakarta beberapa kali diguyur hujan deras hingga banjir

''Tahun ini memang ada anomali dalam penghitungan musim dan itu cukup menyulitkan prediksi,'' kata Kepala Bidang Informasi Perubahan Iklim Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Sutamto di Jakarta.

Saat ini, BMG membagi wilayah iklim di Indonesia menjadi tiga zonaPertama, zona A yang meliputi Indonesia bagian selatanTerdiri atas, Sumatera Selatan, Jawa hingga Pulau Timor, Kalimantan, Sulawesi, serta sebagian Papua

Kedua, zona B yang meliputi Indonesia bagian barat lautDi antaranya, Sumatera Utara sampai bagian tenggaraKeempat, zona C yang meliputi Maluku dan Sulawesi Utara''Setiap wilayah mempunyai rentang musim hujan dan kemarau yang berbeda-beda,'' terangnya

Zona A, lanjut dia, mempunyai puncak musim hujan pada Januari dan puncak musim kemarau pada AgustusZona B mempunyai dua puncak musim hujan, yaitu April dan November, serta puncak musim kemarau Februari dan Juli.

Zona C mempunyai puncak musim hujan pada Juni-Juli dan puncak musim kemarau November atau Februari''Tapi, kini patokan tersebut kerap bergeser karena adanya banyak faktor anomali alam,'' paparnya.

Di sebagian besar wilayah Indonesia, musim hujan tahun ini diprediksi mundur satu hingga dua bulan dari normalSebab, awal musim hujan baru dimulai akhir November 2008Padahal, kondisi normal hujan paling awal terjadi pada awal September

Kawasan yang periode hujannya normal hanya wilayah Sumatera bagian utara serta sebagian wilayah perbatasan Kalimantan Utara dan PapuaDiperkirakan, anomali itu akan dialami 60 persen di antara 220 daerah atau zona prakiraan musim di Indonesia.

Menurut Sutamto, anomali tersebut disebabkan terjadinya fenomena penghangatan suhu muka laut di selatan Sumatera, Jawa, hingga Nusa Tenggara, termasuk Laut Jawa dan perairan barat Kalimantan''Suhu muka laut di kawasan itu menghangat hingga 1,5-2 derajat celsius dari normalAkibatnya, penguapan dan pembentukan awan memicu kejadian hujan di Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Nusa Tenggara meningkat tajam,'' urainya

Stasiun Meteorologi Jatiwangi, Majalengka, memperkirakan musim hujan semula berakhir Mei 2009Namun, ternyata mundur sampai pertengahan-akhir Juni 2009 iniPerkiraan pergeseran itu dilakukan dengan melihat gelagat musim yang berlangsung di seluruh Pulau JawaSampai pertengahan Juni, hujan masih sering turun

Berdasar estimasi BMG, awal musim kemarau 2009 di 220 zona musim (zom) diperkirakan dimulai secara bervariasiBeberapa zom di Bali, NTB, dan NTT mengalami musim kemarau sejak Maret laluSementara itu, di ujung batas zona di Kotabaru bagian tenggara (Kalimantan Selatan), musim kemarau baru dimulai Agustus 2009

''Secara keseluruhan, jika dibandingkan terhadap rata-ratanya selama 30 tahun terakhir, awal musim kemarau 2009 umumnya mundur,'' ujar prakirawan BMG Muhamad Ali Mas'at.

Kemunduran tersebut terjadi karena suhu permukaan laut, terutama di Laut Jawa, masih relatif panas, sehingga penguapan masih tinggi dan mengakibatkan banyak hujanDiperkirakan, suhu permukaan air laut bisa mencapai 31 derajat celsius''Hal itu berpotensi menimbulkan awan sangat tinggi dengan curah hujan 200-400 milimeter per bulan,'' jelasnya.

Pakar Meteorologi Institut Teknologi Bandung (ITB) Armi Susandi mengungkapkan, pemanasan global telah mengakibatkan semakin tidak meratanya pola temperatur dan tekanan udara secara spasial (ruang)Perbedaan temperatur terjadi di daerah subtropis maupun daerah tropis yang mengakibatkan terjadinya pergerakan udara.

Semakin tinggi perbedaan tekanan udara karena perbedaan temperatur, semakin kencang angin yang ditimbulkan dan bisa melahirkan badai pada lintang tertentuPerbedaan temperatur yang ekstrem dapat memicu munculnya cuaca ekstrem''Perhitungan musim tanam dan musim melaut tidak lagi presisiBencana pun selalu datang, baik pada musim kemarau maupun musim hujan,'' terangnya.

Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup Suparto Wijoyo menegaskan, fenomena anomali cuaca tersebut dipicu oleh pemanasan globalMenurut dia, dalam dimensi sejarah peradaban pemanasan global, hal itu dipahami sebagai produk dari revolusi industri''Secara faktual, pergeseran musim karena perubahan iklim merupakan realitas yang mesti disikapi,'' tegasnya.

Jika problem iklim itu tidak diimbangi kesadaran seluruh penduduk Indonesia, kerugian bisa mencapai triliunan rupiahMenurut dia, bila pemanasan global terus tidak terkendali, akibat yang dirasakan Indonesia adalah tenggelamnya empat ribu pulau dalam kurun setahun

Hingga kini ditemukan sudah 23 pulau di tanah air tenggelam''Lalu, berapa harga satu pulau itu? Jika satu pulau dihargai satu triliun, bisa dihitung berapa kerugian saat ini,'' ujarnya(zul/kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kaban Ajak Umat Islam Tenang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler