Langgam Asmara Si Penggagas Hari Ibu

Minggu, 03 Januari 2016 – 11:59 WIB
Foto ini termuat dalam buku Women and Colonial State karya Elsbeth Locher-Scholten.

jpnn.com - SOEJATIN, perempuan yang menggagas Hari Ibu dijuluki tukang bikin patah hati kaum lelaki. Apa pasal? 

Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network 

BACA JUGA: Pemberontakan Malam Tahun Baru (3/habis)

Saat sedang sibuk-sibuknya menyiapkan Kongres Perempuan Indonesia I di Yogyakarta, 22-25 Desember 1928, tunangannya datang dari Jakarta.

"Tunangan saya seorang mahasiswa Hukum di Jakarta. Kami saling mencintai bermula karena kami sama-sama dari Jong Java," kenang Soejatin dalam buku Sumbangsihku Bagi Pertiwi

BACA JUGA: Pemberontakan Malam Tahun Baru (2)

Lazimnya orang berkasih-kasihan, pria itu mengajak Soejatin kencan ke bioskop dan pelesir ke Kaliurang--semacam kawasan Puncak di Bogor. 

Sayang seribu kali sayang. Gadis pujaan hati sedang sibuk-sibuknya. Soejatin tidak punya waktu untuk kencan. Sebab, harus rapat ke sana-sini, mengurus ini dan itu, segala tetek-bengek keperluan kongres.

BACA JUGA: Pemberontakan Malam Tahun Baru (1)

"Karena sukses atau tidaknya Kongres Perempoean Indonesia Ke-I ini tanggungjawab saya," ungkapnya.

kesempatan ini juga saya pakai untuk menguji apakah tunangan saya itu benar-benar mau menghayati dan menyelami dunia saya sebagai wanita pergerakan. 

Rupanya, pemuda itu marah. Merasa dikecewakan dia langsung angkat kaki ke Jakarta.

Soejatin pun langsung mengirim surat. Isinya,  "dengan berat hati saya terpaksa memutuskan hubungan pertunangan ini karena kita tidak sejalan dalam pendirian dan aspirasi. Bagi saya idealisme di atas segala-galanya."

Dua tahun kemudian…

Soejatin sudah punya tunangan baru. Seorang mahasiswa Technische Hoogeschool (THS), sekarang Institut Teknologi Bandung (ITB). 

Tanpa menyebut nama tunangannya, Soejatin menceritakan, "kami berdua sama-sama menyukai musik jenis seriosa. Saya bermain piano dan dia bermain biola. Musik inilah yang mula-mula mempersatukan kami."

Menjelang Kongres Perempuan Indonesia di Surabaya, 1930, tunangannya datang dari Bandung menyambangi sang kekasih ke Yogyakarta. Apa daya, Soejatin harus berangkat ke Surabaya. 

Saking kecewanya, karena untuk ke Yogya dia meninggalkan tugas-tugasnya di Bandung, tunangannya itu berkata, "Jatin! Kalau begini caranya, kau sama saja mengajak aku pergi ke neraka!"

"Oh," kata Soejatin, "mana mungkin seorang wanita yang sedang memperjuangkan nasib kaumnya, mengajak pacar lelakinya pergi ke neraka? Amboi! Saya sedang berjuang…"

Dia tetap berangkat ke Surabaya sebagai pembicara dengan materi bertajuk "Pendidikan Wanita".

Meski tak menyebut merk, dalam tulisannya yang termuat dalam buku Sumbangsihku Bagi Pertiwi, Soejatin mengemukakan ciri-ciri tunangannya yang dari Bandung itu.

Dan setelah memeriksa sejumlah literatur, maka orang yang cocok dengan kisah itu adalah Raden Mas Soewandi Notokoesoemo, menjabat Menteri PPK, 12 Agustus 1955-24 Maret 1956, dalam kabinet Burhanuddin Harahap. 

"Saya tidak memperdulikan segalanya, juga cemoohan orang tentang diri saya, yang mengatakan bahwa saya tukang bikin patah hati lelaki," tulisnya.

Karena yakin dengan jalan hidupnya, di kemudian hari, Soejatin tak hanya mendapatkan suami yang sangat sayang dan bisa menyelami jiwanya, bahkan tanggal 22 Desember, hari pembukaan Kongres Perempuan Indonesia I yang digagasnya, hingga kini diperingati sebagai Hari Ibu oleh bangsa Indonesia. (wow/jpnn)

(baca: Gadis Kecil Penggagas Hari Ibu itu Menolak Menyembah Raja Jawa)

(baca: Tak Cuma Pena-nya yang Tajam)

(baca: Tapak-tapak Kaum Pergerakan Perempuan)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tapak-tapak Kaum Pergerakan Perempuan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler